Satgas karbon dibentuk demi mendorong percepatan upaya-upaya dekarbonisasi di Indonesia, terutama perdagangan karbon.
Dunia kini dihadapkan tantangan untuk segera menangani masalah perubahan iklim. Di sisi lain, dunia juga dituntut untuk terus menggenjot pertumbuhan ekonominya dengan terus menggerakkan mesin industrinya yang kebanyakan masih menggunakan bahan bakar fosil.
Dalam konteks Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi), dalam sambutannya di COP-28 di Dubai Uni Emirat Arab, menyampaikan bahwa Indonesia berkomitmen untuk mencapai net zero emission (NZE) di 2060 atau lebih awal.
Untuk itu, Jokowi berharap melalui COP-28 dapat terbangun kerja sama dan kolaborasi inklusif untuk mendukung pencapaian NZE tersebut. Bahkan, Kepala Negara ketika itu menegaskan Indonesia sedang mempercepat transisi energi, dengan pengembangan energi terbarukan, dan menurunkan penggunaan PLTU batu bara.
Upaya mencapai target NZE 2060 membutuhkan pembiayaan besar, lebih dari USD1 triliun. Presiden Jokowi pun mengundang kerja sama dunia untuk berkolaborasi dan melakukan investasi untuk menyokong pembiayaan transisi energi yang berbunga rendah.
Berdasarkan laporan diskusi Inventarisasi Global atau Global Stocktake United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) 2023, komitmen negara-negara di dunia yang tercantum di Nationally Determined Contribution (NDC)-nya, tidak sejalan dengan Persetujuan Paris.
Hal ini akan menyulitkan upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca global sebesar 43 persen di 2030 dari tingkat emisi 2010 dan 60 persen di 2035 dan nir emisi pada 2050.
Terlepas dari polemik mengatasi masalah perubahan iklim, kontribusi Indonesia untuk mengatasi soal perubahan iklim cukup terang benderang. Salah satu bentuk komitmen itu adalah merealisasikan perdagangan karbon.
Sebagai informasi, perdagangan karbon di Indonesia diatur dalam Peraturan Presiden nomor 98 tahun 2021, dan Peraturan Menteri LHK 21/2022. Perdagangan karbon melalui bursa diresmikan oleh Presiden Joko Widodo di Bursa Karbon Indonesia (BKI), pada 26 September 2023.
Dalam rangka itu, Ketua Satgas Karbon Kantor Staf Presiden Ishak Saing dalam siaran persnya, pada Minggu (12/5/2024), mengatakan bahwa Kantor Staf Presiden telah membentuk satuan tugas (satgas) karbon untuk mendorong percepatan upaya-upaya dekarbonisasi di Indonesia, terutama terkait perdagangan karbon.
Mengurai Hambatan
Menurutnya, kehadiran satgas karbon diharapkan bisa mengurai hambatan utama dalam implementasi kebijakan dekarbonisasi, seperti tantangan pendanaan dan koordinasi antarlembaga. “Pembentukan satgas ini diinisiasi oleh Kepala Staf Kepresidenan Bapak Moeldoko untuk memperkuat kolaborasi dalam mempercepat upaya-upaya dekarbonisasi di Indonesia termasuk di dalamnya soal perdagangan karbon,” tambah Ishak Saing.
Ishak mengatakan, Satgas Karbon Kantor Staf Presiden akan mendorong kolaborasi para pemangku kepentingan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat di berbagai lapisan melalui kampanye tentang perubahan iklim. Satgas, sambung dia, juga akan melibatkan sektor swasta, baik melalui insentif keuangan, kemitraan publik-swasta, maupun regulasi yang mendukung investasi yang berkelanjutan.
"Kolaborasi ini kita bingkai dalam Indonesia Carbon Care Initiatives (ICCI),” ujarnya.
Lebih lanjut, Ishak yang juga Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden menguraikan, ICCI merupakan bentuk kolaborasi antara lima sektor utama, yakni akademik, bisnis, pemerintah, komunitas, dan media. “Kolaborasi pentahelix tersebut diharapkan bisa menciptakan solusi yang berkelanjutan dan berdampak positif bagi semua pihak terkait,” terangnya.
Ishak menegaskan, kolaborasi lintas sektor menjadi kunci utama dalam mempercepat proses dekarbonisasi di Indonesia. Percepatan dekarbonisasi merupakan langkah strategis dalam menghadapi tantangan perubahan iklim global, dan salah satu fokus utamanya adalah perdagangan karbon.
Wujud dari perdagangan karbon, pemerintah mengalokasikan kredit karbon sebagai insentif bagi industri dan sektor lainnya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. “Mekanisme ini tidak hanya menghasilkan manfaat lingkungan yang signifikan, melainkan juga menciptakan kesempatan ekonomi baru lewat perdagangan karbon di pasar internasional,” ujar Ishak.
Pada kesempatan itu, Ishak juga mengemukakan pentingnya pengembangan bursa karbon karena keberadaan lembaga itu menjadi langkah penting dalam memperluas infrastruktur perdagangan karbon, yakni dengan memberikan platform transparan dan efisien bagi pelaku pasar untuk membeli dan menjual kredit karbon.
“Ini bisa mendorong pertumbuhan ekosistem karbon yang dinamis dan berkelanjutan, serta memberikan insentif bagi inovasi teknologi hijau,” ujar Ishak.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari