Indonesia.go.id - Mitigasi Kekeringan Lahan Pertanian

Mitigasi Kekeringan Lahan Pertanian

  • Administrator
  • Senin, 3 Juni 2024 | 09:09 WIB
MITIGASI
  Foto udara kawasan persawahan yang mengering di wilayah Lombok Timur, NTB, Rabu (12/6/2024). ANTARA FOTO/ Ahmad Subaidi
Gelombang panas dan kekeringan panjang berpotensi terjadi pada 2024. Sebagai mitigasi, pemerintah meluncurkan proyek pompanisasi nasional.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut sejumlah wilayah di Indonesia berpotensi mengalami kekeringan meteorologis pada musim kemarau tahun 2024 ini. Agar tidak berdampak negatif, BMKG mengusulkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah bersiaga sejak awal.

"Laporan kepada Presiden perihal kondisi iklim dan kesiap-siagaan kekeringan 2024 sudah kami sampaikan agar mendapat atensi khusus pemerintah sehingga risiko dan dampak yang ditimbulkan dapat diantisipasi dan diminimalisir sekecil mungkin," ungkap Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta, Selasa (28/5/2024).

Peringatan dini dari BMKG terkait potensi gelombang panas dan kekeringan panjang (Juli--Oktober 2024), mendapatkan perhatian langsung pemerintah. Salah satu langkah antisipasi yang dilakukan adalah dengan pompanisasi di sektor pertanian.

Proyek pompanisasi nasional itu mencakup distribusi puluhan ribu pompa air ke seluruh Indonesia. Untuk 2024, pemerintah menyalurkan 25 ribu pompa dan akan ditargetkan meningkat hingga 75 ribu pompa ke depannya.

Merujuk laporan BMKG,  bahwa sebanyak 19% dari Zona Musim sudah masuk Musim Kemarau. Mayoritas wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, sudah mengalami Hari Tanpa Hujan (HTH) sepanjang 21-30 hari atau lebih panjang. Selain itu, berdasarkan analisis curah hujan dan sifat hujan, menunjukkan bahwa kondisi kering sudah mulai memasuki wilayah Indonesia, khususnya di bagian Selatan Khatulistiwa. Kondisi kekeringan saat musim kemarau tersebut akan mendominasi wilayah Indonesia sampai akhir September 2024.

Maka untuk daerah dengan potensi curah hujan bulanan sangat rendah dengan kategori kurang dari 50mm per bulan perlu mendapatkan perhatian khusus untuk mitigasi dan antisipasi dampak kekeringan. Adapun daerah tersebut meliputi sebagian besar Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Bali dan Nusa Tenggara, sebagian Pulau Sulawesi, serta sebagian Maluku, dan Papua.

Dari hasil monitoring hotspot yang dilakukan dengan satelit, juga memperlihatkan beberapa hotspot awal pada daerah-daerah rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), sehingga diperlukan perhatian khusus untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran di sepanjang musim kemarau.

Peningkatan Produktivitas

Terkait mitigasi pertanian dengan program pompanisasi, salah satu daerah sasaran adalah Desa Kalibeji, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Di sini pula Presiden melakukan kunjungan pada Rabu, 19 Juni 2024. Kunjungan ini menandai secara resmi awal  distribusi pompa air ke seluruh provinsi untuk memastikan bahwa produktivitas pertanian tetap stabil. 

"Kalau di Jawa Tengah, dari total 4.300 pompa nanti kita harapkan produktivitas kita akan tambah 1,3 juta ton," ujar Presiden, yang menargetkan peningkatan total produksi padi di Jawa Tengah dari 8,9 juta ton menjadi sekitar 10,2 juta ton.

Adapun pompa yang didistribusikan terdiri dari pompa  8 PK dan 18 PK. Meski terhitung kecil, cukup memadai untuk  meningkatkan produktivitas," tambah Presiden.

Diharapkan, pompanisasi ini akan memungkinkan pengairan lahan pertanian dengan area yang lebih luas. Ujungnya, adalah memungkinkan panen dua hingga tiga kali per tahun, dari yang sebelumnya hanya satu atau dua kali. Langkah ini dianggap kritikal untuk menjaga kestabilan stok pangan dan mengendalikan harga sembako di tengah kondisi global yang tidak menentu.

Fenomena cuaca El Nino, yang menyebabkan kekeringan di sebagian besar Asia pada 2023, diprediksi akan berlanjut pada 2024. Cuaca kering akan mengancam pasokan beras, gandum, minyak kelapa sawit, dan produk pertanian lainnya di beberapa negara penghasil dan pengimpor pertanian terbesar di dunia.

Para ahli pertanian memprediksi, produksi beras Asia pada paruh pertama 2024 turun karena kondisi tanam yang kering dan penyusutan volume waduk yang diperkirakan akan memangkas hasil panen. Hal itu terbukti dengan semakin ketatnya pasokan beras dunia, sehingga mendorong India, yang sejauh ini merupakan eksportir terbesar di dunia, untuk membatasi pengiriman.

Ketika pasar biji-bijian lainnya mengalami penurunan nilai, harga beras melonjak ke level tertinggi dalam 15 tahun terakhir pada 2023, dengan harga di beberapa pusat ekspor Asia meningkat sebesar 40--45 persen.

Mencermati hal itu, Kepala Negara RI  menegaskan pentingnya persiapan dan tindakan preventif untuk menghadapi perubahan iklim yang ekstrem. "Semua negara sekarang ini produksinya turun karena gelombang panas, karena kekeringan panjang, karena El Nino, itu yang ingin kita antisipasi," ucap Presiden.

 


Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur : Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari

Berita Populer