Polri siap menghadapi ancaman siber yang kian meningkat, menjadikan dunia digital Indonesia lebih aman bagi seluruh penggunanya.
Di era digital yang semakin maju, ancaman kejahatan siber berkembang pesat. Peretasan, penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan kejahatan dunia maya lainnya menjadi masalah krusial yang perlu penanganan serius. Seiring dengan meningkatnya kasus-kasus tersebut, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengambil langkah tegas dengan membentuk Direktorat Reserse Pidana Siber (Ditressiber) di delapan kepolisian daerah (Polda) di Indonesia.
"Pembentukan Ditressiber ini merupakan upaya Polri untuk merespons peningkatan kasus tindak pidana siber yang makin meluas," ujar Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, dalam keterangannya pada Senin (23/9/2024).
Selama ini, kasus kejahatan siber memang sudah ditangani oleh Bareskrim Polri, tetapi di tingkat Polda, penanganan kejahatan siber masih dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus). Kini, dengan hadirnya Ditressiber di beberapa Polda, penanganan kasus-kasus ini bisa lebih terfokus dan efektif.
Indonesia telah mengalami lonjakan besar dalam aktivitas dunia maya selama beberapa tahun terakhir. Ekosistem digital yang terus berkembang membuat kejahatan siber ikut variatif dan kompleks. Mulai dari penipuan daring (online fraud), serangan peretas, penyebaran informasi hoaks, hingga ujaran kebencian yang dapat merusak tatanan sosial, kejahatan ini menjadi ancaman nyata bagi keamanan dan stabilitas digital di Indonesia.
Salah satu bentuk kejahatan yang mengalami peningkatan tajam adalah penyebaran berita bohong atau hoaks, yang sering kali menyasar isu-isu sensitif, termasuk politik, agama, dan suku. Tahun politik, seperti yang tengah terjadi saat ini, memperburuk situasi dengan semakin banyaknya konten disinformasi yang tersebar luas di media sosial. "Terutama di tahun politik, peningkatan kejahatan siber menjadi signifikan, khususnya dalam bentuk penyebaran hoaks dan ujaran kebencian," tambah Trunoyudo.
Ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah dan penegak hukum, mengingat dampaknya yang tidak hanya mengganggu keamanan digital, tetapi juga dapat merusak integritas sosial, politik, dan ekonomi negara. Maka, keberadaan Ditressiber di tingkat Polda merupakan langkah tepat dalam mengantisipasi dan mengatasi ancaman ini dengan lebih fokus.
Ditressiber, Lebih dari Sekadar Penindakan
Pembentukan Ditressiber di delapan Polda memiliki cakupan tugas yang lebih luas dari sekadar penindakan. Selain melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana siber, direktorat ini juga bertugas melakukan patroli siber, mendeteksi dan menganalisis potensi kejahatan dunia maya, serta memberikan edukasi kepada masyarakat.
Langkah ini sejalan dengan upaya pencegahan jangka panjang. "Ditressiber tidak hanya bertugas menangani kasus yang sudah terjadi, tetapi juga melakukan patroli siber, mendeteksi potensi ancaman siber, serta memberikan literasi dan edukasi kepada masyarakat," jelas Trunoyudo, seraya menambahkan dengan edukasi yang lebih masif, diharapkan masyarakat semakin waspada dan memahami cara menghindari ancaman-ancaman yang tersebar di dunia maya.
Selain itu, patroli siber yang intensif memungkinkan kepolisian untuk memantau secara langsung aktivitas mencurigakan di internet, termasuk penyebaran konten ilegal dan upaya peretasan. Ini memberikan kemampuan bagi aparat untuk bertindak lebih cepat sebelum kejahatan tersebut menimbulkan dampak yang lebih besar.
Delapan Polda Siap Menyongsong Era Siber
Delapan Polda yang kini telah memiliki Ditressiber adalah Polda Metro Jaya, Polda Sumatra Utara, Polda Jawa Barat, Polda Jawa Tengah, Polda Jawa Timur, Polda Bali, Polda Sulawesi Tengah, dan Polda Papua. Pemilihan wilayah-wilayah ini bukan tanpa alasan. Kawasan-kawasan tersebut memiliki aktivitas digital yang cukup tinggi, baik dari sisi pengguna internet, perkembangan ekonomi digital, maupun potensi kejahatan siber yang kerap terjadi.
Di Polda Metro Jaya, misalnya, yang melayani daerah Jakarta dan sekitarnya, tingginya intensitas penggunaan media sosial dan teknologi digital membuat wilayah ini menjadi salah satu target utama kejahatan siber. Di lain sisi, Polda Jawa Timur dan Jawa Barat menangani wilayah yang tidak hanya besar secara populasi, tetapi juga dinamis dalam perkembangan teknologi dan ekonomi.
Selain itu, Polda Sulawesi Tengah dan Papua juga memiliki tantangan tersendiri, terutama terkait dengan potensi penyebaran ujaran kebencian dan hoaks yang sering kali menyulut konflik sosial di wilayah-wilayah yang sensitif secara politik dan budaya.
Untuk memastikan keberhasilan Ditressiber di masing-masing Polda, Polri telah melakukan rotasi dan penunjukan sejumlah perwira senior dengan pengalaman luas di bidang siber. Beberapa di antaranya adalah AKBP Doni Satria Sembiring yang diangkat menjadi Dirressiber Polda Sumatra Utara, Kombes Setyo K Heriyanto yang diangkat sebagai Dirressiber Polda Metro Jaya, dan Kombes Himawan Sutanto Saragoh sebagai Dirressiber Polda Jawa Tengah. Penunjukan personel ini menandakan kesiapan Polri dalam menghadapi ancaman siber dengan dukungan tenaga ahli yang berpengalaman.
Sebelum pembentukan Ditressiber di tingkat Polda, penanganan kasus-kasus kejahatan siber berada di bawah Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus). Meskipun Ditreskrimsus menangani berbagai kejahatan dengan baik, kompleksitas kejahatan siber yang terus berkembang membuat kapasitas ini tidak lagi cukup. Ditreskrimsus menangani berbagai jenis kasus kriminal, sehingga penanganan kasus siber sering kali tidak mendapatkan fokus yang diperlukan.
Selain itu, dengan meningkatnya volume kasus kejahatan siber, baik dalam bentuk penipuan online, pencurian data, hingga serangan dunia maya yang lebih canggih, penanganan secara khusus dan fokus mutlak diperlukan. Pembentukan Ditressiber memberikan solusi bagi kebutuhan ini dengan memberikan penanganan yang lebih intensif dan spesifik terhadap ancaman siber.
Di tahun-tahun sebelumnya, tindak kejahatan siber sering kali tidak terpantau secara maksimal di tingkat daerah. Banyak kasus yang tidak segera mendapatkan penanganan karena belum adanya struktur yang memadai. Dengan kehadiran Ditressiber, sekarang penanganan kasus siber bisa dilakukan lebih cepat dan tepat, karena setiap Polda yang telah memiliki Ditressiber dapat langsung bergerak menangani kasus siber tanpa harus menunggu bantuan dari pusat atau Bareskrim.
Menjawab Tantangan Siber di Era Digital
Peningkatan kejahatan siber di Indonesia tidak hanya menunjukkan tantangan bagi Polri, tetapi juga bagi masyarakat. Sebagai negara dengan jumlah pengguna internet yang sangat besar, Indonesia memiliki risiko yang tinggi terhadap kejahatan siber. Dengan adanya Ditressiber di delapan Polda, Polri memberikan sinyal bahwa keamanan digital kini menjadi prioritas, sejalan dengan perkembangan teknologi yang pesat.
Namun, tantangan ke depan tentu masih banyak. Selain menjaga kecepatan dan keakuratan penanganan kejahatan siber, Ditressiber juga perlu bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk instansi pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat luas, untuk menciptakan lingkungan digital yang aman dan nyaman. Dalam jangka panjang, literasi digital akan menjadi kunci untuk mengurangi potensi kejahatan siber di Indonesia.
Dengan langkah proaktif ini, Polri siap menghadapi ancaman siber yang kian meningkat, menjadikan dunia digital Indonesia lebih aman bagi seluruh penggunanya.
Penulis: Eri Surtrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/TR