Indonesia.go.id - Pilkada 2024 Jadi Momentum Kembangkitan

Pilkada 2024 Jadi Momentum Kembangkitan

  • Administrator
  • Jumat, 27 September 2024 | 13:30 WIB
INDUSTRI PENGOLAHAN
  Penurunan daya beli masyarakat mendorong konsumen untuk memilih produk yang lebih ekonomis, yang seringkali datang dari luar negeri. Di sisi lain, subsektor seperti industri pengolahan lainnya terkontraksi akibat penurunan pesanan pada produk-produk seperti alat musik dan barang-barang khusus lainnya. ANTARAFOTO
Stabilnya IKI bulan Agustus ditopang 20 subsektor yang mengalami ekspansi dengan kontribusi terhadap PDB triwulan II-2024 sebesar 94,6%.

Perekonomian dunia yang tidak baik-baik saja juga memberikan dampak rambatan bagi ekonomi Indonesia. Salah satunya memberikan dampak berupa pertumbuhan industri pengolahan di Indonesia terus menghadapi tantangan, terutama di tengah melemahnya daya beli masyarakat.

Berdasarkan analisis terbaru dari tim Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), isu itu menjadi salah satu faktor yang membayangi sektor manufaktur nasional.

Dalam laporan yang dirilis Kamis (29/8/2024), Kemenperin mencatat adanya korelasi yang signifikan antara Indeks Kepercayaan Industri (IKI) dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), yang mencapai 0,25.

Kondisi ini menunjukkan bahwa penurunan keyakinan konsumen terhadap pendapatan, ketersediaan lapangan kerja, dan kegiatan usaha berbanding lurus dengan penurunan dalam sektor manufaktur. Penurunan itu terlihat jelas pada Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang merosot ke level 49,3 pada Juli 2024, berada di bawah level 50, yang menandakan kontraksi.

Itu merupakan penurunan pertama sejak Agustus 2021, ketika pandemi Covid-19 masih memukul ekonomi global. Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif, menyampaikan bahwa meskipun IKI Agustus 2024 masih bertahan di zona ekspansi dengan angka 52,4, ada perlambatan dibandingkan Agustus 2023 yang mencapai 53,22. Ini menunjukkan bahwa meski masih ada pertumbuhan, lajunya melambat.

"Stabilnya IKI bulan Agustus ini ditopang oleh 20 subsektor yang mengalami ekspansi dengan kontribusi terhadap PDB triwulan II 2024 sebesar 94,6%," ujar Febri, Kamis (29/8/2024).

Namun, Febri juga menekankan bahwa variabel produksi masih menunjukkan pendalaman kontraksi, yang berarti perusahaan-perusahaan masih mengandalkan stok untuk memenuhi pesanan, tanpa diiringi dengan peningkatan produksi. Febri juga menjelaskan bahwa beberapa subsektor seperti industri tekstil, industri kertas dan barang dari kertas mengalami kontraksi akibat kalah bersaingnya harga produk dalam negeri dengan produk impor.

Penurunan daya beli masyarakat mendorong konsumen untuk memilih produk yang lebih ekonomis, yang seringkali datang dari luar negeri. Di sisi lain, subsektor seperti industri pengolahan lainnya terkontraksi akibat penurunan pesanan pada produk-produk seperti alat musik dan barang-barang khusus lainnya.

 

Dongkrak Kinerja

Menghadapi tantangan ini, Kemenperin mengantisipasi berbagai kebijakan yang dapat berdampak pada kinerja sektor industri. Beberapa di antaranya adalah Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Kesehatan dan rencana penerapan cukai pada minuman berpemanis serta makanan tertentu.

Selain itu, moratorium izin industri pengolahan dan/atau pemurnian logam (smelter) nikel tertentu serta pelarangan ekspor produk nikel kelas 2 juga menjadi perhatian untuk menjaga ketahanan cadangan biji nikel di dalam negeri.

Kemenperin juga mendorong percepatan pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Gas Bumi Untuk Kebutuhan Dalam Negeri. Ini diharapkan dapat memastikan ketersediaan bahan baku gas bagi sektor industri, yang bisa menjadi pendorong utama bagi industri manufaktur.

Salah satu peluang yang diidentifikasi oleh Kemenperin adalah momentum Pilkada 2024, yang diperkirakan dapat mendongkrak permintaan produk manufaktur, terutama produk-produk dalam negeri.

Febri juga mengimbau agar lembaga penyelenggara Pilkada dan para kontestan menggunakan produk dalam negeri, terutama dari industri kecil menengah (IKM), untuk berbagai kebutuhan kampanye. Tak dipungkiri, industri pengolahan Indonesia kini berada di persimpangan jalan, dengan tantangan yang cukup besar akibat melemahnya daya beli masyarakat.

Namun, peluang untuk bangkit tetap ada, terutama dengan dukungan kebijakan yang tepat dari pemerintah dan momentum ekonomi seperti Pilkada 2024. Dengan upaya bersama, industri ini masih memiliki potensi untuk kembali tumbuh dan berkontribusi lebih besar pada perekonomian nasional.

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/TR