Indonesia-Korea Selatan sepakat memakai mata uang lokal masing-masing dalam transaksi perdagangan bilateral.
Mata uang suatu negara memegang peranan penting dalam perekonomian, baik di tingkat nasional maupun internasional. Sebagai alat tukar dalam perdagangan internasional, mata uang memiliki peran signifikan dalam menjalin kesepakatan perdagangan antarnegara.
Hingga saat ini, Dolar Amerika Serikat (USD) masih mendominasi sebagai mata uang internasional. Namun, ketergantungan global terhadap dolar AS telah menimbulkan kekhawatiran, terutama terkait dengan fluktuasi nilainya yang dapat menggoyahkan stabilitas ekonomi negara-negara di dunia.
Dalam beberapa tahun terakhir, ketergantungan terhadap dolar AS mulai dipertanyakan. Negara-negara di berbagai belahan dunia mulai menginisiasi kesepakatan untuk menggunakan mata uang lokal dalam perdagangan internasional, dengan tujuan mengurangi risiko dan ketidakpastian yang disebabkan oleh fluktuasi nilai dolar.
Salah satu indikasi kuatnya fondasi keuangan suatu negara dapat dilihat dari cadangan devisanya. Pada akhir Agustus 2024, posisi cadangan devisa Indonesia tercatat sebesar USD150,2 miliar, meningkat dari USD145,4 miliar pada akhir Juli 2024.
Menurut Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono, kenaikan ini didorong oleh penerimaan pajak, devisa migas, serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah. “Dengan cadangan devisa yang memadai, Bank Indonesia menilai bahwa sektor eksternal Indonesia tetap kuat dan stabilitas makroekonomi serta sistem keuangan dapat terjaga dengan baik,” ujarnya di Jakarta, Jumat (6/8/2024).
Dalam menghadapi fluktuasi nilai dolar AS, beberapa negara mulai melakukan kesepakatan bilateral maupun multilateral untuk mengurangi ketergantungan mereka terhadap dolar. Salah satu langkah yang diambil adalah penggunaan Local Currency Transaction (LCT) antarnegara. Penggunaan LCT semakin meluas di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Kesepakatan LCT
Baru-baru ini, Indonesia dan Korea Selatan mencapai kesepakatan untuk menggunakan mata uang lokal masing-masing dalam transaksi perdagangan bilateral. Adalah Bank Indonesia (BI) dan Bank of Korea (BOK) yang mulai 30 Agustus 2024 membuka peluang digunakannya Rupiah-Won dalam transaksi perdagangan antara kedua negara.
Kesepakatan ini merupakan tindak lanjut dari Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani pada Mei 2023 dan kerangka operasional yang disepakati pada Juni 2024. Implementasi kerangka LCT ini akan dimulai secara efektif pada 30 September 2024.
Kesepakatan ini merupakan langkah penting dalam kerja sama keuangan bilateral antara Indonesia dan Korea Selatan. Kerangka LCT akan memperkuat interkoneksi bank yang ditunjuk sebagai Appointed Cross Currency Dealer (ACCD).
Bank-bank yang ditunjuk sebagai ACCD diharapkan bisa memfasilitasi transaksi berjalan antarnegara dengan menggunakan mata uang lokal. Selain itu, kesepakatan ini juga mendorong kuotasi nilai tukar langsung antara Rupiah dan Won, serta memberikan relaksasi ketentuan untuk mendorong pemanfaatan LCT.
Implementasi kerangka LCT diharapkan dapat mendorong peningkatan transaksi perdagangan bilateral, mengurangi eksposur risiko nilai tukar, dan meningkatkan efisiensi transaksi.
Bank-bank yang terlibat dalam operasionalisasi kerangka LCT ini antara lain PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank CIMB Niaga Tbk di Indonesia, serta Woori Bank, KEB Hana Bank Seoul, Shinhan Bank Seoul, Industrial Bank of Korea, Kookmin Bank, dan SMBC Seoul di Korea Selatan.
Dengan langkah-langkah ini, Indonesia dan negara-negara lainnya menunjukkan komitmen mereka untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS dan membangun sistem perdagangan internasional yang lebih stabil dan berkelanjutan. Di masa depan, penggunaan mata uang lokal dalam transaksi internasional dapat menjadi solusi efektif dalam menghadapi tantangan ekonomi global yang semakin kompleks.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini