Suasana pagi itu di ruang pertemuan Majelis Umum PBB yang berukuran panjang 50 meter dan lebar 30 meter, dengan nuansa panel ratusan kayu mapel dari hutan musim dingin Swedia setinggi 23 meter hingga menuju langit-langit berbentuk kubah metal sungguh lenggang. Sebanyak 1.800 kursi cokelat bermeja hijau di bagian tengah berplang nama negara dan 98 kursi lainnya warna biru di sayap kiri dan kanan bangunan tampak kosong-melompong.
Sejatinya, deretan kursi cokelat bermeja hijau panjang di bagian tengah ruangan itu diperuntukkan bagi para delegasi 193 negara anggota PBB. Sedangkan yang ada di sayap kiri-kanan bangunan untuk anggota delegasi. Namun, tak satu pun orang duduk di kursi-kursi dari ruang pertemuan hasil desain arsitek Swedia Sven Markelius itu.
Padahal di Rabu pagi 17 Juni 2020 waktu New York, ruangan pertemuan terbesar di kompleks markas besar PBB itu sedang berlangsung sidang rutin Majelis Umum. Agendanya memilih anggota tidak tetap Dewan Keamanan dan Dewan Ekonomi Sosial atau The United Nations Economic and Social Council (ECOSOC) serta presiden pimpinan sidang Majelis Umum untuk sesi ke-75. Pertemuan itu berlangsung dua hari.
Tijjani Muhammad Bande, selaku presiden sidang ke-74 dari pertemuan Majelis Umum, hari itu, menjelaskan bahwa dia memimpin sidang tertutup. Ya, pertemuan itu digelar secara virtual dan dilakukan sesuai dengan protokol kesehatan ketat dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) terkait pandemi global Covid-19. Dari atas podium marmer setinggi tiga meter dari lantai ruang sidang dengan latar dinding warna emas setinggi 23 meter yang dihiasi logo khas PBB warna biru, Bande yang asal Nigeria memberikan penjelasan.
Majelis Umum, katanya, akan memilih lima negara anggota tidak tetap Dewan Keamanan untuk masa keanggotaan setahun dan 18 negara anggota tidak tetap ECOSOC untuk masa tiga tahun.
Melalui pemungutan suara yang dilakukan oleh para wakil tetap negara anggota yang berada di luar ruang pertemuan dan dipanggil namanya untuk memasuki ruangan serta mengisi kartu suara serta memasukkan ke kotak suara.
Majelis Umum pun menetapkan Indonesia sebagai salah satu dari 18 negara anggota tidak tetap ECOSOC untuk periode 2021 hingga 2023. Dalam pemungutan suara itu, Indonesia diwakili oleh Duta Besar/Wakil Tetap RI di PBB Dian Triansyah Djani yang hari itu mengenakan batik emas lengan panjang.
ECOSOC merupakan salah satu dari enam badan utama PBB yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan bidang ekonomi dan sosial, terutama yang terkait ruang lingkup kerja 15 badan khusus, delapan komisi fungsional, dan lima komisi regional di bawah kewenangannya.
Bukti Kepercayaan Internasional
Indonesia yang memperoleh 186 dari 190 suara sah akan mewakili Asia Pasifik bersama Jepang dan Kepulauan Solomon untuk duduk di Dewan Ekonomi Sosial PBB yang membawahi lima lembaga. Kelimanya adalah Badan Pangan Dunia (FAO), WHO, Organisasi Maritim Internasional (IMO), Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), dan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).
Keberhasilan Indonesia ini sekaligus melanjutkan kepercayaan lembaga PBB yang secara terhormat telah menempatkan Indonesia sebagai anggota tidak tetap DK PBB (2019-2021), Dewan HAM PBB (2020-2021) dan kini Dewan ECOSOC untuk masa tiga tahun.
Ini merupakan penghormatan dan kepercayaan besar dari masyarakat internasional terhadap rekam jejak dan kiprah Indonesia di forum multilateral seperti di PBB. Dalam pernyataan pers tahunannya di 8 Januari 2020 lalu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah menyatakan keinginan kuat Indonesia untuk kembali menjadi anggota ECOSOC.
Komitmen terhadap isu kemanusiaan dan perdamaian dunia merupakan amanah dari Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Salah satunya diwujudkan melalui Indonesian-AID sebagai bentuk kerja sama pembangunan dan kemanusiaan. Selain itu, Indonesia akan mendorong kolaborasi di tengah pelambatan ekonomi dunia dan tren proteksi produk.
Pemulihan Covid-19
Usai terpilih, melalui keterangan resminya, pihak Kementerian Luar Negeri mengatakan keberhasilan Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan ECOSOC menjadi kesempatan besar untuk berkontribusi memajukan Agenda Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) 2030.
Indonesia juga bertekad untuk meningkatkan peran dalam pembahasan isu-isu strategis terutama di badan-badan yang berada di bawah Dewan ECOSOC.
Terpilihnya Indonesia di Dewan Ekonomi dan Sosial PBB memiliki arti penting. Yakni pertama, pemanfaatan platform ECOSOC dalam mendorong upaya pemulihan ekonomi dan sosial pascapandemi Covid-19.
Kedua, wujud kepemimpinan global Indonesia dalam mendorong akselerasi pencapaian SDGs dan terakhir adalah pemajuan program prioritas nasional yang sejalan dengan SDGs. Ini sekaligus berkontribusi dalam transformasi ekonomi, khususnya pada sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah tinggi bagi kemakmuran bangsa.
Indonesia telah 12 kali mengisi keanggotaan ECOSOC. Dimulai dari periode 1956-1958; 1969-1971; 1974-1975; 1979-1981; 1984-1986; 1989-1991; 1994-1996; 1999-2001; 2004-2006; dan 2007-2009. Terakhir kali Indonesia mengisi keanggotaan pada periode 2012-2014 dan terbaru adalah untuk periode 2021-2023.
Selama sejarah panjang menjadi anggota ECOSOC, Indonesia telah dua kali dipercaya menjadi Presiden ECOSOC yakni pada 1970 dan 2000. Selain itu, Indonesia pernah menjadi Wakil Presiden ECOSOC pada tahun 1969, 1999, dan 2012.
Penulis: Anton Setiawan
Editor: Firman Hidranto/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini