Musim pandemi Covid-19 dalam empat bulan terakhir adalah masa suram bagi dunia usaha. Seluruh sektor perekonomian mengalami kelesuan bahkan anjlok perfomanya di beberapa sektor seperti ritel, perhotelan, makanan/minuman, hiburan, barang elektronik, dan transportasi.
Tengok saja Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia (BI) yang dirilis Senin (13/7/2020), SKDU mengindikasikan adanya penurunan dalam pada kuartal II 2020.
Bank Indonesia mencatat, hal itu tecermin dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar -35,75 persen pada kuartal II 2020, terkontraksi lebih dalam dibandingkan dengan -5,56 persen pada kuartal I 2020.
Tingkat penurunan kegiatan dunia usaha terjadi pada seluruh sektor ekonomi. Penurunan terdalam pada sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor jasa-jasa. Mereka menderita penurunan permintaan dan gangguan pasokan akibat Covid-19.
Seturut dengan penurunan kegiatan dunia usaha, kapasitas produksi terpakai dan penggunaan tenaga kerja pada kuartal II-2020 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Menurut Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjarnako, kondisi likuiditas dan rentabilitas dunia usaha juga menunjukkan penurunan pada triwulan II-2020, dengan akses terhadap kredit perbankan yang lebih sulit.
Namun di kuartal III 2020, responden memperkirakan kegiatan usaha akan meningkat. Peningkatan didukung oleh perbaikan seluruh sektor, dengan SBT sebesar 0,52 persen. Peningkatan kegiatan dunia usaha diperkirakan dari sektor pertambangan dan penggalian serta sektor jasa.
Responden juga menilai peningkatan pada sektor pertambangan dan penggalian seiring dengan iklim cuaca yang mendukung. Selain itu, permintaan dari luar yang diperkirakan mulai meningkat pada kuartal III dan IV.
Sementara itu, peningkatan pada sektor jasa terutama pada administrasi pemerintahan didorong oleh berbagai program pemerintah pusat dan daerah dalam rangka penanggulangan Covid-19.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) pada Mei 2020 mengumumkan perekonomian Indonesia triwulan I 2020 hanya tumbuh sebesar 2,97 persen (year on year), melambat dibanding capaian triwulan I-2019 yang sebesar 5,07 persen.
Konsumsi selama periode itu tertolong oleh pertumbuhan tertinggi yang dicapai belanja pemerintah sebesar 3,74 persen. Sektor telekomunikasi dinilai juga tumbuh positif pada paruh awal 2020 ini.
Pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin tentu tidak bisa diam menyikapi kondisi suram seperti ini. Setelah menerbitkan paket kebijakan kesehatan, stimulus ekonomi, hingga jaring pengaman sosial dalam menangani pandemi Covid-19, sejak Juni 2020, pemerintah mulai menerapkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Keluarnya kebijakan ini seiring dengan masa transisi adaptasi kebiasaan baru (AKB) dengan menerapkan pelonggaran aktivitas sosial ekonomi dengan protokol kesehatan ketat. Artinya, masyarakat bisa melakukan aktivitas dengan aman dan tetap produktif.
Untuk mendongkrak sektor usaha nasional, khususnya kelompok korporasi untuk mengimbangi stimulus belanja pemerintah, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan memberikan penjaminan kredit modal kerja korporasi untuk 15 bank nasional maupun multinasional.
Hal tersebut diutarakan Menko Perekonomian Airlangga Hartanto saat Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama dan Nota Kesepahaman untuk Program Penjaminan Pemerintah kepada Korporasi Padat Karya dalam Rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional di Jakarta, Rabu (29/7/2020).
Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani menerangkan, pemerintah akan menjamin 60 persen dari kredit korporasi. Porsi lebih besar, yakni 80 persen, diberikan kepada sektor prioritas seperti pariwisata, otomotif, tekstil dan alas kaki, furnitur, kayu olahan, produk kertas, serta industri padat karya lainnya yang terkena dampak terparah pandemi Covid-19, namun memiliki efek berganda tinggi bagi ekonomi nasional.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43/2019 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 16/2020, fasilitas penjaminan kredit modal kerja korporasi ditujukan kepada pelaku usaha korporasi yang memiliki usaha berorientasi ekspor dan/atau padat karya yang memiliki minimal 300 karyawan.
Pelaku usaha korporasi yang dijamin tidak termasuk kategori BUMN dan UMKM, dan tidak termasuk dalam daftar kasus hukum dan/atau tuntutan kepailitan serta memiliki performing loan lancar sebelum terjadinya pandemi Covid-19.
Adapun, besaran kredit modal kerja yang dijamin pemerintah adalah di atas Rp10 miliar hingga Rp1 triliun. Skema penjaminan direncanakan berlangsung sampai akhir 2021 dan diharapkan dapat menjamin total kredit modal kerja yang disalurkan perbankan sampai Rp100 triliun.
Penjaminan dilakukan melalui dua Special Mission Vehicle (SMV) Kementerian Keuangan. Keduanya adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) sebagai penjamin dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) sebagai pelaksana dukungan loss limit atas penjaminan pemerintah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, sebetulnya, LPEI desainnya hanya untuk industri export-oriented tapi sekarang diperluas bagi industri substitusi impor agar bisa memberikan dampak positif buat ekonomi nasional.
Di sisi lain, PII yang biasanya sebagai penjamin proyek infrastruktur juga didesain ulang agar bisa menjadi second layer dari guarantee atau loss limit atas penjaminan pemerintah.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso berharap, penjaminan kredit korporasi oleh pemerintah tidak hanya akan membantu dunia usaha untuk kembali bangkit. Melalui skema ini, kinerja perbankan dalam menggerakkan ekonomi pun bisa semakin lancar.
Senada dengan Wimboh, Menko Airlangga berharap, fasilitas penjaminan kredit ini mampu mendorong sektor swasta menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi nasional, melengkapi dorongan dari belanja pemerintah.
“Jika ini bergulir dengan baik, momentum pemulihan ekonomi nasional pada 2021 bisa tercapai, bahkan bisa ditingkatkan terus di tahun-tahun selanjutnya.”
Inilah yang menjadi harapan pemerintah dengan lahirnya kebijakan fasilitas penjaminan kredit modal kerja bagi korporasi memberikan daya ungkit ekonomi nasional di masa transisi adaptasi kebiasaan baru, terutama bagi korporasi padat karya dan sektor UMKM.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Editor: Firman Hidranto/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini