"Di era pandemi Covid-19, untuk mencari sinyal anak-anak sekolah maupun mahasiswa harus pindah ke tempat tinggi dan tempat terbuka selama pembelajaran jarak jauh. Kami menginginkan ada dukungan dari pemerintah pusat agar kualitas pendidikan di wilayah NTT tidak turun," ungkap Kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov Nusa Tenggara Timur (NTT) Marius Ardu Jelamu dalam sebuah diskusi daring.
Marius pun mengeluhkan pembelajaran via digital di sana. Di sisi lain, sebagian masyarakat di daerah tersebut tergolong tidak mampu secara ekonomi, apalagi untuk membeli pulsa.
"Kami di sini, sinyalnya susah pulsa. Bantuan data senilai Rp50.000 yang sudah dibagikan kepada peserta didik habis sia-sia karena sinyal yang sangat sulit. Bahkan tempat tinggal peserta didik terpencar pada beberapa desa yang berjauhan sehingga pembelajaran digital tidak dapat terlaksana sesuai dengan harapan."
Dia berharap, ada bantuan bagi pendidikan dasar, menengah, hingga perguruan tinggi di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) dari pemerintah berupa perangkat telepon seluler android, laptop, dan penguatan sinyal seluler di titik-titik wilayah yang lemot internetnya.
Marius mengemukakan itu dalam diskusi daring bertajuk “Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di Wilayah 3T, antara Harapan dan Kenyataan” yang diselenggarakan oleh Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah XV pada Selasa (18/8/2020).
Keluhan ini tak berbeda jauh dengan survei yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terkait pembelajaran daring atau belajar jarak jauh terhadap 230 ribu mahasiswa yang tersebar di 32 provinsi pada akhir Maret 2020.
Mahasiswa responden survei tersebut adalah mahasiswa angkatan 2015 hingga 2019. Meski sebanyak 98 persen mengaku sudah menjalani pembelajaran secara daring, sebanyak 60% responden mengeluhkan akses layanan internet yang buruk selama belajar daring. Adapun, sebesar 46% menyebut kualitas materi kuliah daring dan bahan ajar dosen cukup baik.
Menyikapi kenyataan seperti itu, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud Nizam mengupayakan bantuan perangkat pembelajaran untuk membantu mahasiswa di daerah 3T mengakses pembelajaran jarak jauh.
"Kami upayakan berbagai bentuk dukungan sebagai upaya menyukseskan pelaksanaan pembelajaran daring dengan menjalin kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, antara lain, Kementerian Kominfo(Komunikasi dan Informatika, red) penyedia jasa internet serta content providers nasional maupun internasional serta menyiapkan platform pembelajaran (Learning Management System) yang dapat digunakan secara gratis oleh perguruan tinggi," ungkap Nizam.
Apa langkah pemerintah pusat dalam menyiasati kurangnya akses telekomunikasi di daerah 3T? Nizam pun menerangkan, Ditjen Dikti Kemendikbud mengupayakan berbagai dukungan, antara lain, dengan melakukan sinergi dengan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Kominfo untuk penyediaan infrastruktur dan layanan akses internet di daerah 3T.
Tidak itu saja, Kemendikbud juga sedang berupaya memberikan bantuan kepada mahasiswa di daerah 3T berupa pulsa untuk akses pembelajaran daring dan perangkat pembelajaran berupa tablet.
Sementara itu, berkaitan dengan perangkat keras terutama kemampuan tenaga pengajar, Ditjen Dikti juga telah menyiapkan kapasitas dosen dalam pelaksanaan pembelajaran daring. Berbagai pelatihan dan modul pembelajaran telah disiapkan untuk digunakan dalam pembelajaran daring tahun akademik 2020/2021.
"Selama masa libur semester ini, kami mempersiapkan berbagai pelatihan dan modul untuk dosen agar pembelajaran daring semester yang akan datang bisa berjalan lebih baik. Pelatihan yang berakhir pada 14 Agustus lalu diikuti lebih dari 100.000 dosen dan mahasiswa," jelas Nizam.
Dukungan Kemendikbud maupun Kemenkominfo untuk peningkatan pembelajaran jarak jauh di daerah 3T ini sudah mendapat lampu hijau dari Kementerian Keuangan. Dalam diskusi daring tersebut, Direktur Utama BAKTI Anang Achmad Latif menambahkan, pada 2020 Kementerian Kominfo menargetkan penyelesaian pembangunan layanan 4G di 12.548 desa guna memudahkan akses layanan internet, terutama untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara daring.
"Jadi targetnya di akhir tahun 2022, seluruh desa ini sudah selesai pembangunannya sehingga bisa terjangkau dengan layanan 4G," imbuh Anang Latif.
Layanan 4G tersebut penting diupayakan karena memiliki kecepatan akses cukup cepat sehingga siswa di sekolah maupun di pesantren, terutama di daerah-daerah pinggiran dapat mengikuti PJJ secara daring dengan lebih mudah.
Selain layanan 4G, pemerintah juga berupaya menyiapkan layanan fix broadband berupa Wifi di seluruh layanan publik di 150 ribu titik di seluruh Indonesia. "Layanan publik ini bisa berupa sekolah, pesantren, sekolah, kantor pemda, kantor desa, puskesmas, polsek dan ini semua layanannya gratis," katanya.
Satu hal, Marius Jemalu mengusulkan, untuk wilayah NTT, sembari menunggu hasil dari pembangunan infastruktur telekomunikasi, dalam mengatasi sulitnya sinyal perlu dipertimbangkan layanan radio streaming sebagai jawaban untuk dapat memfasilitasi proses belajar-mengajar mahasiswa maupun siswa.
Penguatan infrastruktur seluler dan internet dalam mendukung PJJ secara daring diharapkan bisa dikombinasikan dengan metode pembelajaran tatap muka. Apapun, pembelajaran tatap muka tetap penting dalam menggulirkan transformasi kultural atau penguatan karakter bagi mahasiswa khususnya di daerah pinggiran. Harapannya, kualitas pendidikan tinggi tetap terjaga meski dalam masa adaptasi kebiasaan baru sebagai upaya transisi dari pandemi Covid-19.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Firman Hidranto/Elvira Inda Sari
Bahasa: Ratna Nuraini