Masih jauh untuk disebut pulih, namun sudah jauh membaik. Begitulah kondisi umum di Bursa Efek Indonesia (BEI). Ukuran pokoknya tentu indeks harga saham gabungan (IHSG), yang pada Senin pekan kedua September 2020 dibuka pada level 5.239 dan ditutup sore harinya dengan melemah 7 poin. Isu-isu ekonomi global menahan laju pendakian IHSG di BEI hari itu.
Namun, secara umum pasar modal BEI terus merangkak dan mendaki. Badai Covid-19 sempat membuat IHSG terempas ke level 3.990 pada 23 Maret silam. Namun, segera terkoreksi lantas melompat ke level 4.500--4.600 pada awal Juni. Relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang diikuti bergeraknya kembali mesin ekonomi, membuat bursa saham terangkat.
Pada tiga bulan terakhir, IHSG terkerek menguat 10,5 persen ke level sekarang, setelah dapat menembus batas psikologis 5.000 di pertengahan Juli lalu. Namun, posisi 5.200 itu masih 17 persen di bawah kondisi normal Februari lalu yang bertengger di level 6.300-an. Toh, progres tiga bulan terakhir ini membuat banyak pemain di BEI merasa yakin bahwa situasi akan makin membaik. Suasananya kondusif.
Kondisi ini pun membuka peluang bagi kelanjutan agenda initial public offering (IPO) sejumlah calon emiten. Setelah lama disiapkan, delapan perusahaan calon emiten mengejar pencatatan saham di BEI sebelum akhir kuartal tiga 2020. Mereka akan menggunakan laporan keuangan kuartal pertama 2020 sebagai basis data dalam penawaran umum.
Tak ayal, pencatatan saham di BEI akan semakin meriah dengan kehadiran emiten baru. Tujuh emiten akan mencatatkan (listing) saham di BEI pada pekan kedua dan satu emiten lainnya di pekan ketiga September 2020 ini.
Para emiten baru itu adalah PT Kurniamitra Duta Sentosa Tbk (KMDS), yang bergerak di bisnis perdagangan bahan makanan dan minuman. Dia akan melepas 20 persen sahamnya, 160 juta lembar, ke publik dengan nilai Rp48 miliar. Emiten lainnya ialah PT Bank Bisnis Internasional Tbk (BBSI), bank yang berpusat di Bandung. Targetnya, meraih Rp189 miliar dana publik guna memperkuat struktur permodalannya.
Ada pula PT Selaras Citra Nusantara Perkasa Tbk, perusahaan yang memproduksi dan menjual berbagai peralatan rumah tangga. Lewat IPO ini, PT Selaras Citra ingin menarik dana publik Rp55 miliar. Selebihnya, ada PT Puri Global Sukses Tbk (bidang properti, Batam), PT Soho Global Health Tbk (farmasi), PT Rockfields Properti Indonesia Tbk , PT Grand House Muli Tbk, serta PT Planet Properindo Jaya. Dua yang terakhir juga begerak di bisnis properti.
Namun pada hari-hari pertamanya bergulir di lantai bursa, saham-saham dari emiten baru itu disambut oleh tekanan harga pasar. Pada perdagangan pertengahan pekan kedua September 2020, harga saham dari berbagai cabang bisnis mengalami koreksi, melemah, mulai dari saham infrastruktur, pertambangan, perkebunan, perdagangan, industri, hingga manufaktur. Meski tidak terkoreksi tajam, ada arus yang menahan tren gerak naik IHSG.
Sejumlah analis pasar modal menyebut bahwa ada reaksi yang beruntun. Bursa Asia melemah akibat merosotnya indeks acuan di bursa Wall Street karena terkoreksinya harga saham sektor teknologi, termasuk Apple, Microsoft, Facebook, bahkan Zoom Video. Ditambah pula isu harga minyak yang menurun dan imbal hasil US Treasury menciut.
Maka, saham-saham di bursa ASX Australia ikut mengerut, lalu Kopsi Korea dan Nikkei Jepang pun ketularan. Berikutnya Sanghai Composit, Hang Seng, Straits Times, dan BEI pun terjangkiti. Namun, sejauh ini tak ada isu yang terlalu fundamental.
Secara domestik, menurut para analis, tidak ada isu khusus yang menekan harga-harga saham BEI. Mereka percaya bahwa dinamika di pasar modal bisa mengangkat kembali saham-saham yang tertekan secara cepat. Tak ada isu fundamental. Namun, meski tak memberikan dampak secara langsung, angka penularan Covid-19 di Indonesia yang makin menguat, ikut mengusik kegairahan investor dan dianggap menjadi faktor ketidakpastian.
Toh, ada juga alasan untuk optimistis. Para analis dari Indopremier Sekuritas menunjuk gejala kenaikan harga minyak sawit alias crude palm oil (CPO) serta sejumlah produk pertambangan tetap membawa laju IHSG ke zona positif.
Harga referensi produk CPO untuk penetapan bea keluar (BK) pada periode September 2020, misalnya, mencapai USD738 per Metric Ton (MT), naik USD81,09 atau 12,3 persen dari periode Agustus. Harga hasil tambang seperti bijih nikel, timah, dan tembaga pun menguat. Mereka yakin IHSG berpeluang untuk makin bersinar.
Maka, para emiten baru itu seperti mulai berlayar dengan arah angin yang sesuai. Cepat atau lambat, sahamnya akan diburu orang.
Penulis: Putut Trihusodo
Editor: Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini