Pada Ahad 31 Januari 2021, Nahdlatul Ulama (NU) genap berusia 95 tahun. Organisasi Islam terbesar di Indonesia itu dideklarasikan dari Kota Surabaya pada 16 Rajab 1344 H atau 31 Januari 1926. Ketika itu, KH Hasyim Asy’ari mendapat amanah untuk memimpin organisasi baru itu sebagai rois akbar.
Terkait peringatan hari lahir (harlah) ke-95 NU, Presiden Joko Widodo menyampaikan ucapan selamat melalui tayangan video yang diunggah akun YouTube Sekretariat Presiden, pada Sabtu (30/1/2021). Di situ, Presiden Jokowi mengharapkan NU terus bergerak dan berkontribusi bagi kehidupan bangsa.
‘’Semoga Allah SWT senantiasa merahmati dan memberkahi Nahdlatul Ulama serta warga nahdliyin di seluruh dunia. Mari kita dukung terus Nahdlatul Ulama agar bergerak dan terus berkontribusi untuk memperkuat kehidupan bangsa Indonesia dan memajukan peradaban dunia dengan spirit Islam Nusantara yang rahmatan lil’alamin,” ujarnya.
Kontribusi NU pada bangsa Indonesia, menurut Presiden Jokowi, terlihat nyata dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Tak hanya itu, kontribusi tersebut juga berlanjut di masa pembangunan negara dalam rangka mengisi kemerdekaan. Maka, Presiden Jokowi menyatakan rasa syukur dan terima kasihnya kepada NU yang disebutnya selalu konsisten membela Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945.
“Di tengah perubahan dan tantangan zaman yang semakin kompleks, NU pun selalu berada di garda terdepan dalam membela kepentingan bangsa dan negaranya. Kita semua melihat bukti yang nyata Nahdlatul Ulama berperan besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, menggerakkan semangat nasionalisme, semangat toleransi, serta melawan segala bentuk radikalisme dan terorisme,” imbuhnya.
Kepala Negara berharap, peran strategis para kiai dan santri NU, bersama pemangku kepentingan bangsa lain, dalam membangun masa depan Indonesia, dapat terus berlanjut dan terjalin erat. Apalagi, bangsa Indonesia kini berhadapan dengan tantangan era revolusi industri jilid keempat dan kompetisi global yang semakin ketat.
Para nahdliyin muda pun diharapkan semakin gencar turut berkiprah dalam memajukan pemberdayaan ekonomi umat yang berbasiskan pada pesantren. Tak hanya bersemangat dalam memperoleh ilmu agama, para santri muda NU tersebut juga bersemangat menjadi wirausaha untuk memajukan umat dan sesama.
“Setiap saya mengunjungi pesantren-pesantren, saya melihat optimisme di sana, karena saya melihat para santri tidak hanya paham ilmu agama, tapi juga wirausaha. Bahkan saat ini, banyak para santri sudah melek digital dan tak sedikit yang menjadi pelopor teknologi informasi yang bisa membawa manfaat nyata bagi negara ini,” Presiden Jokowi menambahkan.
Sesuai Jalur
Menyambut peringatan harlah ke-95 itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Utama (PBNU) Profesor Dr Said Aqil Siradj merasa bersyukur bahwa NU masih terus berdiri di jalurnya. “NU hampir 100 tahun, sudah banyak andil kontribusinya untuk bangsa ini. Banyak lika-likunya. Kadang menjumpai perjalanan yang mudah, tapi tidak sedikit kita jumpai perjalanan yang terjal,” kata Said dalam pidatonya, pada acara “Konser Amal dan Harlah NU ke-95” secara virtual, Sabtu (30/1/2021).
"Alhamdulillah, sampai hari ini NU masih on the right track menjalankan amanah yang kita warisi dari para ulama pendiri NU,” Said Agil menambahkan. Ia pun bersyukur dan bangga bahwa NU hadir di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk, terdiri dari berbagai suku, agama, budaya, dan bahasa. Keragaman, menurutnya, patut disyukuri. “Perbedaan tradisi, perbedaan agama, sudah tidak lagi menjadi ganjalan bagi bangsa Indonesia. Itu harus kita syukuri. Kita bisa mapan dalam berbangsa dan bermasyarakat,” ujarnya.
Menurut Said, Indonesia beruntung memiliki organisasi masyarakat (ormas) besar yang tak pernah lelah turut menyatukan bangsa Indonesia dari perbedaan yang ada. Ia menyatakan, NU punya kontribusi besar dalam membangun solidaritas dan persatuan bangsa Indonesia. “NU itu ormas besar, maka sudah barang tentu andilnya dan kontribusinya pun besar dalam memperkuat solidaritas persatuan dan kesatuan Indonesia ini,” ucapnya.
Pada kesempatan lain, Agil Siraj mengatakan, ajaran khas NU, yakni hubbul wathon minal iman (cinta tanah air adalah sebagian dari iman) adalah hasil ijtihad ulama NU, utamanya KH Hasyim Asy’ari, dalam mengimplementasikan prinsip Islam yang rahmatan lil alamin di bumi Indonesia. “Dalam Muktamar NU di Banjarmasin 1936, para kiai NU pun bersepakat bahwa bentuk negara Indonesia merdeka yang diperjuangkan adalah darussalam. Bukan darul-Islam,” Agil Siraj menambahkan. Artinya, bukan negara agama.
Semboyan hubbul wathon minal iman itu pula yang menjadi salah satu pendorong, ketika perwakilan umat Islam menerima Pancasila sebagai falsafah negara, dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada Agustus 1945. Ketika itu salah satu wakil dari kelompok Islam adalah KH Wahid Hasyim, putra dari Hadratusyaikh Hasyim Asy’ari.
Dalam perjalanannya, menurut KH Said Agil, NU selalu tampil di barisan terdepan dalam mempertahankan dan membela Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Perjuangan itu terus dilakukannya tanpa batas waktu.
Penulis: Putut Tri Husodo
Redaktur: Ratna Nuraini/ Elvira Inda Sari