Penambahan kasus positif Covid-19 di tanah air terus meninggi. Dimulai sejak 15 Januari 2021, penambahan konfirmasi positif di Indonesia mencapai 12 ribu orang. Sehari kemudian, pada pembaruan data penularan virus corona di Indonesia terdapat 14.224 kasus terkonfirmasi positif virus corona. Kontan pemerintah tidak tinggal diam.
Sejumlah langkah khusus dikabarkan tengah disiapkan secara terukur. Di antara langkah yang disiapkan itu, menyeruak opsi karantina wilayah terbatas. Opsi itu muncul menyusul perintah Presiden Joko Widodo kepada jajarannya agar membuat strategi penanganan corona yang lebih baik. Dan salah satu permintaan Presiden Jokowi adalah mempertimbangkan kemungkinan digelarnya karantina wilayah terbatas sampai tingkat mikro, yakni di lingkup RT dan RW.
"Terutama level hulu, langkah untuk melakukan karantina wilayah terbatas, kemudian tracing, tracking, testing, dan tentu saja protokol kesehatan 3M dan pengobatan pada mereka yang berstatus sebagai penyandang Covid-19," ujar Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (27/1/2021).
Karantina wilayah terbatas itu sendiri, sesuai rencana, ditujukan untuk mendalami kasus corona yang ada di suatu wilayah. Caranya, dengan melakukan pemisahan masyarakat yang terdeteksi positif lewat isolasi mandiri atau isolasi kolektif.
Hanya saja seperti apa teknis pelaksanaan karantina wilayah terbatas itu, Muhadjir menegaskan, masih akan dibahas lebih lanjut. "(Teknisnya) Kita akan terus atur. Dan sebetulnya Presiden sudah memesan agar sungguh-sungguh diterapkan karantina terbatas, kemudian isolasi mandiri, dan kalau tidak memungkinkan dilakukan isolasi kolektif secara terpusat," ujar menteri yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) itu.
Pada Kamis (28/1/2021), Satgas Covid-19 kembali mengungkap adanya lonjakan tertinggi angka kematian sepanjang pandemi yang telah berlangsung hampir 11 bulan. Tercatat kematian terjadi atas 476 orang, sehingga menggenapkan total kematian akibat Covid-19 di angka 29.331.
Sesuai Regulasi
Jika jadi diberlakukan, opsi karantina wilayah secara terbatas memang merupakan hal baru di negara ini. Kendati begitu, aturan terkait karantina wilayah telah secara jelas dimaktub dalam Pasal 53, Bab VII Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di Wilayah, Bagian Ketiga Karantina Wilayah, UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Dalam aturan itu diatur sejumlah poin terkait. Yakni, (1) Karantina wilayah merupakan bagian respons dari kedaruratan kesehatan masyarakat. Lalu, (2) Karantina wilayah sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilaksanakan kepada seluruh anggota masyarakat di suatu wilayah apabila dari hasil konfirmasi laboratorium sudah terjadi penyebaran penyakit antaranggota masyarakat di wilayah tersebut.
Kemudian pada Pasal 54 diatur hal-hal yang terkait karantina wilayah itu. Yakni, (1) Pejabat karantina kesehatan wajib memberikan penjelasan kepada masyarakat di wilayah setempat sebelum melaksanakan karantina wilayah. Kemudian, (2) Wilayah yang dikarantina diberi garis karantina dan dijaga terus-menerus oleh pejabat karantina Kesehatan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berada di luar wilayah karantina.
Lalu, (3) Anggota masyarakat yang dikarantina tidak boleh keluar masuk wilayah karantina. Dan (4) Selama masa karantina wilayah ternyata salah satu atau beberapa anggota di wilayah tersebut ada yang menderita penyakit kedaruratan kesehatan masyarakat yang sedang terjadi maka dilakukan tindakan Isolasi dan segera dirujuk ke rumah sakit.
Selanjutnya di Pasal 55 diatur pula tentang tanggung jawab yang muncul sebagai konsekuensi pemberlakuan aturan itu. Yakni, (1) Selama dalam karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Selain itu, (2) Tanggung jawab pemerintah pusat dalam penyelenggaraan karantina wilayah sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan dengan melibatkan pemerintah daerah dan pihak yang terkait.
Penguncian di Awal Pandemi
Lantas kiranya, seberapa efektifkah langkah itu untuk menekan laju penularan virus SARS COV-2? Untuk jawabannya tentu belum dapat diberikan secara pasti. Tapi pengalaman di sejumlah negeri jiran, patutlah untuk disimak. Kendati istilah yang digunakan berbeda, bukan karantina wilayah, agaknya wujud kebijakan lockdown yang diberlakukan di sejumlah negeri nyaris serupa dengan aturan karantina wilayah.
Lockdown sendiri digelar dengan tujuan menghindari terjadinya penyebaran virus. Dalam kamus Cambridge, lockdown merupakan sebuah situasi di mana orang tidak diperbolehkan untuk masuk atau meninggalkan sebuah bangunan atau kawasan dengan bebas karena alasan sesuatu yang darurat.
Sementara itu, Profesor Hukum Kesehatan dari Washington College of Law Lindsay Wiley, seperti dikutip Vox, Selasa (3/3/2020), mengatakan bahwa istilah lockdown atau penguncian bukan istilah teknis yang digunakan oleh pejabat kesehatan masyarakat atau pengacara. Lockdown dapat digunakan untuk merujuk pada apa saja dari karantina suatu wilayah. Keputusan lockdown bisa dibuat di tingkat kota, maupun negara.
Sejumlah negara diketahui pernah memberlakukan lockdown terkait dengan penyebaran wabah virus corona. Pada era awal merebaknya virus corona mutan itu, kebijakan lockdown diberlakukan oleh otoritas Tiongkok, Italia, Spanyol, Prancis, Irlandia, El Savador, Belgia, Polandia, Argentina, Yordania, Belanda, Denmark, Malaysia, Filipina, dan Libanon.
Dari negara-negara tersebut, kebijakan lockdown demi menekan kasus penularan Covid-19 tampak sukses di Tiongkok. Diketahui, wabah Covid-19 diketahui pertama kali menginfeksi warga yang tinggal di Wuhan, Ibu Kota Hubei, Tiongkok, pada penghujung Desember 2019. Sebagaimana dilansir dari Business Insider, negara itu kemudian menerapkan karantina terbesar dalam sejarah manusia dalam upaya pengendalian virus.
Penguncian pertama dilakukan di Wuhan pada 23 Januari, dan selanjutnya Tiongkok mengunci 15 kota lain pada akhir Januari. Pada puncaknya, disebutkan The Wall Street Journal, karantina pun sampai diberlakukan di 20 provinsi dan wilayah. Hampir berselang empat bulan kemudian, tepatnya pada 8 April 2020, Pemerintah Tiongkok secara resmi mencabut lockdown Kota Wuhan.
Setelah pemberlakuan karantina selama 76 hari, kota itu dinyatakan sudah cukup aman dari ancaman wabah Covid-19. Saat lockdown dibuka, catatan yang tersisa menunjukkan bahwa wabah telah mengakibatkan 2.500 orang di Wuhan meninggal dunia.
Saat Gelombang Kedua
Kebijakan lockdown nyatanya juga menjadi pilihan Pemerintah Negara Bagian Victoria, Australia, tatkala virus mengamuk di kawasan itu pada Agustus 2020. Tercatat pada saat puncak penularan virus yang ditengarai sebagai serangan kedua pandemi, angkanya mencapai 670 kasus per hari.
Pada Senin, 17 Agustus 2020, otoritas setempat mengungkapkan angka 25 kematian dalam sehari. Dan itu, menjadi yang terburuk di kawasan itu. Lockdown ketat pun diberlakukan di Ibu Kota Victoria, Melbourne. Di bawah aturan lockdown ketat, warga hanya boleh keluar rumah untuk berolahraga, membeli kebutuhan pokok, bekerja, atau berobat. Setelah selama sekitar tiga bulan memberlakukan lockdown ketat, pada Senin (19/10/2020), otoritas negara bagian Victoria, Australia, pun mulai melonggarkan sebagian pembatasan sosial.
Dari data yang dilansir pada Minggu (18/10/2020) tampak bahwa Victoria hanya melaporkan dua kasus baru infeksi virus corona. Sebelumnya pada Sabtu (17/10/2020) hanya dilaporkan satu kasus infeksi corona. Negara bagian Victoria merupakan episentrum virus corona di Australia. Victoria bahkan tercatat menyumbangkan 90 persen kasus kematian di Australia. Secara nasional, Australia memiliki 27.390 kasus infeksi virus corona. Sebanyak 904 di antaranya meninggal dunia.
Kebijakan yang diberlakukan di Victoria menunjukkan bahwa penguncian yang ditarget dapat efektif mengendalikan virus corona, yaitu menurunkan jumlah infeksi, menurunkan tekanan pada rumah sakit, staf medis, dan menciptakan ruang untuk melakukan penelusuran kontak dan pengujian massal.
Penulis: Ratna Nuraini
Editor: Firman Hidranto/ Elvira Inda Sari