Untuk mencapai tujuan bebas emisi, Indonesia memerlukan dukungan internasional. Terutama, dalam hal pendanaan dan kerangka kebijakan.
Kolaborasi Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia terus berlanjut. Lembaga keuangan internasional tersebut berkomitmen memberikan dukungan bagi Indonesia dalam Presidensi G20, transisi energi, lingkungan, penanganan pandemi Covid-19, ketahanan pangan, hingga isu kawasan Asia-Pasifik.
Berbagai isu tersebut secara khusus dibahas ketika Presiden Joko Widodo menerima sejumlah pimpinan Bank Dunia di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (16/2/2022). Presiden Jokowi menerima Axel Van Trotsenburg selaku Managing Director of Operations, Manuela V Ferro selaku Vice President East Asia and Pasific Region, serta Satu Kahkonen selaku Country Director Indonesia dan Timor Leste.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Jokowi didampingi oleh Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
"Area yang dibicarakan tadi sedikit mengenai Covid-19, kemudian tadi mengenai energy transition mechanism, terus kemudian juga tadi bicara menyangkut masalah mangrove dan ibu kota. Sangat luas pembicaraan tadi, sampai pada Myanmar juga," ujar Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam keterangannya seusai pertemuan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan, Bank Dunia juga memberikan dukungannya terhadap agenda-agenda G20 di Indonesia. Menurut Sri, kepemimpinan Indonesia pada G20 yang didukung oleh dunia internasional memegang peranan penting dalam upaya pemulihan ekonomi global selepas pandemi.
Di samping itu, dalam perbincangan tersebut juga menekankan bagaimana Indonesia dapat menjadi contoh penerapan transisi energi, komitmen untuk melaksanakan Komitmen Perjanjian Paris 2015, hingga menurunkan karbon sesuai dengan nationally determined contribution (NDC) Indonesia.
Namun, Sri Mulyani melanjutkan, untuk mencapai ambisi net zero emission (bebas emisi) di dunia, Indonesia memerlukan dukungan internasional. Terutama, dalam hal pendanaan dan kerangka kebijakan.
Pihak Indonesia menjelaskan pemerintah sudah memiliki mekanisme untuk membentuk harga karbon, pasar karbon, dan pajak karbon. Sejumlah proyek energi baru dan terbarukan (EBT) juga sudah dibangun.
Presiden Jokowi menegaskan kepada Bank Dunia, komitmen Indonesia dalam transisi energi dan ekonomi hijau tak perlu diragukan. Sehingga, perlu adanya dukungan pendanaan seperti yang pernah ditawarkan oleh negara-negara maju.
Berdasarkan data Bank Dunia, penggalangan dana dari nilai ekonomi karbon bisa mencapai USD53 miliar pada 2020. Indonesia menetapkan ambisi yang cukup tinggi sebagai negara berkembang, yakni penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030.
Disinggung pula, dalam bidang lingkungan, Bank Dunia juga memberikan dukungan untuk program penanaman kembali mangrove di Indonesia. Menurut Menteri Keuangan, program tersebut bisa menjadi salah satu contoh upaya Indonesia dalam penanganan dampak perubahan iklim.
Lingkungan Berkelanjutan
Bank Dunia dalam beberapa tahun terakhir berkomitmen untuk terus mendukung agenda pemerintah Indonesia dalam pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Agenda itu sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, dan perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui beberapa upaya mengatasi pencemaran sampah dan menjaga laut tetap sehat.
"Di tingkat global, reformasi yang mendorong ekonomi laut yang berkelanjutan telah terbukti dapat mengembangkan potensi ekonomi laut sekaligus mengatasi perubahan iklim, memenuhi kebutuhan bagi ketahanan pangan dan keanekaragaman hayati," ujar Satu Kahkonen.
Investasi yang berkelanjutan dalam bentuk keterampilan, kelembagaan, infrastruktur, dan layanan diharapkan akan membantu Indonesia memanfaatkan sumber daya lautnya secara berkelanjutan dan menyeluruh. Selain itu, di masa pascapandemi Covid-19, kegiatan restorasi dan konservasi ekosistem pesisir dan laut dapat membantu menyediakan pekerjaan jangka pendek sembari memperkuat ketahanan dalam jangka panjang.
Untuk mengecek program penanganan sampah laut, Manuela V Ferro didampingi Deputi bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Nani Hendiarti meninjau Pintu Air Manggarai dan Muara Kali Adem, Jakarta pada Sabtu (12/2/2022).
Kunjungan tersebut bertujuan untuk mengetahui aliran langsung sampah plastik dan bagaimana sampah ini menumpuk di sungai serta memengaruhi kondisi kehidupan masyarakat sekitar. Disampaikan kepada Manuela, Indonesia sudah berhasil mengurangi kebocoran sampah dari darat ke laut sebesar 28,5 persen hingga tahun ini.
Capaian ini sangat menggembirakan karena sudah melebihi nilai 2,6 persen dari target yang ditetapkan sebelumnya. "Pada 2022, kita mempunyai target pengurangan sebesar 38,5 persen, dan kami yakin jika semua stakeholder bekerja bersama-sama target pengurangan 70 persen sampah laut akan tercapai pada 2025 atau lebih cepat," jelas Deputi Kemenko Marinves.
Ekosistem mangrove juga menjadi perhatian serius Pemerintah Indonesia. Pemerintah menargetkan rehabilitasi mangrove seluas 600 ribu hektare hingga 2024. "Kami yakin semua upaya ini tidak hanya berdampak pada kelestarian lingkungan laut dan pembangunan berkelanjutan, melainkan juga pada perubahan iklim," kata Presiden Jokowi saat membuka One Ocean Summit 2022, Jumat (11/2/2022).
Pada Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP26) tahun yang lalu, bersama negara-negara Archipelagic and Island States Forum, Indonesia menyerukan pentingnya keterkaitan antara laut dan perubahan iklim.
Kepala Negara meyakini, pengelolaan lingkungan laut perlu ditempatkan dalam dimensi pembangunan berkelanjutan dan menjadi bagian untuk mendukung pemulihan ekonomi dari dampak pandemi.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari