Indonesia.go.id - Menghela Pemulihan Ekonomi Terus Berlanjut

Menghela Pemulihan Ekonomi Terus Berlanjut

  • Administrator
  • Selasa, 22 Februari 2022 | 09:32 WIB
G20
  Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (keempat kanan) berbincang dengan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kiri) saat hari kedua Pertemuan Tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 atau Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) G20 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat (18/2/2022). ANTARA FOTO
Ada enam hal penting yang sangat relevan bagi Indonesia dan dunia dalam pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20.

Kegiatan tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara G20 telah selesai diselenggarakan, Jumat (18/2/2022). Dalam pertemuan itu, mereka telah menghasilkan komunike sebagai upaya pemulihan ekonomi global terus berlanjut.

Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara G20 mengakui urgensi upaya pemulihan ekonomi global--meskipun laju antara satu negara dan lainnya berbeda. Apalagi, momentum pemulihan itu terhambat dan melemah akibat kembali merebaknya varian baru virus Corona. 

Dalam kesempatan itu, Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati mengemukakan, pertemuan telah menuntaskan berbagai isu penting sesuai prioritas Presidensi G20 Indonesia. “Terdapat enam hal penting yang sangat relevan bagi Indonesia dan dunia,” ujarnya, dalam konferensi pers berkaitan dengan komunike jalur keuangan (finance track) Presidensi G20 Indonesia.

Pertama, pembahasan penguatan arsitektur kesehatan global di era pendemi Covid-19. Berikutnya sustainable finance, krisis iklim, infrastruktur, dan perpajakan internasional. Khusus perpajakan ada dua pilar, yakni perpajakan di sektor digital dan global minimum taxation.

Di forum G20 juga mengemuka kondisi negara-negara miskin dan berkembang yang terjerat utang. "Untuk itu, perlu kerja sama global dari kreditur untuk memberikan ruang agar negara-negara itu bisa pulih kembali,” katanya Menkeu Sri Mulyani.

Lebih lanjut, Sri Mulyani menambahkan, masih akan ada sejumlah pertemuan ke depan, di sela-sela pertemuan tahunan IMF & WB di Washington DC, AS, Oktober 2022. Hasil pertemuan tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral itu akan menjadi bahan penting bagi pertemuan pimpinan negara pada saat pertemuan puncak G20.

Pada kesempatan yang sama Perry Warjiyo menambahkan, sistem moneter internasional juga menjadi bahasan penting. Utamanya, berkaitan dengan rencana dan antisipasi dari normalisasi kebijakan di negara-negara maju.

"Dalam hal ini disepakati dari sesi kedua ini perlunya mendukung stabilitas makro dan keuangan global, G20 berkomitmen menerapkan normalisasi yang dikalibrasi dengan baik, direncanakan dengan baik, dan dikomunikasikan dengan baik," kata Perry.

Tak dipungkiri, pemulihan ekonomi masing-masing negara tentu memiliki perbedaan kapasitas dalam mengatasi pandemi Covid-19.  Termasuk salah satunya melalui penyediaan vaksin di berbagai negara. Kondisi ini menjadi faktor utama yang menyebabkan pemulihan yang tidak merata. Faktor-faktor ini tentu akan membentuk lanskap ekonomi global ke depan.

Masalah pemulihan ekonomi menjadi tantangan ke depan. Apalagi bila mengacu ke proyeksi pertumbuhan yang pernah dirilis IMF. Lembaga itu sudah menyebutkan pertumbuhan pada 2020 mengalami kontraksi 3,3 persen, pada 2021 tumbuh 5,9 persen, dan melambat menjadi 4,4 persen pada 2022. 

Faktor lain yang berkontribusi terhadap pelambatan tersebut di antaranya meningkatnya harga pangan dan energi, potensi kenaikan suku bunga, gangguan rantai pasokan, bencana akibat perubahan iklim, dan meningkatnya ketegangan geopolitik. “Untuk dapat terus mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, maka penanganan pandemi menjadi prasyarat utama. Hal ini menjadi hambatan besar di negara miskin dan berkembang yang memiliki keterbatasan kapasitas pendanaan untuk menangani pandemi,” ujar Sri Mulyani.

Khusus dialog soal jalur keuangan G20 (G20 Finance Track Dialogue), Sri Mulyani menjelaskan, para menteri dan gubernur juga membahas dampak makroekonomi dan fiskal terkait kebijakan perubahan iklim, sehingga dapat dimanfaatkan untuk membahas isu-isu teknis terkait.

Apalagi, negara-negara maju punya komitmen untuk memobilisasi pendanaan iklim bersama sebesar USD100 miliar per tahun pada 2020, dan setiap tahun hingga tahun 2025 sesegera mungkin untuk memenuhi kebutuhan negara-negara berkembang, dalam konteks tindakan mitigasi yang berarti dan transparansi dalam pelaksanaannya.

Ihwal dukungan bagi stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, tambah Sri Mulyani, G20 berkomitmen untuk menerapkan kebijakan yang terkalibrasi dengan baik (well calibrated), terencana dengan baik (well-planned), dan dikomunikasikan dengan baik (well-communicated) dalam rangka normalisasi kebijakan terkait pandemi dan mengatasi dampak jangka panjang dari pandemi (scarring effect), sesuai dengan kondisi masing-masing negara.

Hal ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi dampak rambatan dan efek jangka panjang dari perbedaan laju pemulihan ekonomi dan kapasitas penanganan pandemi yang beragam di setiap negara. Di tengah ketidakpastian global saat ini dan kebutuhan untuk meningkatkan resiliensi perekonomian, G20 menegaskan kembali komitmen untuk memperkuat ketahanan keuangan jangka panjang. 

Untuk itu pulalah, G20 mendiskusikan upaya meningkatkan aliran modal asing yang berkelanjutan dan mendorong kaji ulang pandangan institusional Dana Moneter Internasional mengenai liberalisasi dan pengelolaan arus modal jangka pendek untuk memitigasi risikonya. Sejalan dengan hal tersebut, pandemi Covid-19 juga telah berdampak pada terganggunya rantai pasok perdagangan dan pembiayaan internasional.

Untuk mengatasi hal tersebut, Presidensi G20 Indonesia akan mendiskusikan penggunaan multicurrency dalam perdagangan dan pembiayaan secara berimbang, dengan memperhatikan manfaat dan biayanya.

Selain itu, G20 juga berkomitmen untuk memperkuat jaring pengaman keuangan global (global financial safety net) untuk dapat membantu negara dalam menghadapi gejolak perekonomian global. G20 juga mendiskusikan upaya untuk memperkuat sektor keuangan global dan mengatasi dampak dari pandemi terhadap sektor keuangan. Hal ini diperlukan agar lembaga keuangan dapat menjalankan fungsi intermediasi dalam rangka mendukung perekonomian.

Aspek lain yang menjadi perhatian negara-negara G20 adalah mengelola risiko dan mengoptimalkan manfaat dengan semakin meluasnya penggunaan teknologi dan digitalisasi di sektor keuangan. Dari sisi pengelolaan risiko teknologi dan digitalisasi, negara G20 menyepakati perlunya kerangka pengaturan dan pengawasan crypto asset.

Perkembangan crypto-asset memang cukup pesat, sehingga bila tidak dipantau secara baik, dikhawatirkan dapat menyebabkan instabilitas terhadap perekonomian. G20 juga menekankan pentingnya melanjutkan asesmen mengenai implikasi dari Central Bank Digital Currency (CBDC) terhadap sistem moneter dan keuangan internasional.

Dari sisi optimalisasi manfaat teknologi dan digitalisasi, G20 akan melanjutkan implementasi G20 Roadmap for Enhancing Cross-Border Payments untuk mendorong sistem pembayaran yang cepat, mudah, murah, aman dan handal, serta mendiskusikan pemanfaatan digitalisasi untuk meningkatkan inklusi keuangan, khususnya bagi kelompok rentan seperti kaum perempuan, pemuda, dan UMKM.

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari