Telah terjadi perkembangan positif bagi kaum perempuan, baik dari segi angka harapan hidup, indeks pemberdayaan gender, bahkan sampai kepada angka investasi ritel.
Keterlibatan perempuan menjadi syarat mutlak dalam upaya mewujudkan tercapainya pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan pada 2030. Perempuan Indonesia terus didorong untuk berkarya dan produktif mengoptimalkan pesatnya perkembangan digitalisasi hingga memimpin perubahan.
Hal tersebut terungkap pada talksow “Memaknai Ulang Peran dan Kepemimpinan Perempuan” yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia (BI), pada Jumat, 1 April 2022. Bank Indonesia menyelenggarakan pagelaran virtual ini sebagai pembuka Festival Kartini 2022.
Perhelatan ini merupakan salah satu perwujudan semangat Presidensi G20 2022 dalam pemberdayaan perempuan sekaligus dalam rangka menyambut peringatan kelahiran Pahlawan Nasional RA Kartini, pada 21 April.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destri Damayanti, dalam paparannya di forum, mengatakan bahwa telah terjadi perkembangan positif bagi kaum perempuan baik dari segi angka harapan hidup, indeks pemberdayaan gender, bahkan sampai kepada angka investasi ritel. Dia menyebut, hasil survei yang membuktikan bahwa proporsi perempuan di posisi strategis perusahaan terus bertumbuh, serta terdapat proyeksi tambahan PDB dunia sebesar USD 28 triliun, apabila terdapat kesetaraan gender.
Hal positif tersebut kian mendefinisikan peran perempuan sebagai natural born leader yang memegang keseimbangan di dunia profesional hingga rumah tangga. Adapun tiga hal yang perlu dipedomani kaum perempuan dalam menjalankan kepemimpinan, yaitu cintai apa yang dipimpin, bekerja sama dengan banyak mendengar, dan jadilah diri sendiri.
Di Indonesia, banyak tokoh perempuan telah menduduki posisi pimpinan, baik di lembaga publik maupun swasta dengan prestasi yang diakui pihak eksternal. Sebagai contoh Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dan mantan Menteri Perdagangan Mari E Pangestu yang sekarang menjadi salah satu Managing Director World Bank. Bahkan di aspek politik, anggota legislatif di DPR terus meningkat dari 97 perempuan di 2014 menjadi 117 orang di 2019.
Begitu juga di Bank Indonesia, saat ini keterwakilan perempuan pada level anggota dewan gubernur cukup tinggi. Saat ini, terdapat dua anggota Dewan Gubernur BI perempuan dari total enam anggota.
Bahkan pemerintah terus mendorong pemberdayaan perempuan, salah satunya melalui komitmen Menteri BUMN Erick Thohir yang menyatakan akan meningkatkan representasi perempuan dalam direksi BUMN, yakni dari saat ini yang sebesar 11 persen menjadi 15 persen di akhir 2021, dan naik ke 20 persen di 2023.
Kebijakan pemerintah dalam mendukung pelaku UMKM mencatatkan ada sebanyak 64,5 persen pelaku UMKM merupakan perempuan. Studi World Bank pada Maret 2021 menunjukkan, peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan juga diperkirakan sebesar 25 persen pada 2025. Itu dapat meningkatkan output ekonomi senilai USD62 miliar atau setara 2,9 persen PDB.
Sementara itu dalam sesi “Tutur Perempuan" yang dibawakan oleh Ketua Komite Tetap bidang Pendidikan IWAPI & Co-Chair G20 Empower Rina Prihatiningsih dan Dokter Spesialis Anak, Pendiri wecare.id dan Tentang Anak, Mesty Ariotedjo mengemuka bahwa peran Presidensi G20 melalui inisiatif aliansi G20 Empower telah mendorong keterwakilan perempuan di posisi pemimpin. Baik di sektor swasta dan publik, guna mewujudkan keberagaman, inklusivitas, kekuatan ketahanan ekonomi yang berkelanjutan.
Terdapat lima indikator G20 Empower, yaitu peran seimbang lelaki perempuan, prosentase perempuan yang dipromosikan dalam posisi tertentu, total kesenjangan renumerasi, prosentase perempuan dalam jajaran direksi, dan prosentase terkait pekerjaan teknis. G20 Empower concern tercapainya lima indikator itu terutama dalam isu science, technology, engineering, and mathematic (STEM) dan male dominated industries. Melalui kesetaraan, kebijakan yang diambil akan berpihak pada para perempuan sehingga perempuan kian terlindungi.
Rina mengajak kaum perempuan untuk memaknai ulang kepemimpinannya, menetapkan arah definitif yang sebenarnya diinginkan bagi dirinya sendiri, tanpa terpengaruh oleh stigma masyarakat maupun tuntutan keluarga yang memiliki pandangan konservatif. Sebab seyogyanya, siapapun dapat menjadi pemimpin, baik pemimpin diri sendiri dan keluarga, selama dilakukan dengan langkah yang nyata.
Langkah nyata tersebut perlu didukung dengan growth mindset dikombinasikan dengan usaha sebaik-baiknya yang makin dipermudah di era digitalisasi ini. Kini dengan dukungan digital, perempuan berkesempatan lebih untuk berkarya dan didorong untuk memulai usaha, sembari menjalankan peran dalam rumah tangga.
"Peran dan kepemimpinan perempuan saat ini sungguh sangat penting, karena merupakan bagian dari keberagaman, kesetaraan, dan inklusivitas syarat dari terwujudnya kekuatan, ketahanan dan kesejahteraan ekonomi yang berkelanjutan sejalan dengan komitmen aksi global yaitu, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di tahun 2030," tutur Rina Prihatiningsih, saat mengawali materi.
Rina juga mengungkapkan, pembangunan ekonomi jangka panjang dengan keterlibatan perempuan dalam kepemimpinan dipercaya juga bisa menciptakan laju perekonomian yang sejahtera merata, setara, dan berkeadilan. Sehingga, tidak seorang pun yang tertinggal.
Namun di Indonesia, kata Rina, untuk menciptakan keadaan keseimbangan tersebut, ada tantangan terbesar yang datang dari adanya konstruksi budaya di masyarakat yang bias gender, pekerjaan di ranah domestik dan pengasuhan yang merupakan pekerjaan tidak berbayar belum menjadi tanggung jawab bersama seluruh anggota keluarga. Hal ini karena masih dibebankan pada ibu, perempuan, dan anak perempuan.
Oleh sebab itu, Rina menyarankan, pentingnya strategi komunikasi di keluarga agar setiap anggota keluarga ikut bertanggung jawab terkait beban pekerjaan domestik dan pengasuhan. Sesuai dengan komitmen di G20 Empower dan juga April sebagai bulannya Kartini Indonesia, ia ingin memastikan terpenuhinya indikator dalam mendorong pemberdayaan dan kemajuan representasi ekonomi dan kepemimpinan perempuan, untuk mengejar ketertinggalan ekonomi menurut WEF selama 276,6 tahun.
Kelima indikator G20 Empower ditargetkan dapat tercapai 100 persen di seluruh negara anggota G20 pada 2025.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari