Indonesia.go.id - Digitalisasi Pacu Ekonomi Kreatif Indonesia

Digitalisasi Pacu Ekonomi Kreatif Indonesia

  • Administrator
  • Kamis, 19 Mei 2022 | 07:00 WIB
G20
  Pelaku usaha menunjukkan katalog digital produknya. Antara Foto/ Fenny Selly
Pemerintah menargetkan sebanyak 30 juta UMKM pada 2024 akan bertransformasi ke ranah maya. Diprediksi pada 2025, kontribusi sektor ekonomi digital akan mencapai USD146 miliar (Rp2.131,6 triliun).

Situasi pandemi yang melanda seluruh dunia termasuk Indonesia sejak tiga tahun belakangan telah memberi berkah tersendiri bagi para pelaku usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) di tanah air. Di tengah ketatnya penerapan protokol kesehatan di antaranya menjaga jarak dan tidak berkerumun telah menjadikan para konsumen memiliki altenatif berbelanja aneka produk UMKM secara daring atau online.

Ini kemudian disambut oleh banyak UMKM di Indonesia dengan mengubah pola penjualan mereka. Semula mereka hanya mengandalkan cara-cara konvensional seperti penjualan tatap muka, diubah menjadi daring dengan memanfaatkan teknologi digital. Melalui mekanisme ini, mereka selain dapat meningkatkan volume penjualan, juga mampu melakukan banyak penghematan. Daya jangkau pemasaran pun menjadi lebih luas bahkan hingga ke seluruh dunia.

Karena itu, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mendorong UMKM untuk lebih banyak lagi terjun ke dalam ekosistem ekonomi digital. Terlebih, dalam laporan e-Conomy SEA 2021 lalu, kontribusi ekonomi digital terhadap pertumbuhan ekonomi nasional mencapai USD70 miliar atau sekitar Rp102,2 triliun. Diperkirakan bertumbuh 49 persen secara tahunan (year-on-year). Berdasarkan laporan Google, Bain & Company, diprediksi angka itu akan melonjak berlipat-lipat pada 2025 menjadi USD146 miliar (Rp2.131,6 triliun).

Hal itu diungkapkan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno ketika menjadi pembicara utama webinar Think 20 (T20) Harnessing Digital Technologies to Accelerate SMES, Startups, & Creative Industry (Memanfaatkan Teknologi Digital untuk Percepatan UKM, Startup, dan Industri Kreatif), di Jakarta, Selasa (17/5/2022). Kegiatan ini menjadi salah satu rangkaian Presidensi G20 Indonesia pada Sherpa Track.

Menparekraf menjelaskan, sektor UMKM mampu menyerap 97 persen tenaga kerja di Indonesia dan kontribusi sektor ini terhadap kinerja ekspor mencapai USD15,06 miliar (Rp219,87 triliun). Motor penggeraknya adalah subsektor fesyen, kriya, dan kuliner. "Subsektor fesyen, kriya, dan kuliner akan meningkatkan ekosistem ekonomi digital di kawasan Asia termasuk di Indonesia," katanya.

Saat ini di Indonesia terdapat 8,2 juta usaha ekonomi kreatif (ekraf) yang didominasi oleh ketiga subsektor tersebut. Fesyen menjadi penyumbang tertinggi sektor ekraf dengan capaian 60,68 persen, diikuti kriya (31,52 persen), dan kuliner (5,89 persen).

Di luar itu, perkembangan pesat teknologi digital turut memacu subsektor ekraf lainnya seperti film, animasi, desain komunikasi visual, dan video. Selama masa pandemi di 2021, nilai ekspor Indonesia dari sektor ekraf mencapai USD24,15 miliar (Rp352,59 triliun) atau naik 27,31 persen dibandingkan 2020.

Data Kemenparekraf mencatat, pertumbuhan sektor ekraf di 2019 saja sebesar 7,3 persen dari produk domestik bruto (PDB) nasional atau sekitar Rp1.153,4 triliun. Indonesia saat ini ada pada posisi tiga besar secara global dalam andil ekspor sektor ekraf terhadap PDB setelah Amerika Serikat dengan industri film Hollywood dan Korea Selatan lewat K-Pop.

Untuk mendorong makin bertumbuhnya ekosistem ekonomi digital di tanah air, kata Sandiaga, pemerintah melakukan berbagai upaya seperti menggandeng pihak swasta, asosiasi, dan komunitas untuk meningkatkan keahlian talenta digital. Ia menyebut, kementerian yang dipimpinnya menyediakan beberapa program inkubasi talenta digital. Misalnya Baparekraf Developer Day (BDD), Baparekraf for StartUp (Bekup), Baparekraf Digital Talent (BDT), dan Baparekraf Digital Entrepreneurship (BDE).

Lead Co-Chair Task Force 2 (TF2) T20, Suhono H. Supangkat dalam acara yang sama menambahkan, terdapat sembilan bidang kebijakan dengan digitalisasi UMKM merupakan salah satu di antaranya. Bidang yang menjadi fokus penting lainnya adalah timbulnya kolaborasi internasional utamanya di antara negara-negara anggota G20.

Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM, Eddy Satriya membeberkan bahwa UMKM merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia di mana hingga 2024 ditargetkan ada 30 juta UMKM yang masuk ekosistem ekonomi digital seperti berjualan di lokapasar (marketplace) atau lokadagang (e-commerce). Pada 2021 lalu terdapat 18,5 juta  UMKM on boarding. Atau lebih banyak dibandingkan 2020 ketika baru terdapat 8 UMKM bertransformasi ke ranah digital.

Pemerintah, kata Eddy, telah menyiapkan empat strategi transformasi agar UMKM dan koperasi menjadi lebih modern. Pertama, transformasi dari informal menjadi formal, kemudian digitalisasi usaha, dan transformasi rantai nilai secara global. Terakhir adalah modernisasi koperasi dengan memanfaatkan kemajuan teknologi digital seperti penerapan pembayaran digital (digital payment).

 

UMKM di Argentina

Sementara itu Guru Besar Hukum Pajak Internasional dari Universidad Nacional de La Plata Argentina, Gabriela Rigoni menyoroti peran UMKM di negaranya untuk mencapai pembangunan yang sehat, inklusif, dan berkelanjutan. Saat ini UMKM telah berkontribusi sebesar 44 persen bagi PDB nasional Argentina di mana sebanyak 50 persen pekerja informal sangat bergantung kepada UMKM.

"Argentina tidak beda dengan Indonesia di mana UMKM sebagai tulang punggung ekonomi nasional. Kita hanya perlu memikirkan bagaimana dapat membantu mereka secara lokal dan global lewat berbagai kebijakan yang dihasilkan nantinya dari T20 ini," kata Rigoni.

Ia mengakui, semua UMKM merupakan pemberi kerja terbesar dari setiap ekonomi lokal di seluruh dunia. Namun, UMKM menghadapi beberapa tantangan. Sehingga perlu untuk mendorong pembangunan dan pertumbuhannya. Sektor UMKM pun membutuhkan lebih banyak kebijakan untuk menyusun pemulihan global dari Covid-19.

Ekonomi digital dapat mendorong pengembangan UMKM dan mempromosikan kewirausahaan, membantu proyek komunitas menciptakan nilai. "Juga menjangkau kelompok konsumen, dan mencapai pembangunan lokal yang sebenarnya," tegas Rigoni.

Sedangkan keterbatasan UMKM antara lain hambatan yang berkaitan dengan jarak dan perbatasan, akses alat pemasaran, defisit pengetahuan dan kesadaran akan peluang dan peluang bisnis baru, kemampuan berubah yang buruk, dan kerugian kompetitif, jelasnya. “UMKM tidak memiliki tingkat akses yang sama, sehingga platform ekonomi digital adalah solusi yang ideal,” katanya.

Digitalisasi dapat membantu UMKM mengakses pasar yang lebih luas, berintegrasi dengan pasar global, berintegrasi dengan rantai nilai global dan menjadi pesaing di ceruk pasar. Untuk tujuan ini, menurutnya, G20 harus menyediakan alat untuk mengatasi masalah persaingan dalam ekonomi digital.

Selain itu, kebijakan tersebut dapat mencakup kuota ruang digital dan inisiatif perdagangan yang adil di ranah digital. Alasannya, karena kelangsungan hidup UMKM tidak boleh ditentukan oleh algoritma.

 

Penulis: Anton Setiawan
Redaksi: Elvira Inda Sari