Urusan penanggulangan korupsi tidak hanya penindakan. Pendidikan dan pelibatan publik dalam hal pencegahan tidak kalah pentingnya. Kerja sama internasional juga diperlukan.
Best practice (praktik baik) itu tidak lahir dari ruang kuliah. Best practice ialah praktik jitu dan efektif yang diperoleh dari proses uji coba yang panjang di lapangan. Sehingga, bisa menemukan cara terbaik untuk melaksanakan tantangan profesional. Untuk tujuan melakukan pelayanan publik yang lebih baik, dan dalam skala luas, best practice biasa dibagikan di antara teman sejawat.
Semangat berbagi best practice itulah yang mewarnai forum G20 Anti-Corruption Working Group (ACWG) putaran kedua, yang dihelat di Nusa Dua, Bali, Selasa (5/7/2022). Para Delegasi Negara Anggota G20 Anti-Corruption Working Group (ACWG) dan undangan lainnya saling berbagi praktik baik, terkait pelibatan publik melawan korupsi dan pendidikan antikorupsi, pada pertemuan yang digelar dalam format lokakarya itu.
Lokakarya dua sesi ini diikuti oleh seluruh delegasi dan undangan secara hibrida, offline dan online. Pada sesi pertama, dilakukan pembahasan tentang pendekatan dan inisiatif yang telah diterapkan dalam meningkatkan partisipasi publik pada program antikorupsi. Sesi kedua, berbagi pengalaman antarnegara untuk membangun budaya integritas pada pendidikan formal dan nonformal.
Chair G20 ACWG Indonesia Mochamad Hadiyana mendorong agar negara-negara G20 berupaya meningkatkan kesadaran antikorupsi pada generasi muda. ‘’G20 harus bisa memberi contoh dan memperkuat upaya meningkatkan kesadaran antikorupsi di kalangan pemuda dan menumbuhkan budaya integritas,” kata Hadiyana, yang menjabat Deputi Bidang Informasi dan Data KPK itu.
Dalam kesempatan itu pula, Hadiyana memperkenalkan berbagai praktik baik terkait partisipasi publik dalam penanggulangan korupsi dan pendidikan antikorupsi di Indonesia. Adapun ringkasan partisipasi publik dan pendidikan antikorupsi itu, sambung Hadiyana, akan disusun dalam bentuk compendium of good practices, yang menguraikan praktik keberhasilan inovasi dan pendekatan antikorupsi negara G20.
“Kami yakin bahwa penyampaian (compendium) ini akan bermanfaat, tak hanya bagi anggota G20, tetapi juga bagi negara-negara nonanggota,” kata Hadiyana. Ia pun siap membagikan compedium dari arena G20 itu kepada para pemangku kepentingan di Indonesia.
Pada sesi kedua, lokakarya G20 itu menghadirkan sejumlah pembicara, yang mewakili instansi dan organisasi internasional, untuk memperkaya diskursus tentang partisipasi publik melawan korupsi dan pendidikan antikorupsi itu. Di antaranya adalah UNODC, Department of Finance Australia, The AntiCorruption and Civil Rights Commission Republic of Korea, Open Contracting Partnership, The Oversight and Anti-Corruption Authority (NAZAHA) Saudi Arabia, dan Chinese University of Political Science and Law.
Khaled Bubshait dari NAZAHA Saudi Arabia berbagi kisah tentang upaya yang dilakukan negaranya meningkatkan partisipasi publik dan pendidikan antikorupsi untuk mewujudkan Vision 2030 bebas korupsi. Upaya tersebut melalui tiga cara, yaitu mendistribusikan publikasi antikorupsi secara luas, menjaga komunitas, dan pemberdayaan masyarakat.
Selanjutnya, Lulua Asaad, pakar dari Crime Prevention and Criminal Justice UNODC, memaparkan ihwal praktik lembaganya pada program Global Resource for Anti-Corruption Education and Youth Empowerment (the GRACE Initiative). Lulua menjelaskan, dalam program itu, pihaknya aktif melakukan peningkatan kapasitas lembaga pendidikan dasar, menengah, dan tinggi untuk mengajarkan nilai antikorupsi, integritas, dan etika.
Mereka juga mendorong peran pemuda sebagai agen perubahan dalam pencegahan korupsi lewat inovasi tata kelola, intervensi teknologi, serta kewirausahaan sosial. Mereka mengedepankan misi menciptakan budaya antikorupsi di kalangan anak-anak dan remaja lewat transformasi pendidikan dan kemitraan.
Adapun Won Young Jae, dari the Anti-Corruption & Civil Rights Commission Republic of Korea, ikut memperkaya diskusi dengan membeberkan praktik baik lembaganya lewat pembentukan organ partisipasi publik (Public-Private Council for Transparent Society). Organ tersebut melibatkan 40 orang dari berbagai kalangan masyarakat sipil, di antaranya, media pers, akademisi, ekonom, pegawai pemerintah, serta asosiasi pekerja. Para wakil masyarakat sipil itu selanjutnya bertugas mempromosikan upaya antikorupsi di lingkungannya masing-masing.
Dalam hal pendidikan antikorupsi, Won Young Jae menjelaskan, lembaganya aktif menggelar acara kuliah khusus antikorupsi di berbagai perguruan tinggi. Pihaknya juga gencar melakukan pelatihan pengembangan integritas dan antikorupsi kepada generasi muda usia 19--24 tahun, selama delapan minggu.
Dalam forum G20 ACWG di Nusa Dua itu, tuan rumah Indonesia diwakili Ramah Handoko, Deputi Bidang Pendidikan dan Pelayanan Publik di KPK. Handoko menjelaskan, dalam gerakan antikorupsi, Indonesia memasukan antikorupsi sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah menengah dan perguruan tinggi. Ramah juga menyebut, KPK melakukan pelatihan antikorupsi kepada segenap masyarakat melalui Anti-Corruption Learning Center (ACLC).
Upaya tersebut diharapkan dapat membentuk pemahaman, kesadaran, dan sikap antikorupsi pada generasi muda. Selaras dengan semangat pertemuan G20 ACWG itu pula, praktik baik dari berbagai negara tersebut menjadi wujud komitmen nyata dan semangat bersama para negara anggota G20 untuk terus berkolaborasi dalam pemberantasan korupsi. Urusan korupsi bukan hanya penindakan, pendidikan dan pelibatan publik dalam pencegahan korupsi juga tak kalah pentingnya.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari