Tanaman gambir bisa dijadikan sebagai bahan baku pewarna alami. Kini, proses serupa menjadi tuntutan bagi industri tekstil.
Tanaman gambir boleh jadi terdengar asing untuk telinga sebagian besar masyarakat di tanah air. Namun bagi masyarakat Sumatra Barat, Sumatra Utara, Riau, Sumatra Selatan, dan juga Papua, tanaman perkebunan dari suku Rubiaceae itu relatif dikenal.
Pasalnya, kelima provinsi itu telah dinobatkan sebagai sentra produksi gambir nasional. Dari kelima provinsi itu, kapasitas produksi terbesar ada di Sumatra Barat, yakni mencapai 80 persen produksi gambir nasional. Jika lebih dirincikan, sentra gambir itu mayoritas berada di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat.
Saat ini, India tercatat sebagai pengimpor komoditas gambir itu dengan porsi hingga 68 persen dari produksi nasional. Lantas, apa sebenarnya manfaat dari tanaman gambir tersebut? Sejatinya, tanaman gambir memiliki banyak manfaat.
Tim peneliti LIPI bahkan telah membuktikan tanaman itu efektif mencegah berkembangnya sel kanker kulit. Selain dikenal sebagai campuran untuk menyirih, gambir juga bermanfaat bagi industri farmasi, bahan baku pasta gigi dan kosmetik, obat cuci luka bakar, obat diare, disentri, dan kudis, serta obat kumur untuk mengatasi sariawan dan sakit tenggorokan.
Gambir juga memiliki manfaat lain yang cukup dikenal sejak lama oleh masyarakat, khususnya di kelima provinsi itu, sebagai bahan baku pewarna alami kain. Nah, manfaat itulah yang kini seolah melambungkan tanaman gambir, menyusul adanya tuntutan terhadap industri tekstil untuk menggunakan pewarna alami, sebagai bahan baku berkelanjutan.
Seiring itu, Badan Standardisasi dan Pelayanan Industri (BSPJI) Kementerian Perindustrian juga mendorong terciptanya inovasi dalam upaya mendukung peningkatan daya saing sektor industri, termasuk bagi pelaku industri kecil dan menengah (IKM). Salah satunya, seperti yang dilakukan BSPJI Padang dengan mengenalkan penggunaan pewarna alam yang memanfaatkan limbah cair gambir.
“Sejak 2015, BSPJI Padang terus mengenalkan temuannya, yakni penggunaan pewarna alam yang memanfaatkan dari limbah cair gambir untuk diterapkan di IKM tenun,” kata Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin Doddy Rahadi, di Jakarta, Jumat (24/2/2023).
Kepala BSKJI menjelaskan, gambir adalah sumber daya alam lokal yang berasal dari hasil samping produksi katekin gambir. “Gambir sendiri merupakan salah satu produk perkebunan unggulan di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatra Barat. Daerah lain yang turut menghasilkan gambir, di antaranya, Sumatra Selatan, Riau, Sumatra Utara, dan Papua,” tuturnya.
Doddy mengemukakan, pemanfaatan gambir sebagai pewarna alam untuk benang tenun telah terbukti menghasilkan warna-warna khas pada kain tenun. “Setelah mendapat pelatihan dalam bentuk bimbingan teknis dan konsultansi oleh tim BSPJI Padang, IKM tenun merasa yakin kalau warna dari limbah cair gambir punya prospek yang potensial untuk dikembangkan sebagai pewarna benang tenun,” ujarnya.
Menurut Doddy, pewarna alam dari limbah gambir ini telah banyak peminatnya, terutama para desainer dan pelaku IKM fesyen yang mengusung produk kultural dan etnologi. “Apalagi saat ini cukup banyak minat masyarakat terhadap produk-produk natural, sehingga ini menjadi peluang bagi IKM fesyen untuk memproduksi kain tenun dengan pewarna alam dari limbah gambir,” ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala BSPJI Padang M Nilzam menyampaikan, kegiatan pembinaan pada IKM tenun dilakukan melalui bimbingan teknis dan konsultansi teknologi berupa perencanaan tempat pencelupan, persiapan bahan pewarna, proses dan tahapan pencelupan, dan uji coba proses pewarnaan benang tenun.
Kemenperin, jelasnya, juga menyediakan perangkat yang juga dapat meningkatkan efisiensi proses pencelupan dan dihasilkan warna benang yang lebih merata. Selain itu, warna yang dihasilkan lebih kuat (intens) karena proses pencelupan dapat dilakukan dalam suasana panas.
“Proses pencelupan pada kondisi panas dapat mempercepat penyerapan difusi zat warna ke dalam serat benang,” tandasnya.Jika ditinjau dari aspek kelayakan ekonomi, penggunaan warna alam juga memberikan efisiensi yang tinggi, apabila dibandingkan dengan penggunaan warna sintetis. “Efisiensi yang dapat dicapai dalam memproduksi benang dengan pewarna alam limbah cair gambir ini adalah sekitar 51,37 persen,” imbuhnya.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari