Masyarakat Kepulauan Seribu memanfaatkan teknologi pengolahan sampah plastik menjadi energi baru terbarukan, berupa bahan bakar minyak solar.
Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir Indonesia menghadapi tantangan besar dalam sampah plastik, karena jumlah dan fraksi sampah plastik terus meningkat yang sebagian besar dihasilkan dari barang-barang plastik sekali pakai, seperti kantong plastik, kemasan plastik fleksibel (sachet dan pouch), sedotan plastik, dan wadah busa plastik (styrofoam).
Dari tahun ke tahun, volume sampah meningkat. Lihat saja pada 2005 fraksi sampah plastik sebesar 11 persen, kini fraksi tersebut meningkat signifikan menjadi 15,7 persen-18,5 persen.
Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir memiliki komitmen mengurangi timbulan sampah. Pemerintah pun tak tinggal diam. Untuk itu, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan sebuah kebijakan, Peraturan Presiden nomor 83 tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut.
Di dalam peraturan tersebut, terdapat rencana aksi nasional (RAN) penanganan sampah plastik di laut pada 2018-2025. Beleid tersebut menargetkan, sampah plastik di laut tereduksi hingga 70 persen pada 2025. Salah satu upayanya adalah dengan mengaktifkan Kemitraan Aksi Plastik Nasional (National Plastic Action Partnership/NPAP). Kemitraan tersebut menjadi yang pertama di dunia dan menegaskan bahwa Indonesia berkomitmen untuk mengurangi produksi sampah plastik.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, upaya mengurangi sampah plastik di laut harus dilakukan secara terintegrasi dalam lingkup nasional, regional, maupun global. Terutama melalui pengurangan sampah yang berasal dari aktivitas yang ada di darat. Indonesia saat ini sudah berada di jalur yang tepat dalam upaya mengurangi produksi sampah plastik di laut dengan memulainya dari darat.
Pemerintah Indonesia telah menyusun lima strategi dan rencana aksi pengurangan sampah plastik jangka panjang yang terdiri dari: (1) meningkatkan gerakan nasional untuk mengelola sampah secara komprehensif dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan didukung oleh regulasi yang kuat serta pelaksanaannya di tingkat nasional dan daerah; (2) melaksanakan pengelolaan sampah baik di darat maupun di laut dengan intensitas tinggi, peningkatan teknologi serta inisiatif dan partisipasi masyarakat; (3) meningkatkan pengelolaan sampah plastik, termasuk pencemaran sampah plastik di laut dari kegiatan perikanan, transportasi, tempat dan kegiatan wisata, serta dari permukiman, khususnya di kawasan pesisir; (4) memperkuat pembangunan kapasitas kelembagaan dan keuangan, pengawasan dan penegakan hukum; dan (5) penelitian dan pengembangan, untuk mendorong inovasi dan meningkatkan teknologi.
Salah satu upaya mengelola timbunan sampah dengan inovasi dan melibatkan masyarakat dilakukan oleh Pusat Kajian Kebijakan Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Mereka turut mendukung aktivitas masyarakat di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, yang memanfaatkan teknologi untuk mengolah sampah plastik menjadi energi baru terbarukan (EBT) berupa bahan bakar minyak solar.
Kepala Pusat Kajian Kebijakan Strategis KLHK Herry Subagiadi, saat berdiskusi dengan masyarakat penggiat lingkungan dari komunitas Rumah Literasi Hijau, Pulau Seribu, berharap agar pengolahan sampah plastik ini memberikan manfaat bagi nelayan dan ke depannya dapat menghasilkan listrik di pulau-pulau lain di Kepulauan Seribu.
Mariyah, seorang guru dan inisiator Rumah Literasi Hijau (RLH), menjelaskan bahwa dirinya sejak 2009 telah berkegiatan dan mengajak masyarakat untuk turut serta menjaga lingkungan. Kemudian, sejak dua tahun terkahir, RLH mendapatkan bantuan alat mesin pirolisis yang dapat mengubah sampah plastik menjadi solar.
Dijelaskan Mariyah, teknologi konversi sampah menjadi BBM ini cukup sederhana. Orang awam pun bisa mempelajarinya. Teknologi pirolisis ini juga tidak perlu listrik yang besar dan tempat yang luas sehingga limbah plastik dapat dikelola bahkan menjadi manfaat.
"Hasil uji lab yang kami lakukan sebanyak tiga kali di dua laboratorium berbeda, hasilnya adalah BBM yang dihasilkan relatif stabil dan bisa mengoperasikan mesin 2 tak seperti chainsaw (pemotong kayu)," ungkap Mariyah.
Teknologi pirolisis adalah proses dekomposisi suatu bahan pada suhu tinggi yang berlangsung tanpa adanya udara atau dengan udara terbatas. Proses dekomposisi pada pirolisis ini juga sering disebut dengan devolatilisasi. Pirolisis atau bisa disebut thermolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan menggunakan pemanasan tanpa kehadiran oksigen.
Proses pirolisis menghasilkan produk berupa bahan bakar padat yaitu karbon, cairan berupa campuran tar dan beberapa zat lainnya. Produk lain adalah gas berupa karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan beberapa gas yang memiliki kandungan kecil. Hasil pirolisis berupa tiga jenis produk yaitu padatan (charcoal/arang), gas (fuel gas) dan cairan (bio-oil). Cairan inilah yang dimanfaatkan sebagai BBM.
Selain mendukung pemanfaatan sampah plastik menjadi EBT, Kementerian LHK juga membagikan sebanyak 210 bibit Mangrove dibagi dalam tiga kelompok tanam di Pulau Karya, Kepulauan Seribu.
Mangrove memiliki manfaat yang besar dalam ekosistem pesisir laut. Fungsi ekologi mangrove juga sangat penting untuk habitat dan berkembang biak biota laut. Melimpahnya ikan dan satwa laut lainnya dari ekosistem mangrove yang baik, akan mendatangkan pendapatan tambahan bagi para nelayan.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari