Indonesia.go.id - Aneka Kopi dari Perbatasan Selatan Papua

Aneka Kopi dari Perbatasan Selatan Papua

  • Administrator
  • Minggu, 17 Oktober 2021 | 12:14 WIB
PAPUA
  Kedai kopilink di Merauke, Papua Barat. Mengenalkan ragam kopi khas Papua. ISTIMEWA
Papua Selatan ternyata penghasil kopi yang beraroma sangat khas. Kopi itu berasal dari Sota, Muting, Ulilin, Bupul, dan Jagebob.

Di Kota Merauke, Papua saat ini berdiri belasan tempat ngopi  kaum milenial. Rata-rata di kedai-kedai itu tersedia macam-macam kopi dan metode penyeduhan. Ada kopi dari luar Papua, ada yang dari Papua, dan terutama kopi asli Merauke. Ada kopi mixed dan ada manual brew.

Di antaranya, ada kopi  Sota, Jagebob, Muting, Bupul, dan kopi Ulilin. Nama-nama kopi itu menunjuk asal daerah atau lokasi tanam kopi. Daerah lokasi kopi ini tidak jauh dari jalan trans Papua, Meruake-Pegunungan Bintang. Yang paling dekat adalah daerah Sota, yang titik terjauhnya hanya 78 km dari Merauke. Sedangkan jarak Sota-Bupul sekitar 111 Km dan Bupul-Muting berjarak sekitar 40 km. Kopi Ulilin berasal dari Kampung Ulilin yang terletak antara Muting-Boven Digul. 

Kopi Muting, berasal dari distrik Muting yang terletak di timur laut Merauke. Kopi Sota berasal dari Sota, begitu pula kopi Bupul berasal dari Kampung Bupul dan kopi Jagebob berasal dari Distrik Jagebob.

Beberapa tahun lalu pohon kopi di daerah ini liar tak terurus. Ada cerita bahwa tanaman kopi di perbatasan Indonesia dan Papua Nugini itu merupakan peninggalan Belanda. Tapi beberapa saksi lain yakin bahwa bibit kopi ini ada bersamaan dengan kedatangan transmigran pada 1995.

Bahkan di Jagebob, misalnya, adalah kopi yang ditanam petani atas bimbingan Dinas Pertanian Kabupaten Merauke. Hanya saja sampai dua atau tiga tahun lalu pohon-pohon kopi tersebut tumbuh liar tak terurus karena harga kopi tak menarik.

Tapi setelah booming kopi beberapa tahun belakangan, pelan-pelan kebun kopi yang berumur sekitar 25 tahun itu kembali diurus pemiliknya. Masyarakat bergairah kembali menanam dan memelihara kopi-kopi tersebut, setelah tampak muncul minat orang untuk menikmati kopi lokal. Sejak saat itu sejumlah peminat kopi asal Merauke mau membeli hasil panenannya.

Para pengusaha kopi itu ikut membina para petani kopi di perbatasan Merauke, agar produksi kopi stabil dan dapat dipasarkan ke wilayah lain di Papua atau luar Papua. Misalnya tentang penanaman, perawatan, pemanenan, dan kegiatan pascapanen.

Kedai Koplink dan Rumah Kopi D’Waroeng (RKD) adalah dua dari belasan kedai kopi di Kota Merauke yang setia menyajikan kopi-kopi lokal dari Papua Selatan sebagai menu utama. Pemilik kedai memanfaatkan jasa petani kopi di perbatasan negara ini, sebagai olahan produksi kopi lokal. Kedai-kedai itu juga menjual biji kopi yang disangrai atau yang sudah digiling sebagai buah tangan.

Jasman Tristanto, pemilik Rumah Kopi D’Waroeng (RKD) Merauke, mengakui kopi-kopi terutama di Muting adalah kopi dari hasil tanam transmigran pada kurun 80--90-an yang datang ke Merauke. Hanya saja kopi-kopi itu sempat ditelantarkan oleh pemiliknya karena dipandang tidak ekonomis.

Jasman membeli kopi-kopi masyarakat itu untuk dijual di kedainya. Bahkan sejumlah kafe di Jakarta juga sering mengorder kopi Jasman. Menurutnya, panenan kopi di Merauke belum terlalu besar, masih sekitar 500--800 kg per tahun. Tapi sekarang Jasman mengajak sejumlah petani untuk menanam kembali.

Belakangan ini pria yang keturunan Jawa (Jamer) ini menularkan pengetahuannya mengolah pascapanen kopi, yang tak lagi hanya dengan cara natural yakni petik jemur, tapi juga washed dan semi washed. “Cuma kendalanya kami belum punya huller atau pengupas kulit. Sehingga menyulitkan untuk proses washed,” kata laki-laki berpangkat bripka yang sehari-harinya bekerja sebagai Kanit Binmas di Polsek Muting, Kabupaten Merauke.

Kini Papua sangat dikenal sebagai penghasil kopi yang bercita-rasa tinggi. Awalnya masyarakat hanya mengenal kopi robusta Monemane atau kopi arabica Wamena. Tapi sekarang banyak tempat di Papua menghasilkan kopi. Sebut saja kopi Amungme, yang berkembang di daerah Mimika, kopi Oksibil dari Pegunungan Bintang, kopi Tiom dari Lany Jaya, dan lain-lain.

Rasa kopi Papua dari pegunungan tengah ini sangat unik, mulai dari aroma cokelat dan floral, asam yang sedang, sampai body yang medium. Kadang juga muncul rasa herb, dan mangga. Kopi beraroma floral ini jarang ditemui disebabkan oleh ketinggian lahan tanam. Semakin tinggi lahan tanamnya dari permukaan laut, semakin kaya rasa.

Kopi-kopi itu berasal dari ketinggian lebih dari 1.500 dpl. Bahkan kopi Tiom berasal dari ketinggian 2.150 dpl. Sehingga jangan heran banyak orang mencari kopi-kopi dari pegunungan tengah Papua.

Dan 2018, kopi Tiom mampu menyedot perhatian dunia perkopian Indonesia karena memenangkan lelang dengan harga 5,3 juta rupiah per kilogram green bean. Green bean adalah biji kopi pascaolah dan siap disangrai.

Sementara kopi-kopi yang berasal dari perbatasan Merauke-PNG lebih banyak berjenis robusta, karena ketinggiannya yang tak lebih dari 100 meter di atas permukaan laut. Namun soal rasa masing-masing punya penikmatnya. Sehingga tak heran kalau kopi Muting berhasil menginjakkan kaki ke Guadalest Castle, Alicante, Spanyol, pada 2018 dan sejumlah kota lain di Eropa seperti Brasil dan Serbia yang dibawa oleh pilot-pilot pesawat perintis yang ada di Merauke.

Minggu pagi saya menyeruput kopi tubruk “kopi Bupul”, aroma wangi dengan rasa yang unik. Ada sedikit asam, ada rasa manis, rasa kelat yang tebal atau sepet. Jasman belum yakin jenis kopi apa ini. “Sedang kami uji lab di Jawa,” ujarnya.

 

 

Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari