Michael Laffan, dalam salah satu presentasinya yang terekam di situs video Youtube, pernah bergurau tentang orientalis besar Belanda yang belum ada tandingannya hingga saat ini. Nama Snouck Hurgronje begitu unik, kata Laffan, nama itu lucu karena sekilas mengingatkan orang pada penyakit tenggorokan atau sebangsanya.
Gurauan Laffan sedikit banyak tecermin dalam buku yang terjemahan Indonesianya diberi judul Sejarah Islam Nusantara (2015). Sebuah karya penelitian sejarah yang lebih mirip sebuah obsesi. Obsesi untuk menceritakan salah satu periode paling penting yang membentuk wajah Islam Indonesia modern dan obsesi untuk menguntit seorang Snouck Hurgronje.
Laffan (50), adalah salah seorang peneliti sejarah Indonesia asal Canberra Australia, yang kini menjadi pengajar di Princeton University, New Jersey, Amerika Serikat. Dia adalah pengajar sejarah khusus Asia Tenggara dan Islam di seluruh kawasan Samudera Hindia. Gaya penulisan sejarah Laffan cukup berbeda dibandingkan dengan peneliti tentang Islam Indonesia, sebelumnya seperti Martin Van Bruinessen atau Merle Ricklefs. Laffan yang kerap menulis di jurnal Archipel sepertinya lebih tertarik dengan gaya Annales ala Lombard, ketimbang gaya terintegrasi seperti Bernard Lewis atau Sartono Kartodirjo.
Konsulat Kecil di Jedah
Snouck datang ke tanah Arabia pada Agustus 1884. Pertama kali yang dia datangi adalah sebuah konsulat kecil Belanda di Jedah. Sebelum sampai di sana, Snouck datang dengan bekal yang mentereng. Tahun 1880 dia berhasil mempertahankan disertasi doktoralnya tentang "Het Mekkaansche Feest" atau Perayaan-perayaan di Mekah dari Fakultas Teologi Universitas Leiden. Dengan bekal bahasa Arab yang lancar dan gelar doktor yang dia selesaikan dalam umur yang masih muda dia terlihat sangat percaya diri. Snouck adalah kelahiran 1857, praktis saat di Jedah dia berumur 27 tahun.
Orang yang menjamin kedatangannya di Jedah tak lain dari Konsul Belanda untuk Jedah, Johan Kruyt. Setelah membaca sebuah tulisan Snouck di koran Java Bode pada sekitar tahun 1883, Kruyt yakin bahwa doktor muda ini adalah orang yang tepat untuk melakukan kerja-kerja spionase di Mekah.
Kerajaan Belanda memang sudah lama memiliki kedekatan dengan Mekah yang waktu itu berada di bawa kekuasaan Turki Usmani. Sejak awal abad 18, VOC memiliki sayap pelayaran yang disewakan untuk melakukan perjalanan haji lintas samudera. Konon Sultan Mughal Aurangzeb adalah salah satu orang penting yang menyewanya.
Sulit untuk tidak membayangkan suasana yang begitu menarik, saat seorang agen Kerajaan Belanda datang ke sebuah wilayah yang penuh misteri dan terlarang. Wilayah kekuasaan Imperium Usmani yang paling diimpikan para penjelajah. Snouck harus memulai suatu kerja besar untuk masuk ke Tanah Suci, menyatu di dalamnya, dan melakukan penyelidikan dan pengintaian yang mendalam lengkap dengan peralatan rekam yang paling mutakhir pada zamannya.
Stasiun karantina haji di Jedah adalah tempat Snouck memulai kerjanya. Sembari melakukan aklimatisasi dan adaptasi dia mewawancarai kelompok-kelompok jemaah haji yang tiba di sana dengan menumpang kapal VOC. Dalam kerja-kerjanya dia dibantu oleh seorang berkeahlian khusus yang berasal dari Banten. Dia adalah Raden Aboe Bakar Djajadiningrat, seorang priyayi rendahan, anak dari Bupati Pandeglang dari garwa selir.
Saling Menguntungkan
September 1882, dua tahun sebelumnya, Konsul Johan Kruyt berkunjung ke stasiun karantina haji di Jedah. Sesampai di sana dia merasa perlu mendatangkan seorang berkeahlian khusus untuk mengatasi urusan haji yang semakin pelik. Dalam suratnya kepada Menteri Luar Negeri Kerajaan Belanda, Kruyt membutuhkan jasa seorang warga sipil Hindia Belanda asli kelas satu, lancar berbahasa Jawa, Melayu, dan Arab serta bisa melakukan kegiatan-kegiatan pengintaian. Pasalnya dalam kegiatan pengintaian sebelumnya yang dilakukan oleh informan bayaran setempat seringkali hasilnya meragukan bahkan menyesatkan.
Tak lama setelah berada di Jedah, Snouck berjumpa dengan Aboe Bakar Djajadiningrat yang sebelumnya telah tinggal di Mekah selama lima tahun. Dari perjumpaan inilah Snouck memperdalam bahasa Melayunya. Sejarah mencatat, perjumpaan ini adalah perjumpaan yang saling menguntungkan. Bagi Aboe Bakar kesempatan ini memberikan dia pekerjaan jangka panjang dan perlindungan yang sangat dia butuhkan. Bagi Snouck perjumpaan inilah yang akan menjadi tulang punggung dan penyelamat reputasinya.
Aboe Bakar sedikit lebih tua dari Snouck, dia lahir sekitar tahun 1854. Saat itu dia adalah saudara Bupati Pandeglang dan anak dari bupati sebelumnya Raden Adipati Natadiningrat. Ibunya adalah istri keempat bupati yang bernama Raden Ayu Wargakusuma. Keluarga priyayi ini sudah lama berkomitmen untuk bekerja sama dengan Belanda. Karena krisis keuangan akibat anggota keluarganya yang semakin membesar, Aboe Bakar membutuhkan pekerjaan yang bisa diandalkan.
Lima tahun adalah waktu yang telah dihabiskan Aboe Bakar selama belajar di Mekah. Saat itu dia sudah menjadi bagian dari komunitas Jawi, orang-orang Asia Tenggara yang belajar di Mekah. Hal ini menyebabkan dia lebih nyaman berbahasa Arab ketimbang bahasa Belanda. Terbukti dalam surat-menyurat yang dia lakukan dengan Snouck selama bertahun-tahun sesudahnya, dia hampir selalu menggunakan bahasa Arab.
Snouck sangat terkesan dengan Aboe. Dalam salah satu catatan pribadinya dia menulis, Raden Aboe Bakar yang telah memiliki "ilmu rahasia" dari Mekah selama lima tahun adalah orang terpercaya yang pernah saya temui. Dengan dukungan riwayat keluarga besarnya (priyayi Banten) dia mampu mengumpulkan semua publikasi, menyediakan semua informasi, dan memberikan bantuan yang dibutuhkan.
Aboe Bakar adalah orang yang mampu memberikan Snouck kitab-kitab dari tarekat Naqsyabandia yang ada di Mekah dan jaringan-jaringannya. Dia juga sangat mengetahui organisasi pendidikan yang ada di Mekah. Dalam bayangan Snouck, Aboe Bakar adalah orang yang akan sangat berguna, setelah misi berhaji ke Mekah berhasil dia jalankan. (Y-1)