Indonesia.go.id - Disrupsi Budaya di Balik Keindahan Kebaya

Disrupsi Budaya di Balik Keindahan Kebaya

  • Administrator
  • Rabu, 28 Agustus 2019 | 02:13 WIB
KEBAYA NUSANTARA
  Rangkaian upacara kenegaraan HUT Kemerdekaan ke-74 RI Tahun 2019 di Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (17/8/2019). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Kebaya di Nusantara ada yang berkembang dalam konsep baju kurung Melayu, ada pula yang tumbuh dengan belahan di depan, yang menjadi cikal bakal kebaya encim, noni, kartini, dan kutubaru. Budaya kebaya dibangkitkan lagi.

Kebaya seperti menemukan momen kebangkitannya. Setelah lama terpinggirkan oleh busana barat dan kalah bersaing dengan busana muslim, kebaya kini kembali menarik minat (setidaknya sebagian) wanita Indonesia. Kebaya mulai keluar dari ‘’sangkar budayanya” yakni resepsi pernikahan dan acara adat lain, menuju ke tempat-tempat umum. Kebaya mulai terlihat lagi di kantor-kantor pemerintah dan swasta, di halte transJakarta, stasiun kereta komuter, halte transjakarta, di kafe, dan mal-mal Jakarta dan daerah

Rangkaian acara kenegaraan HUT Kemerdekaan ke-74 RI tahun 2019 inipun seperti menjadi panggung besar bagi kebaya. Di panggung utama Istana Merdeka, Ibu Negara Iriana Joko Widodo muncul dengan kebaya merah tosca dipadu sarung ulos bersulam benang emas. Dengan selendang dan kain bulang di atas sanggul, ibu negara tampak anggun dalam busana Batak Simalungun.

Tamu-tamu undangan juga mengenakan beragam busana daerah. Salah satu yang dinobatkan sebagai penampil busana daerah terbaik adalah Nora Tristyana, istri dari Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Ia mengenakan busana Lampung dengan sigar (mahkota keemasan) di kepala, kebaya putih  bersulam, dan kain tapis sebagai bawahan. Nora Ryamizard meraih hadiah sepeda dari Presiden Jokowi.

Sehari sebelumnya Menteri Keuagan Sri Mulyani Indrawati tampil dengan kebaya hijau bergaya puteri Jawa di Gedung DPR-MPR-RI. Menkeu memilih gaya berbeda, kebaya berkutu baru, dengan krah tipis yang potongannya mengikuti pola kain broklat hijau yang dikenakannya. Kebaya itu memanjang  ke lutut dengan lengan yang lebar di bagian bawah. Dipadu dengan kain batik motif baru, kebaya Ibu Menkeu itu masih kuat mengguratkan kesan klasik dalam kemasan kontemporernya.

Kebaya memang beraneka rupa. Istilah kebaya itu diyakini dari kata abaya, kosa kara Arab yang berarti pakaian. Ketika diadopsi ke dalam Bahasa Melayu, kebaya merujuk pada blus perempuan yang memiliki ciri khas dari kain  yang lembut, tipis dan didesain dengan motif sulaman (bermotif daun atau bunga) dan dijahit mengikuti lekuk liku tubuh pemakainya. Di sini, kebaya menjadi berbeda dari abaya, busana wanita Timur Tengah yang serba longgar dan tertutup.

Kebaya dirancang dengan bukaan di depan. Kedua sisi kebaya dikait  dengan peniti atau kancing bulat. Unsur keindahannya ditekankan pada kualitas kain, motif, disain leher, lipatan krah, bentuk kancing atau penitinya. Kebaya didisain memang untuk memunculkan karakter perempuan.

Sebagian masyarakat memilih kebaya dalam model baju kurung, tanpa bukaan di depan, mirip baju teluk belangga. Agar mudah dipakai, baju kurung ini dibuat longgar. Aksen keindahannya dihadirkan pada bagian leher yang dihias dengan sulaman benang atau manik-manik. Bentuk busana ini konon dipengaruh mode dari Mesir. Yang pasti, masyarakat Melayu dari Penang, Malaka, Palembang, Johor, hingga Banjar, dan Bugis menerimanya. Bahkan, kini baju kurung  menjadi  busana resmi perempuan Malaysia, Singapura, Brunei, dan Indonesia.

Perempuan di Jawa, Bali, NTB, NTB, dan Mauluku lebih menyukai kebaya dengan bukaan baju di depan. Tak jelas sejak  kapan kebaya model ini berkembang. Boleh jadi, fenomena kebaya ini tumbuh seiring munculnya kota-kota  di pesisir bahkan di pedamanan, akibat terkoneksinya produk-produk pertanian Nusantara dengan pasar internasional, baik Cina, India, Arab, maupun Eropa.

Dalam perkembangannya, ada persilangan antara baju kurung dan kebaya ini. Bentuk hibridnya adalah kebaya dengan bukaan di belakang dan dijahit mengikuti bentuk tubuh pemakaianya. Bukaan baju ada  di belakang, biasanya dengan resluiting, tanpa krah. Bentuk ini bisa menonjolkan keindahan bahan tanpa terganggu belahan bukaan baju. Busana ini yang dikenakan Ibu Negara Iriana Jokowi di Istana.

Tak mudah menelisik jejak kebaya generasi pertama di Nusantara. Bahwa, penduduk Nusantara sudah menguasai teknik tenun, dengan benang kapas, itu sudah terjadi sejak awal tahun Masehi. Tapi, pakaian sebagai penutup aurat tampaknya mulai berkembang sering masuknya budaya Islam di sekitar abad 15, terutama di bandar-bandar di tepi laut yang menjadi kota perniagaan.

Budaya kebaya tidak serta-merta melanda seluruh warga. Sampai abad 18, perempuan kebanyakan di komunitas Jawa dan Sunda masih mengenakan kemben dan kain jarik dalam keseharian mereka. Hanya keluarga bangsawan, penguasa daerah, keluarga ulama dan saudagar yang mengenakan kebaya. Cerita tentang kebaya baru ramai pada awal abad ke-19 ketika kota-kota di Jawa ramai dengan penduduknya yang beragam, ada warga asli, migran Cina, Arab dan pendatang Belanda atau Eropa.

Bahwa beragam model kebaya muncul saat itu tentu tak lepas dari perkembangan situasi. Di mana ada arus manusia dengan budaya masing-masing, ada produk budaya seperti kain, sutera, faktor iklim, dan kebutuhan budaya. Perempuan pendatang dari Eropa tentu tidak merasa nyaman di tengah udara panas lembab berbusana dengan kain bertumpuk (ruffle), berlipat-lipat, ditambah dengan korset ketat, yang sedang viral di Eropa saat itu.

Mereka memilih kebaya dan kain dalam selera mereka sendiri. Bentuk kebaya yang pas di badan juga sesuai dengan cara mereka memaknai keperempuannya. Begitu halnya dengan perempuan pendatang dari Tiongkok. Mereka meninggalkan gaun congsam, dengan kain tebal dan kerahnya yang berdiri, dan memilih kebaya dalam batas selera artistiknya.

Maka, muncullah sejumlah model kebaya sejak pertengahan abad 19, ada model yang sekarang disebut kebaya kartini, kebaya encim, kebaya noni, dan kebaya kutubaru.

Kebaya Encim

Model kebaya khas dengan bahan kainnya yang lembut, tipis, kadang agak transparan, dan diberi aksen sulaman dengan teknik krancang  (bordir terawang). Batas bawah kebaya dinaikkan dengan guntingan akhir yang meruncing di depan. Pilihan warna-warnanya lebih terang. Perempuan Betawi mengadopsi sejak lama, sehingga kebaya encim lazim menjadi busana adat Betawi.

Kebaya Kartini

Disebut kebaya kartini, karena kebaya ini berasosiasi dengan kebaya yang dikenakan RA Kartini dalam foto-fotonya. Bukaan depan kebaya kartini mirip dengan kebaya encim. Yang membedakannya, model kebaya Kartini memakai aksen lipatan pada bagian dada, dan panjang kebaya menutup sampai panggul. Ciri khas lainnya, ada lipatan kerah yang membentuk garis vertikal yang memberi ilusi lebih tinggi serta ramping pada pemakainya. Kebaya kartini sering dipadukan stola sebagai pelengkap penampilan.

Kebaya noni

Seperti kebaya kartini dan kebaya encim, kebaya model noni Belanda ini memiliki model bukaan depan. Yang membedakannya adalah di bagian depannya dihiasi oleh renda. Dari namanya, bisa ditebak model kebaya ini terinspirasi dari busana khas Eropa. Di masa kolonial, para perempuan Barat itu mengenakan baju panjang itu dipadu dengan sarung khas Indonesia. Baju panjang ini biasanya bermotif bunga-bunga, termasuk bunga tulip khas Belanda.

Kebaya Noni identik warna dasar putih yang dipadukan dengan motif-motif bunga dengan warna yang lembut. Bagi orang Belanda warna putih menyimbolkan kesucian, kemuliaan, dan kejayaan. Belakangan kebaya noni kerap dihiasi oleh bordir, namun aslinya menggunakan renda yang disambung-sambung

Kebaya Kutubaru

Sering disebut model paling klasik, kebaya kutubaru itu dicirikan oleh siluetnya yang tampil berbentuk gier (lapisan bagian tengah di bagian muka kebaya). Potongan kebaya seperti ini lebih terkesan standar dengan lengan sedikit pas. Umumnya pemakaian kebaya kutubaru menggunakan tambahan korset atau long torso yang terpisah dari kebaya.

Pemakaian Kebaya

Tak ada larangan untuk mengaduk ciri-ciri kebaya itu. Namun, jika ingin mendapatkan karakter khasnya, perancang busana Musa Widyatmojo memberikan resep sederhana: kebaya kartini dipadu dengan kain panjang. Kebaya noni yang berenda dipadukan dengan kain sarung. Kebaya encim yang punya karakter bordir dipadukan dengan kain pagi sore yang karakternya Tiong Hoa selalu berwarna-warni. Kemudian kebaya kutubaru dipakai dengan bawahan kain panjang batik klasik. Musa mewanti-wanti, pada acara resmi atau upacara adat, pakem tersebut sebaiknya diikuti sebagai bentuk penghargaan atas budaya.

Bahwa belakangan, kebaya dirancang agar lebih sesuai dengan situasi zaman, tak berarti moodifikasi tak pernah dilakukan. Sejak era 1950-an, dengan dipelopori Gusti Nurul, istri Mangkunegoro VIII dari Solo, kebaya terus dikembangkan. Toh, arus modernitas menggerusnya. Kaum perempuan memilih blus dan gaun ala Barat karena dianggap lebih praktis dan modern. Ada disrupsi budaya di balik pergeseran itu. Memasuki abad 21, busana muslim tumbuh menguat di masyarakat perempuan Indonesia.

Kebangkitan kebaya, yang antara lain didukung oleh Gerakan Indonesia Berkebaya, memberikan pilihan baru. Muncul kebaya-kebaya dengan modifikasi pada panjang lengannya, longgarnya bagian badan dan permainan gaya asimetri. Kain batik yang digunakan sebagai padanan juga bisa dijahit menjadi sarung dengan bukaan atau rok. Itu memudahkan cara pemakaian dan dianggap lebih fleksibel. Bahkan banyak yang memilih mengenakan celana atau bahkan jeans sebagai bawahan kebaya.

Ibu Negara Iriana Joko Widodo ikut ambil bagian. Dalam acara Visi Indonesia di Bogor Juli lalu, ia tampil mengenakan kebaya dan batik dengan sepatu sneakers berwarna hitam. Seberapa jauhkah gerakan itu akan berkembang, itu terpulang dari bagaimana perempuan Indonesia mendefinisikan diri dan  perannya dalam menyongsong perubahan zaman. (P-1)

Berita Populer