Istilah "civilization" atau peradaban adalah istilah yang tidak begitu disukai oleh seorang Jared Diamond. Lebih dari tiga puluh tahun hidupnya dia sibukkan dengan kerja penelitian di tengah-tengah masyarakat Papua. Dari pekerjaan meneliti keanekaragaman burung-burung penghuni "pulau surga" dia berkembang menjadi pemerhati manusia yang hidup di sana.
Modernisasi di barat dan berbagai hal yang dikisahkan sebagai kemajuan kerap menempatkan masyarakat yang masih hidup di dalam "sistem lama" sebagai masyarakat yang tertinggal. Ada bau rasisme terselubung dalam istilah "beradab" yang menyusun kata "peradaban".
Ungkapan seperti "kebangkitan peradaban" dalam hemat Jared dapat memberikan kesan yang keliru. Keliru mengira bahwa masyarakat yang sudah mengalami peradaban adalah masyarakat yang lebih baik, sedangkan masyarakat yang masih bersifat kesukuan atau berburu, meramu, dinilai buruk.
Faktanya, ungkap Jared dalam bagian awal buku Gun, Germs, and Steel (1997), masyarakat industri tidaklah "lebih baik" dari pada masyarakat yang berburu dan meramu. Dalam masyarakat Amerika Serikat yang sudah menikmati kemajuan industri, misalnya, mereka memang memiliki jaminan kesehatan yang lebih baik, umur yang lebih panjang, dan risiko kematian yang kecil. Tetapi mereka tidak lebih bahagia dibandingkan dengan masyarakat "tradisional" dengan perlindungan sosial dari persaudaraan dan besarnya kekerabatan yang menaunginya.
Bahkan dalam banyak hal, orang-orang yang berasal dari masyarakat "maju" sebenarnya tidak lebih pintar ketimbang saudaranya yang lebih dekat dengan alam liar.
Malu karena Prasangka
Satu peristiwa yang tidak pernah dilupakan Jared Diamond adalah saat dia melakukan penelitian bersama Suku Fore. Suku ini adalah penghuni dataran tinggi bagian timur Papua Nugini. Saat itu dia sedang dalam perjalanan di tengah hutan untuk mengamati burung-burung yang kerap berada di tempat yang bersinggungan dengan wilayah suku-suku lain.
Sebagaimana diketahui, dalam masyarakat yang masih bersuku-suku melintasi batas teritorial bisa memunculkan ketegangan bahkan bisa berujung perkelahian. Karena tindakan itu dianggap melanggar batas, suku yang merasa terganggu menutup jalan asal mereka berangkat. Padahal, perbekalan dan logistik ada di sana. Walhasil, rombongan Jared pun terancam kelaparan di tengah hutan. Panik pun berkecamuk di kepala Jared. Tetapi orang-orang Fore yang menemaninya tenang-tenang saja.
Di tengah kebingungan ternyata muncul seorang kawan Fore. Sebelumnya dia masuk ke dalam rimbunnya hutan. Sekarang dia kembali dengan sekarung penuh berisi berbagai jamur dan cendawan. Tanpa omong panjang dia langsung memanggang hasil pencariannya.
Dalam benak Jared yang panik timbul kekhawatiran. Jamur sebanyak itu jangan-jangan ada yang beracun! Dia pernah mendengar, salah seorang peneliti jamur di Amerika Serikat pernah sekarat karena tidak bisa membedakan mana yang beracun mana yang tidak. Bentuknya hampir sama.
Dengan hati-hati Jared berusaha menjelaskan kepada kawan-kawan Suku Fore untuk tidak gegabah dengan jamur-jamur itu. Apa yang terjadi kemudian? Kawan Suku Fore itu marah kepada Jared. Katanya lebih baik Jared tutup mulut dan tidak sok tahu.
Bukankah selama ini Jared, dalam istilah orang Fore, selalu bertanya kepada mereka tentang jenis-jenis tanaman, pohon, dan burung-burung. Mengapa Jared menyangsikan kemampuan mereka hanya untuk membedakan mana jamur beracun dan mana yang tidak. Ini namanya penghinaan. Hanya orang Amerika bodoh yang tidak tahu membedakan hal sesederhana jamur.
Mereka kemudian menjelaskan kepada Jared tentang 29 jenis jamur yang bisa dimakan. Semuanya disebutkan dalam bahasa Fore. Mereka tidak lupa menyebutkan asal jamur-jamur itu tumbuh dan di mana bisa didapatkan. Yang sedang dibakar saat ini, adalah jenis "Tanti". Jamur ini tumbuh di pohon, rasanya enak, dan siap untuk disantap.
Spesialnya Orang Lanjut Usia
Kesan yang dalam terhadap orang Papua diungkapkan lebih jauh lagi oleh Jared Diamond dalam buku The World Until Yesterday (2012). Apa yang harus dipelajari dari masyarakat yang masih menganut sistem "tradisional" salah satunya adalah bagaimana kebijaksanaan memberdayakan orang lanjut usia.
Jared menulis, fungsi terpenting orang lanjut usia dalam masyarakat Papua adalah sesuatu yang tidak terpikirkan barangkali oleh orang zaman sekarang. Dalam masyarakat yang melek aksara, penyimpanan informasi utama adalah sumber-sumber tertulis atau digital. Dari Ensiklopedia sampai buku referensi. Dari mesin pencari, sampai mesin notifikasi.
Sebagian masyarakat Papua yang masih mengandalkan ingatan manusia, posisi orang berumur tua adalah sandaran segala kebijakan. Dengan pengalaman kemampuan mengingatnya, orang tua di beberapa masyarakat Papua berfungsi seperti Ensiklopedia dan perputakaan. Berkali-kali Jared menjumpai hal itu tiap kali dia melakukan wawancara di berbagai suku yang ada di sana. Saat seseorang tidak yakin akan hal yang harus dia jawab biasanya dia akan pamit untuk bertanya pada "tetua". (Y-1)