Sabira adalah pulau paling luar dari Provinsi Jakarta yang jaraknya sekitar 160 kilometer dari Tanjung Priok dan dapat dicapai dalam 4--5 jam perjalanan kapal cepat dari Pelabuhan Muara Angke.
Kapal Motor (KM) Dewandra mulai mempercepat laju sejak beberapa menit meninggalkan dermaga Pelabuhan Muara Angke di Kali Adem, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Buih-buih putih memuncrat deras ke tepian kapal biru-putih bermesin empat milik Unit Pengelolaan Transportasi Perairan Dinas Perhubungan Pemerintah Provinsi Jakarta. Semakin jauh kapal melaju, bangunan megah pelabuhan tampak mengecil dan hanya hitungan menit sudah tak tampak lagi.
Saking cepatnya kapal berkapasitas 42 tempat duduk itu membelah derasnya ombak, tubuh kapal mulai bergoyang-goyang ke kiri dan kanan. Tetapi penumpang yang berada di dalam kapal seolah tak peduli. Anak-anak tetap riuh bersenda gurau dan tertawa dan orang-orang dewasa terus berceloteh dalam bahasa Indonesia dengan aksen Bugis yang kental. Pagi itu mereka hendak menuju Pulau Sabira dengan lama perjalanan sekitar 4-5 jam bergantung kondisi laut.
KM Dewandra tak langsung menuju Sabira karena setelah berjalan selama 1,5 jam dari Kali Adem harus transit di Pulau Kelapa lantaran ada banyak penumpang yang hanya sampai di sini. Transit di Pulau Kelapa dapat memakan waktu hingga satu jam sampai kapal kembali dipenuhi penumpang menuju Sabira. Perjalanan dari Pulau Kelapa menuju Sabira memakan waktu paling cepat dua jam jika tinggi gelombang laut normal atau kurang dari 1 meter.
Sabira atau dikenal juga sebagai Sebira adalah pulau paling utara dari Provinsi Jakarta yang masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Kepulauan Seribu. Jarak Sabira dari daratan Pulau Jawa hampir 100 mil atau sekitar 160 kilometer jauhnya, namun lebih dekat dengan Pulau Sumatra, tepatnya ke Kabupaten Lampung Timur. Sabira menyimpan banyak potensi menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan, baik keindahan alam di daratan maupun bawah lautnya.
Perjalanan memakai kapal cepat menjadi satu-satunya pilihan ke Sabira dan tidak ada satu pun kapal kayu yang mau melayari jalur ini dari daratan Jakarta. Umumnya pengunjung memilih naik kapal kayu sampai Pulau Kelapa dengan lama perjalanan sekitar 3-4 jam sebelum menyambung dengan kapal cepat ke Sabira. Rute ke Sabira masuk kategori zona 2 Plus atau terjauh dari banyak rute kapal menuju Kepulauan Seribu.
Harga tiketnya sebesar Rp43.000 per orang sekali jalan atau Rp86.000 untuk pergi-pulang (PP). Perjalanan ke Sabira hanya ada tiap hari Senin, Rabu, dan Sabtu sedangkan dari Sabira ke Pelabuhan Muara Angke dilakukan pada Selasa, Kamis, dan Minggu. Tiketnya dapat dibeli melalui aplikasi pemesanan daring di Jakarta e-Ticketing (JakeT) Boat yang dikelola Pemerintah Provinsi Jakarta.
Akses menuju Pelabuhan Kali Adem juga tidak sulit karena ada bus Transjakarta 12A rute Pelabuhan Kali Adem-Stasiun Kota. Jika membawa kendaraan pribadi seperti motor atau mobil juga tersedia layanan parkir menginap dengan tarif terjangkau.
Mayoritas Suku Bugis
Menurut Lurah Pulau Harapan, Muhammad Yusuf, Pulau Sabira luasnya sekitar 8,82 hektare adalah salah satu di antara 30 pulau di Kelurahan Pulau Harapan, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara terdiri dari satu Rukun Warga (RW) dan empat Rukun Tetangga (RT). Jumlah penduduknya sebanyak 675 jiwa atau sekitar 195 kepala keluarga dengan 50 persen bekerja sebagai nelayan dan sisanya adalah pedagang.
Sejauh ini, untuk memenuhi kebutuhan warga pulau, pemerintah kabupaten berupaya menyediakan seumlah fasilitas penunjang. Misalnya terdapat fasilitas lapangan voli, tersedia satu unit gerai mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dari salah satu bank milik Pemprov Jakarta, serta puskesmas. Seluruhnya berada satu kawasan dengan dermaga kapal tak jauh dari permukiman penduduk.
Selain itu turut dibangun sistem pengelolaan air limbah dan penyediaan air bersih serta penerangan pulau. Ikut dibangun SD Negeri dan SMP Negeri satu atap, artinya seluruh siswa belajar di bangunan yang sama. Ketua RW 3 Pulau Sabira, Ali Kurniawan mengutarakan, 95 persen penduduknya berasal dari suku Bugis dan telah mendiami pulau sejak tahun 1975 silam.
Jika dulunya warga banyak mendirikan rumah panggung khas Bugis, maka model bangunan itu sudah mulai jarang ditemukan lantaran telah ada kesepakatan di antara warga agar tidak menebang pohon-pohon di pulau. Umumnya pohon di Sabira telah berusia ratusan tahun terdiri dari jenis ketapan, randu, kampak-kampak, dan lainnya. Jalan lingkungan di Sabira juga sangat tertata menggunakan paving block dan ada banyak sepeda listrik berlalu lalang di pulau ini.
Lalu apa yang membuat Sabira istimewa dan menjadi salah satu tujuan wisata minat khusus? Ada banyak alasannya seperti lingkungannya yang masih terjaga kelestariannya termasuk keindahan alam bawah laut dengan gugusan terumbu karang jenis Acropora berbentuk brancing, submassive, encrusting, dan folliose sangat mudah ditemukan dan masih asri. Ikan laut aneka warna juga menjadi penghuni tetap terumbu karang tadi.
Pengunjung dapat melakukan snorkeling di antara terumbu karang perairan dangkal Sabira atau menjelajahi pesisir pulau yang berpantai pasir putih. Tak sedikit pula yang berkunjung dari pulau lain dan hanya singgah sebentar (island hopping). Jika ingin menginap, ada beberapa warga yang menyewakan kamar-kamar rumah mereka kepada pengunjung dengan tarif antara Rp350.000--Rp500.00 per malam sudah termasuk makan tiga kali sehari. Kamar juga telah dilengkapi pendingin ruangan.
Tak perlu khawatir dengan pasokan listrik karena sejak 2019 PT Perusahaan Listrik Negara Unit Induk Distribusi Jakarta Raya bersama Pemprov Jakarta telah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 400 kilowatt peak (kWp) yang mampu menghasilkan listrik sebesar 1.200 kilowatt jam (kWh) per hari.
Kehadiran PLTS ini untuk membantu kerja Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) berkekuatan 125 kWh dan membuat listrik dapat menyala selama 24 jam. Sinyal telepon seluler pun dapat diterima dengan baik di seluruh sudut pulau.
Penjaga Utara
Keistimewaan lainnya dari Sabira adalah adanya mercusuar yang berada di bagian timur pulau dan dapat terlihat dari jarak sekitar 5 kilometer. Tak seperti umumnya mercusuar, menara navigasi dan pemandu kapal setinggi 48 meter dengan 260 anak tangga ini terbuat dari baja. Pembuatannya dilakukan pada 1867 oleh pabrik Grosfmederij di Leiden, Belanda dan setelah selesai dicetak, mercusuar baja ini dikirim ke Batavia secara bertahap selama dua tahun.
Agar dapat berdiri dan tahan lama, pada bagian luar menara mercusuar disangga oleh 64 kerangka besi dengan jumlah lingkaran rangka pada 12 sisi. Lampu mercusuar jenis revolving berkekuatan tinggi dan dapat terlihat hingga 35 km jauhnya dan menyala tiap 11 detik. Seperti tertulis pada plakat besi di atas pintu masuk menara, mercusuar sumbangan Raja Belanda Willem III ini selesai berdiri pada 1869.
Jika menaiki mercusuar ini hingga ke puncaknya, kita dapat melihat 360 derajat seluruh Pulau Sabira termasuk air laut hijau toska dan biru jernih serta gugus terumbu karang di perairan dangkal pulau. Jika dicermati dari atas menara, sejauh mata memandang kita baru menyadari bahwa Sabira menjadi satu-satunya pulau yang ada di tengah laut lepas. Kita juga dapat menyaksikan peristiwa matahari terbit dan terbenam dari mercusuar.
Mercusuar ini mendapat nama khusus, Noodwachter atau Penjaga Utara dan masuk Daftar Suar Indonesia nomor 1690 di bawah pengelolaan Distrik Navigasi Kelas 1 Tanjung Priok Kementerian Perhubungan. Dekat menara mercusuar berdiri terdapat lapangan sepak bola yang ramai oleh anak-anak bermain di sore hari.
Tak hanya mercusuar, Sabira juga memiliki tempat penangkaran penyu sisik. Hewan bernama latin Eretmachelys imbricata ini termasuk dilindungi oleh Pemerintah Indonesia dan ada pada Daftar Merah (Redlist) Badan Konservasi Alam Internasional (IUCN) dengan kategori Nyaris Punah (Critically Endagered).
Sabira menjadi lokasi favorit penyu sisik bertelur, karena induk-induk hewan bercangkang keras ini bisa 5-6 kali dalam sebulan singgah ke Pulau Penjaga Utara itu untuk bertelur. Semula, telur-telur itu diambil warga untuk dikonsumsi sendiri, namun sejak 2015 muncul kesadaran dari mereka untuk tidak lagi mengonsumsi begitu mengetahui bahwa penyu sisik hewan dilindungi.
Program konservasi oleh masyarakat setempat tidak sebatas kepada penyu sisik saja. Mereka juga aktif menanam puluhan ribu pohon mangrove sebagai benteng alami dari abrasi dan gelombang laut. Atas upaya itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2019 mengganjarnya dengan penghargaan lingkungan Kalpataru. Pemerintah Provinsi Jakarta juga membantu pembangunan tanggul sepanjang 400 meter mengelilingi bagian selatan pulau.
Produk terkenal dari Sabira adalah produk ikan asin yang bahan bakunya adalah ikan selar kuning (Selaroides leptolepis) yang mudah ditemui di perairan sekitar. Hampir di setiap sudut pulau dapat dijumpai warga tengah menjemur ikan selar di atas para-para atau rangka baja sebagai alas menjemur ikan asin. Warga juga membangun rumpon tak jauh dari terumbu karang sebagai sarang ikan selar agar selalu tersedia pasokan ikan untuk diolah sebagai ikan asin.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari