Pembangunan sebuah bangsa bukan hanya memerlukan wujud fisik. Tapi juga dibutuhkan sebuah strategi kebudayaan agar tujuan-tujuan besar Indonesia dapat terumuskan dengan baik. Kita tahu apa yang kita lihat dan hasilkan sekarang adalah output dari sebuah kebudayaan yang hidup di masyarakat.
Dunia bergerak mengalami berbagai perusahan dengan cepat. Tidak ada masa sebelumnya seperti saat ini, di mana teknologi dan ilmu pengetahuan mendorong perubahan dengan kecepatan yang luar biasa. Apalagi teknologi informasi yang membantu mempertautkan jarak, membuka sekat-sekat pembatas, mempermudah kehidupan, dan memberi akses kepada siapa saja terhadap segala informasi.
Pada konteks seperti itulah rakyat Indonesia hidup sekarang. Nilai-nilai lama yang pernah menjadi fondasi dasar dari cara berpikir dan bersikap kali ini mengalami tantangan. Indonesia membutuhkan sebuah cara pandang baru dalam kehidupan sosialnya.
Kebudayaan Indonesia adalah wujud dari bersatunya unsur-unsur budaya dari berbagai daerah. Budaya Indonesia bukan budaya tersendiri yang berbeda dari budaya daerah yang beragam. Merumuskan strategi kebudyaan Indonesia, sama saja dengan mencari jalan bagaimana melestarikan setiap budaya daerah untuk pada akhirnya melebur dalam keindonesiaan.
Dalam semangat itulah, Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) yang akan digelar 5-9 Desember 2018 dilaksanakan. Dasar penyelenggaraan KKI itu sendiri adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang menjelaskan bahwa pemajuan kebudayaaan adalah upaya meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia melalui perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan.
Setahun sebelum diundangkan, pada 31 Agustus 2016, Presiden Joko Widodo menginstruksikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyusun strategi kebudayaan dengan mengacu pada Trisakti, yakni dengan memperhatikan bagaimana asas berdaulat dalam politik, mandiri dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan dapat menjadi roh dari pengelolaan kebudayaan nasional.
Semangat undang-undang juga menjadi dasar instruksi Presiden untuk menyusun strategi kebudayaan sebagai pintu masuk penyelenggaraan kongres kebudayaan. Apalagi, sejauh pemberitaan yang saya ikuti, kongres kebudayaan yang akan digelar telah melalui suatu proses panjang. Yakni, menghimpun masukan dari masyarakat. Kongres itupun bukan didominasi oleh para pakar kebudayaan tapi lebih ditekankan pada pelaku kebudayaan.
Acara dibuka dengan pra-Kongres Kebudayaan Indonesia untuk mengakomodir diskusi sektoral 333 ahli dan pelaku budaya yang terbagi dalam 11 forum bidang budaya. Rekomendasi-rekomendasi dari 11 forum tersebut akan melengkapi keseluruhan dari 24 forum dalam tahap Penyusunan Rekomendasi Stakeholder Kebudayaan untuk Strategi Nasional.
Aspirasi dari daerah-daerah diberikan ruang untuk menjadi penyusun strategi kebudayaan. Hal tersebut yang membedakan penyelenggaraan KKI 2018 dari yang sebelumnya.
Penting untuk dicatat, langkah pemajuan kebudayaan tidak selesai dalam tahap strategi kebudayaan. Tahap berikutnya adalah strategi kebudayaan, setelah ditetapkan jadi Peraturan Presiden (Perpres), akan menjadi rujukan utama dalam penyusunan Rencana Pembangungan Jangka Menengah (RPJM) atau Rencana Pembangungan Jangka Panjang (RPJP).
Dengan kata lain, kontribusi pemajuan kebudayaan untuk kemajuan umum adalah untuk membuat kebudayaan sebagai haluan pembangunan Indonesia. Sedangkan visi akhir dalam memajukan kebudayaan cukup sederhana, yakni menuju Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
Hasil dari kongres kebudayaan ini akan menjadi panduan masyarakat, terutama untuk daerah provinsi dan kabupaten, yang belum menjadikan kebudayaan sebagai arus utama pembangunan.
Strategi kebudayaan yang dihasilkan dalam kongres adalah sebuah rumus kebudyaan yang akan menjawab tantangan domestik maupun global yang dihadapi Indonesia saat ini. Melalui rumusan tentang kebudayaan yang dihasilkan, juga dapat menjadi acuan bagi penyusunan rencana pembangunan di tingkat nasional dan daerah.
Kongres ini bertepatan dengan 100 tahun sejak kongres pertama kali digelar pada 1918. Sebuah kerja besar untuk merumuskan kembali strategi kebudayaan Indonesia, yang pada akhirnya makin meneguhkan karakteristik bangsa Indonesia dalam interaksi dunia.
Acep juga menyinggung upaya penguatan pendidikan karakter yang digembor-gemborkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Menurutnya, pendidikan karakter berakar pada kebudayaan, sebab karakter merupakan sebuah identitas. (E-1)