Kondisi ekonomi makro Indonesia dinilai stabil, memiliki resiliensi yang cukup tangguh, dan mampu bertahan di tengah gempuran pandemi serta ketidakpastian ekonomi global. Penilaian itu bukanlah klaim sepihak, melainkan datang dari lembaga asing.
Yang terbaru, lembaga pemeringkat Moody's memutuskan untuk mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia ke peringkat Baa2 dengan outlook stabil pada 10 Februari 2022. Credit rating itu sama dengan posisi Indoneia pada Mei 2018.
Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto tentu gembira. Ia mengganggap itu sebagai cerminan optimisme para investor global atas Indonesia. Menko Airlangga menilai, afirmasi (pernyataan positif) dari Moody’s itu akan menjadi modal tambahan pemerintah untuk mendorong investasi, karena reformasi struktural di Indonesia dinilai mampu mendukung peningkatan investasi dan daya saing ekspor.
‘’Afirmasi rating ini menjadi salah satu validasi pemerintah untuk terus mengimplementasikan pelaksanaan UU Cipta Kerja, sambil tetap menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi untuk perbaikannya. Operasionalisasi peraturan turunan pada semua sektor, baik di pusat maupun daerah, akan terus dilakukan," ujar Airlangga, Sabtu (12/2/2022).
Menurut Menko Airlangga, salah satu implementasi UU Cipta Kerja yang akan memberikan manfaat secara cepat pada ekonomi Indonesia adalah operasionalisasi Indonesia Investment Authority (INA). Kehadiran dan operasionalisasi lembaga tersebut pada 2022, diyakininya dapat menjawab berbagai tantangan dalam menarik investasi ke Indonesia dan dapat menjadi daya tarik tersendiri, baik bagi investor asing maupun domestik.
Lembaga pemeringkat Moody’s menyampaikan, proyeksi rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar lima persen dalam dua tahun ke depan. Menurut Moody’s, pertumbuhan PDB Indonesia akan kembali kepada level prapandemi. Perkiraan Moody’s atas Indonesia ini lebih tinggi ketimbang rata-rata negara dengan rating Baa2, yaitu 3,7%. Moody’s mengharapkan, reformasi struktural Indonesia akan mendorong investasi dan daya saing ekspor, seraya mengurangi scarring effect perekonomian.
Bagi Menko Airlangga, proyeksi Moody’s itu dapat memberikan optimisme bagi pencapaian target pertumbuhan ekonomi 2022 yang telah dicanangkan pemerintah sebesar 5,2 persen. "Pencapaian ini semakin memberikan prospek yang baik terhadap ekonomi Indonesia di tahun 2022,’’ katanya.
Terjaganya rating investasi alias credit rating atas Indonesia itu, menurut Airlangga, akan menjadi modal awal untuk mempercepat perbaikan iklim investasi, melalui reformasi struktural, sehingga dapat mendorong peningkatan investasi dan penciptaan lapangan kerja pada 2022. Sejumlah indikator juga disebutnya mendukung prospek pemulihan ekonomi.
Pada awal bulan ini, IHS Markit mengumumkan bahwa level Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia tetap berada di zona ekspansif dan mengalami peningkatan ke level 53,7 pada laporan Januari 2022. Peningkatan aktivitas manufaktur itu mencerminkan peningkatan produksi atas kenaikan permintaan domestik.
"Ke depan permintaan domestik diharapkan makin menguat, yang tecermin dari Indeks Keyakinan Konsumen pada Januari 2022 mengalami peningkatan ke level 119,6. Hal ini juga mengindikasikan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi kian solid," kata Airlangga pula.
Sejalan dengan hal tersebut, keyakinan konsumen pada Januari 2022 juga meningkat didorong oleh membaiknya persepsi konsumen atas kondisi ekonomi saat ini, terutama pada tingkat penghasilan sekarang dan pembelian barang tahan lama (durable goods). Sejalan dengan membaiknya persepsi atas kondisi ekonomi, ekspektasi konsumen kepada kondisi ekonomi mendatang tercatat membaik pada seluruh indeks pembentuknya. "Pemerintah berkomitmen untuk menjaga sinergi pemulihan ekonomi yang terjadi antara sisi supply dan demand," ujar Airlangga.
Akan halnya peringkat kredit itu sendiri, tak hanya Moody’s yang memberikan afirmasi positif atas Indonesia. Pada 22 November 2021 lalu, lembaga pemeringkat Fitch juga mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada level BBB, dengan outlook stabil. Keputusan ini mempertimbangkan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia jangka menengah yang baik dan rasio utang pemerintah terhadap PDB yang dinilai masih rendah.
Pada saat ini, Japan Credit Rating Agency dan Lembaga Rating & Investment pun mempertahankan credit rating Indonesia pada level BBB+ dengan outlook positif. Hanya Lembaga S&P yang memberi rating BBB kepada Indonesia dengan outlook negatif, pada April 2021 di tengah pandemi yang sedang bergolak. Ia memberikan catatan tentang risiko fiskal pada saat itu. Belum ada update tentang credit rating baru dari S&P.
Secara khusus, siaran pers Kementerian Keuangan, yang dirilis pada Jumat (11/2/2022) menyebutkan, afirmasi peringkat Indonesia pada Baa2 dengan outlook stabil, adalah pengakuan positif dari Moody’s sebagai salah satu lembaga pemeringkat utama di dunia. Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan Indonesia dinilainya tetap terjaga, sementara prospek ekonomi jangka menengah tetap kuat di tengah ketidakpastian ekonomi global yang meningkat.
Kinerja ekonomi yang tangguh itu, disebutnya, didukung oleh kredibilitas kebijakan yang tinggi dan sinergi antara Pemerintah, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan. Selain itu peran APBN sangat penting sebagai instrumen fiskal yang responsif dan antisipatif dalam situasi yang masih dinamis. APBN tetap menjadi kunci kebijakan pengendalian dan penanganan pandemi serta percepatan pemulihan ekonomi.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari