Indonesia.go.id - Sumbangsih Indonesia untuk Bulu Tangkis Dunia

Sumbangsih Indonesia untuk Bulu Tangkis Dunia

  • Administrator
  • Senin, 4 Oktober 2021 | 19:29 WIB
PIALA SUDIRMAN
  Piala Sudirman Cup. Punya gengsi besar, dan selalu diperebutkan. Djarum Foundation
Tokoh bulu tangkis nasional asal Pematangsiantar dan salah satu pendiri Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) bernama Sudirman diabadikan sebagai lambang supremasi kejuaraan dunia beregu campuran yang digelar tiap dua tahun seperti halnya Piala Thomas dan Uber.

Bulu tangkis merupakan olahraga kedua terpopuler di Indonesia setelah sepak bola. Kedua cabang olahraga ini juga telah berkembang menjadi sebuah industri dan menggerakkan ekonomi kreatif bagi banyak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Lebih dari 2.000 klub bulu tangkis, dikenal dengan perkumpulan bulu tangkis (PB), teregistrasi di Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI).

Jika dipukul rata setiap PB tadi membina 100 atlet muda, maka setidaknya saat ini ada sekitar 200.000 bibit muda usia 8--15 tahun digembleng untuk menjadi pebulu tangkis berprestasi. Angka itu tentu akan semakin banyak jika memasukkan nama klub-klub yang telah banyak mencetak atlet-atlet berkaliber dunia, misalnya PB Djarum, Tangkas, Jaya Raya, dan lainnya. Di tiap PB papan atas itu ada sekitar 200-300 bibit muda berlatih.

Pesatnya perkembangan bulu tangkis hingga menjadi sebuah industri tak bisa dilepaskan dari sosok Sudirman. Ia adalah Bapak Bulu Tangkis Indonesia dan salah satu pendiri PBSI yang dibentuk di Bandung, 5 Mei 1951. Mengutip dari buku Sejarah Bulutangkis Indonesia karya jurnalis olahraga senior TD Asmadi dan Eko Djatmiko, Sudirman tercatat dua kali memimpin PBSI, yaitu rentang 1952-1963 dan 1967-1981.

Dalam masa kepemimpinan Sudirman itu, Indonesia menjelma menjadi kekuatan paling ditakuti di bulu tangkis dunia. Untuk pertama kalinya Merah Putih ikut putaran final Piala Thomas, 1958 atau tujuh tahun setelah terbentuknya PBSI. Bermaterikan Ferry Sonneville, Tan Joe Hok, Njoo Kiem Bie, Tan King Gwan, dan Eddy Jusuf, Indonesia tampil menggetarkan di partai challenge, yaitu babak penentu mempertemukan pemenang di partai final dengan juara bertahan. Indonesia membabat juara bertahan Malaysia dengan skor meyakinkan, 6-3.  

Sejak itu, Indonesia selalu langganan juara Piala Thomas, lambang supremasi bulu tangkis beregu putra dunia, sebanyak tujuh kali hingga 1979 dan menenggelamkan pamor Malaysia sebagai kampiun bulu tangkis dunia. Rentang 1994-2002, Indonesia tercatat secara beruntun lima kali membawa pulang Piala Thomas.

Pada era Sudirman pula bermunculan pahlawan-pahlawan bulu tangkis ternama di antaranya Rudy Hartono, pemilik delapan gelar All England. Indonesia juga mampu merebut Piala Uber, lambang supremasi bulu tangkis beregu putri dunia, di mana piala itu diboyong pertama kali pada 1975 oleh Imelda Wiguna dan kawan-kawan. Setelah 1975, Merah Putih dua kali memboyong Piala Uber, yaitu 1994 dan 1996.

Reputasi pria kelahiran Pematangsiantar, 22 April 1922 yang juga Bapak Farmasi Indonesia itu tak hanya dikenal di percaturan bulu tangkis nasional saja. Ia juga sangat disegani di kalangan bulu tangkis dunia. Sudirman, bersama Suharso Suhandinata adalah sosok vital yang membuat dua federasi olahraga tepuk bulu angsa ini, International Badminton Federation (IBF) dan World Badminton Federation (WBF) bersatu pada 1981.

Munculnya dua kubu organisasi bulu tangkis itu berlatar konflik politik kawasan yang terbawa hingga ke ranah olahraga. Setelah disatukan, saat itu dunia hanya mengenal IBF. Belakangan menjadi Badminton World Federation (BWF) sebagai satu-satunya induk olahraga bulu tangkis dunia.

Setelah Sudirman menghadap Sang Kuasa pada 10 Juni 1986, Suharso ingin mengenang jasa sahabatnya tadi. Ia pun mengusulkan pemberian nama Sudirman untuk kejuaraan bulu tangkis dunia beregu campuran pada sidang tahunan IBF, Oktober 1988. Dalam biografinya, Suharso Suhandinata, Diplomat Bulutangkis, ia menyebutkan, belum ada tokoh bulu tangkis di luar Eropa yang diabadikan namanya untuk kejuaraan dunia.

Selama ini dunia hanya mengenal Sir George Alan Thomas dan Betty Uber untuk kejuaraan beregu putra dan putri. Presiden IBF saat itu, Ian Palmer asal Selandia Baru pun setuju dan langsung menyebut Sudirman sebagai nama resmi untuk kejuaraan beregu campuran.    

Setahun kemudian, Piala Sudirman digelar perdana di Jakarta dan Indonesia langsung merebut juara. Indonesia berhak atas piala berlapis emas 22 karat karya mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung, Rusnandi, dengan motif Candi Borobudur di bagian atasnya.

Sejak direbut 31 tahun silam, tim Merah Putih belum pernah lagi membawa pulang piala setinggi 80 sentimeter dan berat 600 gram itu. Semula peluang untuk merebut kembali Piala Sudirman ditumpukan kepada Hendra Setiawan dan kawan-kawan termasuk pasangan emas Olimpiade Tokyo 2020, Greysia Polii/Apriyani Rahayu. Perhelatan dua tahunan itu digelar pada 26 September-3 Oktober 2021 di Finlandia.

Di Energia Areena, Kota Vantaa, sekitar 25 kilometer dari ibu kota Helsinki, Hendra dan kawan-kawan sayangnya tak mampu mewujudkan tekad membawa pulang Piala Sudirman ke tanah kelahiran. Di kota tempat berlangsungnya perjanjian damai Gerakan Aceh Merdeka dengan Pemerintah Indonesia pada 2005 itu kembali menjadi saksi bisu. Kali ini Vantaa harus bersedih lantaran kita belum mampu bersanding dengan dua negara langganan juara, Tiongkok, juara 11 kali dan Korea Selatan perebut empat kali juara piala berbentuk seperti shuttlecock itu.

 

 

Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari

 

Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber Indonesia.go.id.