Bagi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), pendirian museum ditujukan untuk merawat memori kolektif bangsa dalam mengembangkan peradaban.
Terbentuknya Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sudah hampir seusia Republik Indonesia. Pada April tahun ini lembaga tersebut berumur 75 tahun.
Sejarah terbentuknya depertemen/badan khusus yang menangani perencanaan pembangunan nasional dimulai pada 1947. Secara historis, diseminasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas mengalami beberapa kali penggantian nama.
Berawal dari Badan Perantjang Ekonomi pada 19 Januari 1947, yang kemudian disempurnakan menjadi Panitia Pemikir Siasat Ekonomi pada 12 April 1947. Kala itu dipimpin Menteri Kemakmuran Kabinet Syahrir III Adnan Kapau Gani dan dilanjutkan oleh Mohammad Hatta.
Kemudian, penggantian nama ini juga berlanjut menjadi Dewan Perantjang Negara pada 7 Januari 1952 yang diketuai Perdana Menteri Ir Djuanda Kartawidjaja, berlanjut menjadi Dewan Ekonomi dan Perentjanaan pada 6 Juni 1956 yang dipimpin Dr Ali Sastroamidjojo, Dewan Ekonomi dan Pembangunan pada 24 Agustus 1957, dan Dewan Perancang Nasional pada 23 Oktober 1958 dengan ketuanya Mohammad Yamin.
Adapun penetapan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mulai berlaku pada 31 Desember 1963, hingga terakhir adalah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pada masa Orde Baru-hingga sekarang. Beberapa tokoh nasional memenang tampuk pimpinan Bappenas seperti begawan ekonomi Profesor Widjojo Nitisastro, JB Sumarlin, Ginandjar Kartasasmita, Sri Mulyani Indrawati, Bambang Brodjonegoro, dan terakhir Suharso Monoarfa.
Bappenas memiliki peran besar dalam membangun peradaban nasional. Produk yang dihasilkan adalah membuat rancangan dan rencana kerja pembangunan nasional. Seperti Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahap I 1960-1969, Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) I hingga VIII, dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Panjang (RPJMP).
Berbagai produk dan kebijakan pembangunan lainnya juga lahir lembaga yang berkantor di Gedung eks Adhuc Stat di Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat. Sebut saja, program Swasembada Pangan, Wajib Belajar 12 Tahun, Penanggulangan Stunting, Transisi Energi dan Perubahan Iklim, hingga Keluarga Berencana (KB).
Amat disayangkan, berdasarkan survei internal yang dilakukan oleh Bappenas, sedikit sekali generasi muda yang mengenal Bappenas. "Kami punya peran unik, yakni merancang pembangunan nasional. Sayang sekali kalau arsip kami enggak ada yang mengelola. Itulah sebabnya penting untuk mengelola produk pengetahuan baru kemudian dikurasi dan dikumpulkan dan disimpan," ujar Sekretaris Kementerian PPN/Sekretasis Utama Bappenas Himawan Hariyoga saat ditemui usai Ruang Bincang #1 tentang momen historis gedung Bappenas dan geneologi Kementerian PPN/Bappenas di Jakarta, Rabu (20/4/2022).
Menurut Himawan, arsip-arsip Bappenas yang memiliki sejarah panjang di Gedung Taman Suropati tidak boleh hanya tersimpan. Dari pelbagai platform data yang sudah digunakan saat ini, maka Bappenas berencanakan membuat semacam museum perjalanan Bappenas.
"Kalau sekadar disimpan mungkin bisa disimpan di perpustakaan. Apakah ini cukup? Enggak cukup. Tidak hanya disimpan tapi harus dikomunikasikan," ujar Himawan.
Di samping itu, Himawan menuturkan bahwa sebagai pelayan publik, Bappenas juga dituntut oleh UU nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
"Dengan UU tersebut kami diharuskan untuk menginformasikan dan melayani siapapun yang ingin tahu tentang Bappenas. Museum itu adalah pengembangan dari platform yang sudah ada supaya orang bisa melihat perjalanan sejarah Bappenas dan bisa melihat apa yang sedang dan akan dilakukan oleh Bappenas ke depannya," jelasnya.
Hal itu bukanlah satu-satunya alasan pihak Bappenas ingin mendirikan Museum Bappenas. Program pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur tentu membuat Bappenas harus berkemas dan ikut pindah ke sana. Pindah ke kantor baru mungkin jadi perkara mudah. Namun, bagaimana dengan gedung yang ditinggalkan?
"Kalau gedung yang di Jakarta (Taman Suropati) kami tinggalkan dan dialihfungsikan menjadi bangunan lain, rekam jejak Bappenas di gedung tersebut mungkin perlahan-lahan akan lenyap. Sayang sekali," tukas Sesmen Bappenas.
Mantan Widyaiswara Bappenas, Dedy Supriadi Bratakusumah, mendukung pendirian Museum Bappenas di Kantor Taman Suropati sebagai sarana edukasi bagi publik. Dengan demikian, peran Bappenas bisa lebih dihargai masyarakat.
Sejak 2020, Bappenas tidak hanya menghimpun data-data yang tersimpan di kearsipan. Mereka juga menjaring kenangan dan rekam jejak dari para pejabat yang pernah mengabdi dan berjasa bagi lembaga itu.
Bekerja sama dengan komunitas sejarah, universitas, pihak Bappenas juga menelusuri peran Mohammad Hatta, AK Gani, Ali Sastroamidjojo hingga ke kampung kelahiran para tokoh tersebut. Dan bagi Bappenas, pendirian museum ini untuk merawat memori kolektif bangsa dalam mengembangkan peradaban perencanaan pembangunan nasional.
Lantas agar menarik generasi muda, mewujudkan tata pamer museum dengan tampilan yang interaktif dan futuristik. Memakai teknologi imersif. Menyediakan game corner, teater, dan pojok cafe kopi Nusantara.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari