Indonesia.go.id - Tak Ada Sangkut Paut Covid-19 dengan Hepatitits Akut

Tak Ada Sangkut Paut Covid-19 dengan Hepatitits Akut

  • Administrator
  • Kamis, 19 Mei 2022 | 12:48 WIB
HEPATITIS
  Dokter Puskesmas Kecamatan Sawah Besar memberikan sosialisasi tentang penyakit hepatitis akut di Mangga Dua Selatan, Jumat (13/5/2022). Kegiatan sosialisasi tersebut dalam rangka mitigasi penularan penyakit hepatitis akut. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Dari 17 pasien anak suspek penderita hepatitis akut, enam di antaranya meninggal. Di Amerika Serikat, 14 anak sampai memerlukan transplantasi organ hati. Tak ada hubungannya dengan Covid-19.

Kasus “hepatitis akut’’ menjadi sorotan yang ramai di Indonesia beberapa pekan terakhir. Penyakit ini menyerang anak-anak bahkan balita, dan bisa menimbulkan risiko kematian. Ia dianggap sangat berbahaya dan dikhawatirkan mudah menular karena diasosiasikan dengan infeksi Covid-19, serta  kehadiran adenovirus, yakni virus perantara pembawa material antigen pada vaksin AstraZeneca.

Penyakit hepatitis akut itu mula-mula berjangkit di beberapa negara Eropa Barat, terutama Inggris, dan Amerika Serikat (AS). Setelah mengonfirmasi hepatitis akut ini muncul di 11 negara, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun secara resmi menetapkannya sebagai wabah (disease outbreak) sejak 23 April 2022. Jenis dan asal-usul virus hepatitis akut ini belum diketahui secara persis.

WHO menyebut penyakit kuning itu sebagai acute hepatitis of unknown aetiology. Sejumlah pakar menyebutnya hepatitis non-A-E, untuk menegaskan bahwa penyakit ini bukan dari virus hepatitis A, B, C, D, dan E, yang selama ini dikenal oleh dunia sains. Yang pasti, virus berbahaya itu mungkin sudah menyebar ke mana-mana, termasuk ke Indonesia.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkap ada 15 kasus yang diduga kuat merupakan hepatitis akut di Indonesia hingga Senin (9/5/2022). Kementerian Kesehatan, katanya, terus memonitoring perkembangannya, dengan menerbitkan surat edaran yang meminta supaya dinas-dinas kesehatan dan rumah sakit di daerah untuk melakukan surveilans atas kasus-kasus dugaan hepatitis akut tersebut. Surat edaran itu diterbitkan 27 April, berselang  4 hari setelah Kemenkes menerima surat peringatan dari WHO.

Kemenkes, tutur Budi Gunadi, sudah  melakukan korespondensi dengan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di AS dan Health Security Agency dari Kerajaan Inggris (UKHSA), guna meminta informasi tentang virus misterius pada hepatitis akut itu. ‘’Belum bisa dipastikan virus apa yang menyebabkan adanya penyakit hepatitis akut ini,’’ ujar Budi Gunadi, dalam keterangan  persnya di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin (9/5/2022). Informasi  yang dirilis oleh CDC maupun UKHSA, ialah virus itu menular melalui mulut, lewat bahan makanan, air, alat makan, bahkan jari tangan yang terkontaminasi virus tersebut. Sasarannya ialah anak-anak di bawah 16 tahun hingga balita.

Kasus hepatitis akut ini di Indonesia sudah menyebar dalam wilayah yang luas. Dari 15 kasus yang disebut Menkes Budi Gunadi, 11 di antaranya dari DKI Jakarta, serta masing-masing satu dari Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatra Barat dan Bangka Belitung. Virus itu cukup ganas. Dari 15 kasus itu, 5 penderitanya meninggal. Pada 11 Mei 2022 muncul laporan tambahan dari Medan, ada dua kasus hepatitis akut, dengan satu pasien usia 2 tahun meninggal dunia. Jadi seluruhnya 17 kasus, dan 6 pasien meninggal dunia. Usia pasien antara 2–16 tahun.

Korban mengalami gejala yang khas. Demam tinggi, sakit perut, diare, dan muntah-muntah. Pasien mengalami sakit radang hati (hepatitis). Pada tahap yang lebih berat, kulit dan sklera (putih mata)  pasien berubah menguning. Gejala serologisnya juga cukup khas. Kadar serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) dalam darah umumnya di atas 500 iu (international Unit/liter). Untuk serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT) di atas 100 iu. SGPT dan SGOT orang sehat umumnya pada kisaran 30 iu per liter darah.

Serangan hepatitis anak-anak ini umumnya mendadak, tiba-tiba korban mengalami gejala yang kuat, dan karenanya disebut akut. Istilah ini digunakan untuk membedakan dengan kronis, yang merujuk pada kondisi penyakit yang gejalanya tumbuh perlahan-lahan tapi persisten, atau penyakit yang berulang. Jadi, akut di sini tidak ada hubungannya dengan keparahan penyakitnya.

Dalam risalah resminya, WHO, CDC, atau UKHSA Inggris menyebut penyakit ini acute hepatitis of unknown aetiology. Dalam surat edaran tentang “outbreak” hepatitis akut, yang menyerang anak-anak itu, WHO memberikan uraian singkat soal fenomena perkembangan penyakit itu. Disebutkan, sejak Januari 2022, WHO telah menerima laporan hepatis akut itu sebanyak 169 kasus. Rinciannya, dari Kerajaan Inggris 114, Spanyol 13 kasus, Israel 12 kasus, Amerika 9 kasus, dan pada jumlah yang lebih kecil ada di Denmark,  Irlandia, Belanda, Italia, Norwegia, Prancis, Romania, dan Belgia.

Dalam pemeriksaan serologis diketahui bahwa para pasien itu umumnya memiliki kadar SGPT dan SGOT yang besar di atas 500 IU. Pada darah atau feses mereka tak ditemukan virus khas hepatitis yakni A, B, C, D, dan E, dan karenanya disebut hepatitis non-A-E. Dari 169 pasien anak-anak itu, 74 di antaranya juga diketahui terinfeksi oleh adenovirus, yang tak ada hubungan dengan adenovirus yang digunakan sebagai vektor vaksin.

Dari kelompok yang terinfeksi adenovirus, 20 di antaranya menjalani test squencing, dan hasilnya diketahui adenovirus yang muncul di situ ialah varian F41. Lebih jauh lagi, dari kelompok 74 yang terinfeksi adenovirus itu, 20 di antaranya juga sedang mengalami serangan Covid-19. Adenovirus F41 itu sendiri diketahui sering menimbulkan diare, muntah-muntah, demam, dan gangguan pada saluran pernafasan. Namun, ia tak punya reputasi sebagai penyebab infeksi organ hati (liver).

Di Inggris, UKHAS melaporkan sampai 3 Mei 2022 ditemukan 163 kasus hepatitis akut. Dari jumlah itu, 126 pasien diperiksa dan ditemukan adenovirus di dalam darah 91 orang (72 persen) di antaranya. Dari populasi pasien itu pun ditemukan 24 kasus infeksi Covid-19. Namun, dari 163 kasus itu tak satu pun pasien meninggal dunia. Hanya 13 pasien yang masih dirawat di rumah sakit, 88 sudah kembali sehat dan selebihnya dalam pemulihan.

Di AS situasinya berbeda. Sampai 7 Mei 2022 telah ditemukan 105 anak-anak suspek hepatitis akut, 90 orang di antaranya harus dirawat di rumah sakit. Lima orang meninggal. Ada 14 anak yang cukup parah mengalami infeksi sehingga memerlukan transplantasi hati. Dari seluruh pasien itu, separuh di antaranya diketahui terinfeksi adenovirus.,

Baik tim pakar WHO, UKHSA, maupun CDC Amerika, belum mengambil kesimpulan yang definitif tentang penyebab hepatitis akut ini. Kehadiran adenovirus terus diperhitungkan, mesti tidak bisa serta-merta dijadikan “tersangka” penginfeksi organ hati. Penyelidikan masih terus dilakukan. Yang pasti, penyakit kuning ini tak berhubungan dengan Covid-19. Ia tak menular secepat dan semasif Coranavirus.

Yang disepakati WHO, CDC ,dan UKHSA, dari hasil penyelidikan tentang perilaku para pasien, kuman hepatitis non-A-E itu masuk melalui mulut dari makanan, minuman, atau barang lain yang tertelan, yang ternyata telah terkontaminasi oleh virus penyakit itu. Maka, memastikan bahwa makanan dan minuman semua higenis, mencuci tangan, dan menjaga alat makan bebas kuman, akan membantu anak-anak terhindar dari infeksi virus hepatitis akut ini.

 

Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari