Di masa lalu, juara dunia 1983 Icuk Sugiarto sanggup berlari 70 kali keliling Stadion Utama Gelora Bung Karno dan berlatih lompat tali selama 20 menit tanpa henti.
Bulu tangkis adalah salah satu cabang olahraga berbasis raket yang menguras banyak energi. Seluruh anggota tubuh bergerak dengan tugasnya masing-masing mulai dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Stamina menjadi kata kunci dari permainan di atas lapangan berukuran panjang 13,4 meter dan lebar 6,1 meter tersebut.
Kesiapan stamina turut menjadi penyumbang kemenangan si pemain di atas lapangan. Indonesia punya sederet legenda yang dikenal punya daya tahan bagus. Mereka acap menyulitkan lawan utamanya para pemain Eropa yang berpostur lebih besar dengan tenaga lebih besar dan kelincahan tangan yang lebih.
Maestro bulu tangkis Indonesia, juara delapan kali All England, Rudy Hartono misalnya. Ia punya postur sedikit jangkung, 182 sentimeter dan mampu mengimbangi permainan legenda Denmark Svend Pri dalam final All England. Bermain cepat menjadi ciri khasnya yang telah diasah sejak usia 12 tahun. Hasilnya, pada umur 18 tahun Rudy menjadi juara tungggal putra All England termuda sepanjang sejarah.
Kalau Rudy dikenal lewat permainan cepat dengan penempatan bola-bola mati pemberi kemenangan, lain lagi kisah Liem Swie King. Juara tiga kali All England itu dikenal lewat smes lompatnya. Smes adalah pengembalian bola (shuttlecock) dengan pukulan raket sekuat tenaga sehingga bola meluncur cepat ke ruang permainan lawan.
Smes sambil melompat ini menjadi ciri khas legenda bulu tangkis kelahiran Kudus, 28 Februari 1956 tersebut hingga dapat julukan King Smash. Teknik melakukan smes sambil melompat dengan menekukkan kedua tungkai kaki di udara ini terobosan revolusioner di dunia bulu tangkis. Di kemudian hari King Smash dipraktikkan oleh banyak pemain dunia, terutama yang bermain di sektor ganda dan menjadi standar baku bulu tangkis modern yang mengedepankan permainan cepat dan menyerang.
King mengakui, smes itu ia praktikkan pertama kali sewaktu tampil di SEA Games 1977 dan menjadi hiburan tersendiri bagi para penonton. Gaya smes seperti itu juga untuk menutupi kekurangan dirinya dalam hal postur tubuh karena tingginya hanya 168 cm. "Saya tidak suka permainan yang itu-itu saja, monoton. Saya ingin sesuatu yang cepat dan menghibur penonton," kata Liem. Terlebih lagi, smes tersebut sering membuat lawan mati langkah karena tak bisa mengantisipasi derasnya laju bola.
Soal smes, selain King ada juga Haryanto Arbi dengan “Smes 100 Watt” yang polanya mirip King Smash. Indonesia juga punya beberapa legenda yang dikenal bermain ulet dan sering membuat lawan lekas letih. Misalnya Lius Pongoh dengan julukan “Si Bola Karet” karena ia rajin mengejar bola-bola lawan ke tiap sudut permainan.
Atau Joko Supriyanto, Icuk Sugiarto, dan Taufik Hidayat yang pola permainannya cenderung bertahan dengan reli-reli panjang serta sedikit membosankan. Namun, pola itu justru membuat lawan terkuras tenaganya dan memberikan keuntungan bagi Joko, Icuk, dan Taufik.
Lalu apa rahasianya? "Saya selalu lari 70 kali keliling Stadion Utama Gelora Bung Karno dalam satu hari kalau menghadapi sebuah pertandingan penting. Saya juga berlatih lompat tali (skipping rope) selama 20 menit tanpa berhenti," ujar Icuk Sugiarto. Hal serupa juga dilakukan Taufik dan Joko yang menghabiskan 40--50 kali keliling lintasan atletik di Pusat Bulu Tangkis Indonesia Cipayung dalam sehari kalau menghadapi sebuah kejuaraan penting.
Sayangnya, memasuki era 2010, para pemain Indonesia terutama di sektor tunggal putra dan tunggal putri seperti kehilangan gairah untuk mengejar prestasi. Ini kontras dengan sektor ganda, baik putra-putri serta campuran yang tak pernah sepi menampilkan bakat-bakat baru berkelas dunia.
Pegiat bulu tangkis dari Royce Badminton Academy Roy Karamoy mengatakan, ada yang perlu diperbaiki dalam pembinaan atlet bulu tangkis di tanah air. Latihan penguatan fisik adalah pondasi utamanya dan harus sudah dilakukan sejak si atlet baru berusia 9-14 tahun.
Minimnya porsi latihan fisik membuat kebugaran fisik si atlet menjadi lemah dan stamina pun menurun serta meningkatkan angka cedera. "Ini adalah modal jangka panjang si atlet untuk menembus persaingan hingga ke tingkat dunia dibarengi kemampuan teknik, taktik, strategi, dan kesiapan mental," ujar Roy.
Enam Tes Fisik
Pelatih fisik di Pusat Bulu Tangkis Indonesia Cipayung, Jakarta Timur, Felix Ary Bayu Marta membenarkan apa yang disampaikan Roy. Cedera adalah hantu yang wajib diwaspadai para atlet di Pelatnas Cipayung. Karena itu, dirinya bersama Yansen Alpine memberi porsi latihan fisik yang berbeda untuk tiap pemain, bergantung porsi dan kebutuhan.
Umumnya porsi latihan fisik berupa ketahanan (endurance), kecepatan (speed), dan kekuatan (strength), di samping koordinasi gerak dan sebagainya. Latihanya berupa lari keliling lintasan atletik Cipayung selama 45 menit atau sejauh 7-8 kilometer, latihan sepeda statis, dan angkat beban untuk menjaga daya tahan otot lengan (muscle endurance).
Seluruh porsi latihan tadi untuk menjaga agar VO2 Max para atlet selalu stabil. VO2 Max adalah volume maksimal oksigen yang diproses oleh tubuh saat melakukan kegiatan intensif bisa tetap dijaga. Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) pernah membuat standar baku peningkatan kualitas fisik para pemain.
Setidaknya ada enam tes untuk mengetahui tingkat kesiapan pemain sebelum dikirim bertanding dalam sebuah turnamen dan semua melibatkan ilmu pengetahuan bidang olahraga (sports science). Keenamnya adalah core muscle test, vertical jump, medicine ball throw, court agility test, rast test, dan bleep test atau tes VO2 Max.
Menurut Kepala Sub Bidang Pengembangan Sports Science PBSI Iwan Hermawan, core muscle test digunakan untuk melihat kekuatan otot inti dan mendeteksi cedera. Sebab, otot ini berfungsi menjaga keseimbangan dan berpengaruh pada fungsi gerak. Vertical jump berfungsi mengukur kekuatan tungkai kaki saat melompat sedangkan medicine ball throw menilai kemampuan lengan terutama yang dipakai untuk memegang raket. Puncak dari aplikasi kerja otot dalam permainan bulu tangkis adalah bagaimana atlet bisa mentransfer tenaga sekuat dan secepat mungkin ke tungkai dan lengan.
Lalu, court agility test berfungsi mengukur kelincahan dan ketangkasan para atlet di atas lapangan. Rast test mengukur daya tahan anaerobik, maksimal fatigue index, dan seberapa cepat pemulihan (recovery) dilakukan para atlet. Pada tes ini, atlet melakukan lari cepat sepanjang 35 meter lalu istirahat 10 detik dan mengulanginya hingga tiga kali bolak-balik.
Sedangkan bleep test untuk melihat kapasitas kardiovaskular. Fungsi paru-paru, jantung, dan peredaran darah mengangkut oksigen. Nantinya hasil akan keluar sebagai satuan VO2 Max yang merupakan kondisi kebugaran aerobik. VO2 Max diukur dengan satuan milimeter oksigen yang dikonsumsi dalam satu menit per kilogram berat badan si atlet atau ml/kg/menit.
Mantan Kepala Bidang Pembinaan Prestasi PBSI Rexy Mainaky pernah menetapkan, standar VO2 Max untuk atlet tunggal putra 65 ml/kg/menit, kemudian tunggal putri dan ganda 60 ml/kg/menit. Angka itu melampaui standar VO2 Max sebuah tim sepak bola yang rata-rata 50-62 ml/kg/menit.
Sehingga, hanya atlet yang lolos keenam tes ini yang akan diterbangkan bertarung ke seluruh dunia untuk memenangkan laga demi laga. Dan tentu saja harus merebut juara serta membawa Merah Putih berkibar dan Indonesia Raya berkumandang pada setiap turnamen. Hasil itu pula yang sudah ditunjukkan Anthony Sinisuka Ginting, Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti, dan Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin setelah merebut juara di Singapura Terbuka 2022, Minggu (17/7/2022).
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Elvira Inda Sari