Pembuatan Jembatan Kretek II melibatkan budayawan lokal dalam perencanaan desain jembatan yang memuat filosofi Among Tani Dagang Layar.
Warga dua kelurahan, yakni Parangtritis dan Tirtohargo, di Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, sudah tak lagi kesulitan bila hendak saling berkunjung. Sungai Opak yang membelah kedua kelurahan di selatan Daerah Istimewa Yogyakarta itu tak lagi jadi penghalang, setelah rampungnya pembangunan Jembatan Kretek II.
Proyek infrastruktur sepanjang 2.015 meter itu merupakan bagian dari Program Strategis Nasional (PSN) pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) Pulau Jawa. Dikenal sebagai jalan baru pantai selatan, panjang totalnya mencapai 1.547 kilometer.
Jembatan dengan bentang fisik 747,7 meter ini dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berasal dari dana pinjaman Islamic Development Bank (IsDB) sebesar Rp364,6 miliar. Dijadwalkan, proses pembangunann dilakukan sejak Januari 2021 selama 24 bulan. Namun nyatanya, proses berlangsung lebih cepat dari target. Pada Agustus 2022, seluruh proses fisik telah dinyatakan rampung.
Sebuah taman seluas 3 hektare di atas lahan Laguna Pantai Depok, tepat sisi jembatan kawasan Parangtritis, juga telah selesai dibangun. Jembatan itu menjadi penyambung akses dari dan menuju Bandar Udara Internasional Yogyakarta Internastional Airport (YIA) di Kulonprogo.
Sampai saat ini jembatan tersebut belum difungsikan, menunggu diresmikan oleh pemerintah pusat. Jembatan itu memiliki pemandangan indah dari muara Sungai Opak di Samudra Hindia. Dilengkapi jalan dua jalur selebar total 24 meter, trotoar pedestrian selebar masing-masing 1,2 meter di kedua sisi dilapisi batu andesit. Sebuah barrier dibangun untuk melindungi pejalan kaki dari kendaraan.
Kementerian PUPR sangat memperhatikan aspek budaya setempat dan diterapkan pada pembangunan Jembatan Kretek II. “Nilai seni pada infrastruktur publik dapat meningkatkan ketertarikan masyarakat terhadap bangunan. Selain itu juga akan mampu menggugah rasa memiliki bagi masyarakat untuk merawat dan menjaga infrastruktur publik sehingga dapat meningkatkan kebermanfaatan dan keberlanjutannya," kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.
Dilibatkannya budayawan lokal sangat penting dalam konsep perencanaan desain awal jembatan yang memuat filosofi Among Tani Dagang Layar. Filosofi tadi memfokuskan pengembangan wilayah pantai selatan Yogyakarta. Beautifikasi desain Jembatan Kretek II disesuaikan filosofi itu dan membuatnya terasa makin istimewa ketika kita menyusurinya.
Seperti adanya Tugu Luku sebagai salah satu ciri khas Jembatan Kretek II. Berbentuk alat bajak sawah raksasa warna merah menjadi semacam tugu selamat datang di Yogyakarta ketika melewati jalur selatan. Tugu Luku dibuat dari bahan kuningan untuk kenteng dan motifnya. Alur motif memakai GRC Skin, galvalum skin dan galvanize.
Keberadaan Luku menunjukkan wujud budaya agraris masyarakat Yogyakarta. Luku juga dapat diartikan sebagai laku urip kang utama atau proses dan jalan hidup adalah yang utama. Itu sesuai fungsi jembatan sebagai penghubung dua kelurahan yang terpisah oleh Sungai Opak sehingga proses kehidupan dapat berlangsung lancar dan aman.
Sisi beautifikasi tak luput dari perhatian pihak Wika Hutama selaku konsorsium kontraktor PT Wijaya Karya dan PT Hutama Karya. Desain tiang lampu penerangan jalan umum (PJU) dibuat unik, menyerupai bentuk tanaman padi dan terkenal lewat filosofi makin padat makin merunduk. Desain pagar (railing) pengaman tepi kiri-kanan jembatan memakai ornamen enam burung kuntul dan diapit mosaik batang padi berkelir hijau. Seluruh ornamen terbuat dari bahan alloy emulsion paint dan untuk pipa besinya bermaterial galvanize emulsion paint.
Dudukan beton kiri-kanan jembatan sekaligus pengaman juga dihiasi relief burung kuntul. Hewan bernama latin Heron ini dipilih sebagai ornamen karena menjadi satu kesatuan simbolisasi suasana budaya pertanian yang kental di selatan Yogyakarta. Jangan lupakan pula pencahayaan saat malam tiba yang memakai lampu LED sehingga ketika dinyalakan akan menambah cantik dan megah ikon baru di selatan Yogyakarta.
Ramah Gempa
PUPR membangun Jembatan Kretek II dengan teknologi mampu menahan gempa. Maklum saja, sekitar 50 meter dari fisik jembatan merupakan pusat gempa Yogyakarta 2006 silam dan sangat dekat dengan patahan aktif atau Sesar Opak. Mengutip website Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR, Sesar Opak ini bergerak 0,75 milimeter tiap tahun.
Sesar Aktif Opak membentang dari timur laut sampai barat daya cekungan Yogyakarta di barat Pegunungan Kidul dan diperkirakan panjangnya sekitar 40 km. Sebelum membangun jembatan, Kementerian PUPR melakukan riset lewat pemindaian geolistrik dan studi paleoseismologi. Uji paritan dilakukan tim yang dipimpin Danny Hilman Natawidjaja, pakar sesar aktif dunia asal Indonesia.
Hal itu dilakukan guna menentukan titik mitigasi termasuk menggeser posisi semula pembangunan jembatan 20 meter ke arah barat dari jalur sesar untuk menghindari kerusakan fatal ketika terjadi gempa. Pihak Danny melakukan pengujian downhole seismic untuk menguji struktur bawah permukaan tanah berdasarkan variasi nilai kecepatan gelombang tekan dan gelombang geser.
Saat pembangunan, dibuat kolom-kolom dinding Mechanically Stabilized Earth (MSE) pada bagian oprit atau timbunan tanah penghubung jalan pendekat dengan jembatan. Tanah di sekitar yang berpotensi terjadinya likuifaksi diganti (soil replacement) dan menganalisa daya tahan tiang pancang (pile slab) berukuran panjang 28 meter dan diameter 80 sentimeter apabila terjadi gempa.
Agar ramah terhadap gempa, struktur penyambung girder diberi bantalan karet inti timbal (lead rubber bearing/LRB) untuk meredam energi gempa lebih tinggi (high dumping capacity) dibandingkan bantalan karet pada umumnya. Bantalan karet jenis ini yang diproduksi oleh anak bangsa tersebut punya kemampuan untuk mengembalikan struktur yang ditopangnya pada posisi semula setelah gempa berakhir.
Mengutip Surat Edaran Menteri PUPR nomor 10 tahun 2015 disebutkan bahwa bantalan karet merupakan salah satu komponen dalam struktur jembatan. Fungsinya sebagai media penyalur beban antara bangunan atas dan bangunan bawah atau sebagai penyeimbang gerakan atas saat terjadi guncangan.
Susunan bantalan ini terdiri atas karet laminasi diperkuat oleh lembaran baja dan di tengahnya dipasang timbal (lead). Fungsi timbal untuk menyerap energi gempa dan mampu memperpanjang periode struktur saat gempa. Dengan periode struktur yang lebih lama, maka gaya horizontal akibat gaya gempa yang bekerja pada pilar penyangga berkurang.
Sehingga saat gempa terjadi, pergerakan joint atau pertemuan antara oprit dan struktur jembatan menjadi lebih luas sekitar 39 cm dan membuat struktur jembatan dan oprit tidak berbenturan. Efeknya, diharapkan kerusakan pada jembatan bisa dihindari. "Pergerakan joint pada bantalan biasa umumnya hanya sekitar 4 cm saja," ujar Manajer Konstruksi Wika Hutama I Nyoman Kardita.
Menurut Pejabat Pembuat Komitmen Jembatan Kretek II Julian Situmorang, penerapan bantalan karet jenis LRB sebagai peredam beban gempa memberikan keuntungan lain. Yaitu ukuran pondasi jembatan menjadi tidak terlalu besar dan mampu menghemat biaya konstruksi.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/ Elvira Inda Sari