Sang pemilik rumah tentu saja bernama Tjong A Fie. Lahir dengan nama Tjong Fung Nam di Meixian, Guangdong, Cina, tahun 1860. Awal kedatangannya ke Medan sebab keinginan Tjong A Fie yang telah beranjak dewasa untuk hidup dan bekerja lebih layak sambil menyusul kakaknya yang telah lebih dulu merantau.
Tahun 1875 dimulailah perjalanan merantau Tjong A Fie ke Medan dari Cina. Sama seperti yang sudah dilakukan oleh kakaknya. Sebelumnya sewaktu masih tinggal di Cina, Tjong A Fie bersama kakaknya memutuskan untuk bekerja saja membantu ayah mereka berdagang di toko. Tjong A Fie dan kakaknya tidak ingin meneruskan pendidikan sekolahnya.
Tiba di Medan, Tjong A Fie kembali bekerja di salah satu tokoh milik kawan kakaknya. Tugas Tjong A Fie adalah menjadi pelayan penjualan buku ke konsumen dan menagih utang. Kakak Tjong A Fie masa itu telah menjadi salah seorang tokoh disegani oleh orang-orang Cina yang telah ada lebih dulu maupun baru dating merantau ke Medan.
Keuletan dan kepiawaian Tjong A Fie dalam bekerja menarik hari pemerintah kolonial Belanda. Tjong A Fie diminta pemerintah kolonial Belanda untuk menjadi mediator berbagai masalah di Medan, khususnya ketika harus berhadapan dengan orang-orang keturunan Cina.
Sosok Tjong A Fie bukan hanya dikenal sebagai orang Cina yang gigih bekerja, tak kenal menyerah dalam mencapai keberhasilan usaha dan fokus menekuni tanggung jawab tugasnya. Tjong A Fie juga dikenal oleh banyak orang sebagai karakter yang pandai bergaul, ramah, toleran dan penolong.
Sikap yang melekat pada diri Tjong A Fie itu membawanya mampu berkawan dengan siapa saja, dari suku apapun, ras, agama dan kasta. Banyak kawan Tjong A Fie adalah orang-orang keturunan India, suku Melayu, Batak, Arab, Belanda, Eropa dan lainnya yang berbeda bahasa, agama dan strata. Namun Tjong A Fie tidak pilih perkawanan. Siapapun jadi kawan Tjong A Fie.
Hal itu pula yang membawa Tjong A Fie mampu bersahabat dengan Sultan Deli pada masa itu. Kejujuran dan kerendahan hati Tjong A Fie mampu menaruh kepercayaan Sultan Deli untuk bermitra bisnis dengannya.
Di situlah awal kebangkitan ekonomi Tjong A Fie. Usaha bisnisnya yang bermitra dengan Sultan Deli mampu berkembang dan melaju pesat. Tjong A Fie merambah usaha perkebunan dan mampu tumbuh. Perkebunan kelapa, karet, kopi dan tembakau adalah usaha yang dikelola Tjong A Fie. Dapat dikatakan saat itu Tjong A Fie merajai bisnis perkebunan di Medan. Bahkan katanya sampai mampu ekspor ke Malaysia, Singapura dan India.
Di Medan jugalah selain mampu mendulang kesuksesan ekonomi seperti impian awal saat berangkat dari Cina, Tjong A Fie kembali menemukan jodohnya. Dia menikah untuk ketiga kalinya dengan seorang gadis keturunan Cina-Melayu bernama Liem Koei Yam. Sebelumnya saat di Cina, Tjong A Fie sudah pernah menikah. Begitu juga ketika singgah di Malaysia, Tjong A Fie juga melakukan pernikahan.
Suksesnya bisnis perkebunan milik Tjong A Fie menjadikannya seorang saudagar di Medan. Siapa saja pasti mengenal Tjong A Fie kala itu sebagai orang kaya dan sukses dalam usaha perkebunan. Namun semua itu tidak membuat Tjong A Fie menjadi angkuh. Dia tetap Tjong A Fie yang ramah, bersahabat dan penolong.
Berkat Tjong A Fie, harus diakui Medan menjadi kota besar yang maju serta modern. Ekonomi di Medan bergeliat sebab kontribusi Tjong A Fie. Lapangan kerja terbuka besar, khususnya di perkebunan Tjong A Fie. Andil Tjong A Fie untuk kemajuan pengelolaan sistem keuangan di Medan adalah dengan mendirikan Bank Kesawan tahun 1913. Tak lama, beberapa perbankan lain kembali didirikan Tjong A Fie yaitu Bank Batavia dan Bank Deli.
Tjong A Fie juga memugar Istana Maimun Kesultanan Deli menjadi lebih indah dan besar. Hal itu sebab persahabatannya dengan Sultan Deli masa itu. Tjong A Fie lalu membangun rumah sakit di Medan yang dinamakan Tjie On Jie Jan. lainnya adalah jasa Tjong A Fie terhadap infrastruktur di Medan, seperti membangun menara lonceng di gedung Balai Kota, Gereja Uskup Agung Sugiapranoto, Kuil Budha Brayan, kuil Hindu khusus untuk warga keturunan India serta jembatan kebajikan.
Meskipun Tjong A Fie seorang keturunan Cina dan non-Islam, namun karakternya yang ramah, toleran dan penuh kasih sayang, membuatnya tetap menghormati umat Islam sebagai kelompok mayoritas di Medan. Ia membangun Masjid Raya Al Mahsum dan Masjid Gang Bengkok. Kemudian juga kerap memberikan bantuan materil pada setiap perayaan peringatan hari besar Islam. (K-HL)