Indonesia.go.id - Diplomasi Ikan dan Kenangan Kaisar Jepang di Bogor

Diplomasi Ikan dan Kenangan Kaisar Jepang di Bogor

  • Administrator
  • Sabtu, 24 Juni 2023 | 13:33 WIB
BILATERAL
  Presiden Joko Widodo menunjukkan ikan arwana (Sleropages formosus) dewasa jenis super red kepada Kaisar Naruhito saat berada di Istana Bogor. SETPRES
Pemimpin Indonesia dan Kaisar Jepang di masa lalu pernah saling bertukar spesies ikan hias langka demi menunjukkan eratnya persahabatan kedua negara.

Dentuman meriam 21 kali mengiringi upacara penyambutan Presiden Joko Widodo dan Ibu Iriana Joko Widodo kepada dua tamu istimewa mereka dari Jepang, pasangan Kaisar Hironomiya Naruhito dan Permaisuri Owada Masako, di halaman depan Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (19/6/2023). Ini merupakan hari ketiga dari rangkaian kunjungan kenegaraan Kaisar Jepang ke Indonesia yang telah dimulai sejak Sabtu (17/6/2023) sore dan berakhir 23 Juni 2023.

Indonesia menjadi negara tujuan perdana Kaisar Naruhito, sejak dirinya naik takhta sebagai kaisar Jepang ke-126, pada 1 Mei 2019. Presiden dan Ibu Negara kemudian mengajak tamu spesialnya tadi menapaki tangga istana buatan tahun 1745 lampau di era Gubernur Jenderal GW Baron van Imhoff, dan langsung menuju ke Ruang Teratai, satu di antara delapan ruang di dalam bangunan induk Istana Bogor.

Setelah berfoto bersama di atas karpet merah indah di ruangan berukuran 500 meter persegi yang pada salah satu dindingnya tergantung lukisan berjudul “Teratai” karya CL Drake Jr buatan 1952, Presiden Jokowi mempersilakan Kaisar Naruhito dan Permaisuri Masako mengisi buku tamu. Keduanya pun bergantian menulis nama dan tanda tangan ditemani jepretan dan kilatan cahaya kamera para peliput.

Tak lama setelahnya, Presiden Jokowi dan Ibu Negara kembali mengajak pasangan ini untuk menuju beranda halaman belakang bangunan induk Istana Bogor. Mereka melakukan pembicaraan di beranda dalam suasana santai dan Presiden Jokowi tampak menunjuk ke arah luar Istana, tepatnya ke Kebun Raya Bogor, yang lokasinya ada di seberang beranda.

Kegiatan yang dikenal juga sebagai veranda talk ini berlangsung hampir 10 menit. Sebelum mengajak ke Griya Anggrek di dalam Kebun Raya Bogor, Presiden Jokowi memperkenalkan ikan arwana (Sleropages formosus) dewasa jenis super red yang berada di dalam akuarium besar berpigura kayu jati cokelat kehitaman penuh ukiran khas Jepara.

Ikan yang jumlahnya satu ekor dan berukuran panjang hampir 60 sentimeter itu berlenggak lenggok anggun sambil memamerkan sisik-sisik ukuran besar warna merah darah dan seperti menyala ketika terkena cahaya. Kaisar dan Permaisuri menyaksikannya dengan antusias.

Fauna itu asli Indonesia dan hidup di Sungai Kapuas dan Danau Sentarum di Kalimantan Barat. Secara morfologis tubuhnya pipih dengan punggung datar hampir lurus dan bentuk mulutnya mengarah ke atas dengan rahang kokoh.

Dua sungut besar tebal di ujung bibir bawah membuat arwana mirip seperti naga dan sebagian masyarakat menamainya sebagai kimliong atau ikan naga serta dipercaya bisa mendatangkan keberhasilan dan kemakmuran. Itulah sebabnya, harga per ekornya dapat menembus angka miliaran rupiah.

Ikan inilah yang dijadikan Presiden Jokowi dan Ibu Negara sebagai hadiah untuk Kaisar dan Permaisuri Jepang. Kado serupa pernah pula diterima Kaisar Akihito dari Presiden Soeharto saat berkunjung ke Indonesia, 3 Oktober 1991. Akihito adalah ayah dari Naruhito yang menyatakan mundur dari takhta kekaisaran pada 30 April 2019 karena alasan kesehatan.

 

Diplomasi Ikan

Ikan sepertinya menjadi pengikat persahabatan kedua negara yang tahun ini merayakan 65 tahun hubungan diplomatik sejak ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian Jepang-Indonesia di Jakarta, pada 20 Januari 1958. Hal itu merupakan buah dari perundingan di San Fransisco, Amerika Serikat pada 1951 yang meminta Jepang bertanggung jawab kepada 12 negara di Asia termasuk Indonesia sebagai bentuk ganti rugi perang.

Jepang memang pernah meninggalkan masa kelam di dalam kehidupan bangsa Indonesia saat berstatus sebagai negara penjajah, sejak Januari 1942 sampai Agustus 1945. Atau, selama tiga tahun delapan bulan.

Kembali ke diplomasi ikan, ketika berada di Jakarta dalam kunjungan kenegaraannya pada 1991, Kaisar Akihito dan Permaisuri Michiko Shoda turut menyerahkan 50 ekor ikan mas kepada Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto. Dalam foto arsip karya wartawan senior Kompas JB Suratno, terlihat morfologi ikan hadiah dari Kaisar Akihito sepintas mirip ikan koi dengan tubuh warna putih dan ada corak merah di beberapa bagian tubuh seperti punggung, perut, sirip punggung, dan ekor.

Rupanya, ikan-ikan tersebut hasil persilangan dengan indukan, salah satunya didatangkan dari Indonesia. Semula berawal dari kisah 29 tahun sebelumnya ketika anak sulung Kaisar Hirohito tersebut berkunjung pertama kali ke Indonesia, Februari 1962 silam. Saat bertamu kepada Presiden Soekarno di Istana Bogor, Putra Mahkota Akihito dan Putri Michiko terkesima melihat koleksi ikan mas di kolam istana. Ikan air tawar bernama latin Cyprinus carpio itu dari jenis kumpay yang tergolong ikan hias.

Ikan mas kumpay memiliki sirip panjang dan berumbai sehingga tampak indah dan anggun ketika sedang bergerak. Warna sisiknya bervariasi, ada putih, kuning, merah, dan hijau gelap. Akhirnya sebanyak 80 ekor ikan mas kumpay terbang ke Negara Sakura sebagai hadiah dari Bung Karno kepada Putra Makhota Jepang saat itu.

Tak hanya diberi kado ikan hias, Bapak Proklamator Indonesia tersebut juga mengajak pasangan yang menikah pada 10 April 1959 dan telah memiliki seorang anak, yakni Pangeran Hirohito yang lahir di Tokyo pada 23 Februari 1960, untuk mencicipi buah durian. Bagi Bung Karno, ini adalah perjumpaan kedua setelah pertama kali bersua saat ia mengadakan kunjungan kenegaraan ke Jepang dan bertemu Kaisar Hirohito di Istana Kekaisaran, Tokyo, pada 3 Februari 1958.

Dalam sebuah foto dokumentasi karya wartawan perang ternama Jepang Ichiro Fujimura, terlihat Presiden RI Pertama yang berpakaian serba putih berdiri di tengah diapit Kaisar Showa di sebelah kanan dan Putra Mahkota Akihito yang baru berumur 23 tahun di sisi kiri.

 

Napak Tilas

Ikan hadiah Bung Karno itu dikawin silang dengan koleksi koi di kolam Istana Kekaisaran dan berkembang biak dengan pesat serta menghasilkan keturunan bercorak warna unik dan menarik hingga sekarang. Presiden Joko Widodo dan Ibu Iriana Joko Widodo menjadi saksinya saat berkunjung untuk pertama kali ke Istana Kekaisaran pada 23 Maret 2015 atau enam bulan sejak dilantik sebagai orang nomor satu di Indonesia.

Usai mengikuti jamuan makan siang bersama Kaisar Akihito dan istri, rombongan Presiden dan Ibu Negara diajak berjalan menuju taman di Istana Kekaisaran. Kegiatan itu dipimpin oleh Permaisuri Michiko ditemani dua putranya, Naruhito dan Fumihito. Ketika tiba di sebuah kolam, mereka pun berhenti di sebuah jembatan.

Permaisuri yang berkimono abu-abu kemudian menepuk tangan, seperti sebuah kode untuk memanggil ikan. Benar saja, seketika itu pula puluhan ikan koi beragam ukuran dan warna berkumpul tepat di bawah jembatan. Permaisuri segera memberi makan ikan yang telah disiapkan di sebuah buket khusus, diikuti oleh Ibu Iriana.

Kunjungan di Istana Bogor menjadi semacam napak tilas bagi Kaisar Naruhito, seolah mengikuti jejak sang ayah. Bahkan, dari ayahnya pula kaisar berusia 63 tahun tersebut mendapatkan cerita soal keberadaan sebuah kebun raya hijau nan indah dengan pepohonan besar dan rimbun berusia ratusan tahun, tepat di samping Istana Bogor.

Kaisar dan Permaisuri Jepang pun diajak Presiden serta Ibu Joko Widodo berwisata ke Griya Anggrek, sebuah pusat konservasi ex-situ seluas hampir 7.000 meter persegi dengan koleksi 500 spesies anggrek dataran rendah Indonesia. Lokasinya tepat di dalam Kebun Raya Bogor.

Usai dari Bogor, pasangan pewaris Takhta Krisan dari monarki tertua di dunia berusia lebih dari 2.500 tahun itu meneruskan kunjungan ke Daerah Istimewa Yogyakarta, sekaligus bertemu Sri Sultan Hamengkubuwono X. Lagi-lagi lulusan Universitas Oxford, Inggris, itu bagai menyusuri jejak langkah dan napak tilas kegiatan serupa yang pernah dilakukan Kaisar Akihito di Kota Gudeg, 4 Oktober 1991, dan diterima oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X.

 

Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari