Indonesia.go.id - Stadion Sriwedari dan Kebangkitan Olahraga Nasional

Stadion Sriwedari dan Kebangkitan Olahraga Nasional

  • Administrator
  • Senin, 4 Desember 2023 | 16:18 WIB
OLAHRAGA
  Stadion Sriwedari, Solo, Jawa Tengah. stadion pertama di Indonesia yang ide dan pembangunannya murni dilakukan oleh para pribumi setempat. IST
Stadion Sriwedari menjadi saksi bisu banyak peristiwa olahraga berskala nasional dan dunia yang berlangsung di Kota Batik.

Sepak bola dan Kota Surakarta adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Kultur sepak bola yang terbuka dan penuh sportivitas begitu kental membentuk kota yang juga dikenal sebagai Solo tersebut sejak awal abad ke-20. Salah satu penyatunya adalah Stadion Sriwedari, pusat dari napak tilas olahraga nasional.

Ini merupakan stadion pertama di Indonesia yang ide dan pembangunannya murni dilakukan oleh para pribumi setempat.  Motor pembangunannya adalah pihak Keraton Surakarta. Semua berawal dari perlakuan diskriminatif dari kolonial terhadap masyarakat pribumi di Surakarta yang menyukai sepak bola pada awal abad ke-20.

Para penggemar sepak bola tadi hanya diperbolehkan bermain bola di sekitar alun-alun kidul. Atas perlakuan diskriminatif tersebut, RMT Wongsonegoro kemudian mengusulkan kepada Sri Susuhunan Paku Buwono X dari Keraton Surakarta agar membangun sebuah stadion seperti dilakukan oleh pihak Hindia Belanda.

Raja Paku Buwono X pun setuju dan menghibahkan tanah seluas 58.579 meter persegi (m2) milik keraton di sekitar Kebun Kawung yang sekarang menjadi Kelurahan Sriwedari sebagai lokasi berdirinya pusat olahraga tersebut. Ia juga menunjuk arsitek bernama Zeylman sebagai desainer stadion dengan biaya pembangunan sebesar 30 ribu gulden.

Stadionnya berbentuk oval dan selesai dibangun dalam waktu delapan bulan melibatkan 100 pekerja. Pada tahun 1933 sudah dapat digunakan termasuk untuk aktivitas olahraga di malam hari karena dilengkapi oleh lampu sorot di keempat sudut stadion. Ini membuatnya menjelma sebagai arena sepak bola paling megah di Indonesia waktu itu.

Sebagai sebuah stadion, dilengkapi pula dengan tribun terbuat dari batu alam untuk menampung rakyat biasa dan tribun tertutup berkonstruksi baja dilengkapi bangku kayu jati khusus untuk tamu naratama. Sriwedari dipilih sebagai nama stadion karena memiliki arti taman surga ciptaan Batara Wisnu sebagaimana tertulis dalam arsip berita koran berbahasa jawa, Kajawen edisi 28 Maret 1928.

Sriwedari juga menjadi lokasi berlatihnya klub-klub di bawah Vorstenlandsche Voetbal Bond (VVB) yang didirikan pada 8 November 1923. VVB di kemudian hari diubah namanya menjadi Persatuan Sepak Bola Indonesia Solo (Persis). Sejumlah kompetisi sepak bola di antaranya Liga Perserikatan memanfaatkan stadion ini.

Puncaknya adalah ketika pihak Keraton Surakarta mengizinkan penggunaan Stadion Sriwedari sebagai lokasi pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional pertama yang digelar pada 9--12 September 1948. Tanggal 9 September kemudian ditetapkan sebagai Hari Olahraga Nasional dan Stadion Sriwedari dijadikan monumen PON Pertama.

Belakangan, pada 3 Mei 2013, pemerintah menetapkan arena olahraga bersejarah ini sebagai cagar budaya nasional. Karena itu, setiap langkah renovasi mesti memperhatikan status cagar budaya. Itu pula yang diperhatikan oleh pemerintah saat hendak merenovasi Stadion Sriwedari dilakukan sebagai arena berlatih negara-negara yang akan bertanding pada Piala Dunia U-17 2023.

Pegangan tangga menuju tribun utama dan pintu ke ruang ganti yang terbuat dari kayu jati tetap dipertahankan. Begitu pula dengan konstruksi penyangga tribun tertutup, bangku jati, serta tribun batu.

 

Paku Buwono X

Sejatinya, sejak lama keluarga Keraton Surakarta menyenangi olahraga utamanya sepak bola. Itu dibuktikan dengan berdirinya klub ROMEO, singkatan dari Riwe Onggo Marsoedi Eko Oetomo. Pendirinya adalah kerabat Kasunanan Surakarta, Gusti Pangeran Harjo Surjohamidjojo. Hal itu diketahui dari kisah Uitgever W. Berrety dalam bukunya 40 Jaar Voetbal in Ned. Indie 1894-1934.

Eddi Elison selaku penulis buku Soeratin Sosrosoegondo: Menentang Penjajahan dengan Sepak Bola Kebangsaan juga menjelaskan bahwa terbentuknya klub oleh kerabat keraton turut dilandasi beberapa hal. Salah satunya adalah kegemaran Raja Paku Buwono X yang beberapa kali menyempatkan diri menyaksikan masyarakat bermain sepak bola di alun-alun.

Raja mencatat dan mengingat setiap keinginan rakyatnya, utamanya kebutuhan akan suatu venue sepak bola. Karena itulah Stadion Sriwedari bisa didirikan. Sebelum menjadi tuan rumah PON I, stadion oval pertama di Indonesia tersebut sudah menjadi penyelenggara turnamen sepak bola Liga Perserikatan pada 1936, 1938, dan 1940. Persis Solo pernah merajai kompetisi ini dengan merebut tujuh kali juara antara 1935 sampai 1943.

Liga Perserikatan adalah kompetisi sepak bola antarkota pertama di tanah air yang dicetuskan oleh sejumlah klub pada 19 April 1930 di Surakarta. Mereka di antaranya adalah Voetbalbond Indonesische Jacatra (VIJ) atau saat ini dikenal sebagai Persija Jakarta, PSIM Yogyakarta, Bandoeng Inlandsche Voetbalbond (BIVB/Persib Bandung), Soerabajasche Indonesische Voetbalbond (SIVB/Persebaya Surabaya), dan VVB (Persis Solo).

Stadion Sriwedari juga menjadi saksi lahirnya Yayasan Pembina Olahraga Cacat (YPAC) organisasi atlet disabilitas Indonesia pada 31 Oktober 1962 silam. Pada 26 Juli 2010, YPAC berubah menjadi Komite Paralimpiade Nasional Indonesia (NPC Indonesia). Sejak didirikan sampai hari ini, seluruh kegiatan NPC Indonesia termasuk pemusatan latihan nasional (pelatnas) dilakukan di Stadion Sriwedari.

Ketika Solo terpilih sebagai satu di antara empat kota penyelenggara Piala Dunia U-17 2023 di Indonesia, pihak Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) memilih Stadion Sriwedari sebagai satu dari tujuh lapangan latihan negara-negara yang bertanding di Stadion Manahan.

Artinya, sejak 90 tahun silam didirikan sampai saat ini, stadion tersebut tetap menjalankan fungsinya dan menjadi salah satu kebanggaan masyarakat Kota Batik.

 

Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari