Indonesia.go.id - Kemilau Kristal Putih di Tapal Batas Indonesia

Kemilau Kristal Putih di Tapal Batas Indonesia

  • Administrator
  • Sabtu, 13 April 2024 | 07:22 WIB
PERTANIAN
  Warga memasukkan air asin ke dalam tungku saat proses memasak di pondok pengolahan garam gunung, desa Long Midang, Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara. ANTARA FOTO/ M Agung Rajasa
Garam asal Krayan diproduksi dari mata air asin pegunungan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara dan disukai Sultan Hassanal Bolkiah, pemimpin negara Brunei Darussalam.

Ada satu daerah unik di Kabupaten Nunukan, Kalimantan utara. Namanya Krayan, sebuah kecamatan di wilayah terluar Indonesia dan berbatasan dengan negara Malaysia di Sabah dan Serawak. Krayan memiliki kekayaan adat istiadat serta keindahan alamnya. Letaknya di dataran tinggi Pegunungan Krayan, di ketinggian antara 500 hingga 1.500 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan menjadi permukiman masyarakat suku Dayak Lundayeh.

Daerah ini dikenal sebagai penghasil garam gunung terbaik di Indonesia. Dataran tinggi Krayan di tapal batas Indonesia menyimpan potensi mineral berupa mata air asin di banyak titik dan dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk diolah sebagai garam gunung. Ini juga untuk mematahkan peribahasa asam di gunung, garam di lautan. Ternyata di gunung juga bisa didapatkan garam.

Mengutip data Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG), sedikitnya ada 33 mata air asin tersebar di lembah-lembah aluvial yang relatif datar pada ketinggian 900 mdpl dan daerah rawa rendah. Air asin itu mengalir dari kaki bukit di hutan serta bercampur dengan air sungai. Masyarakat setempat menyebut garam gunung Krayan itu sebagai tucu'.

Garam gunung asal pedalaman Krayan ini sehat untuk dikonsumsi karena memiliki salinitas yang tinggi dan mengalir dari dalam tanah sejak jutaan tahun lampau. Mengutip penjelasan website Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, karakteristik garam gunung Krayan mengandung 90,2 persen garam beryodium dan unsur mineral seng (Zn) di bawah ambang.

Kandungan mineral lainya berupa natrium (Na), magnesium (Mg), besi (Fe), kalsium (Ca), dan kalium (K). Kadar air pada garam gunung Krayan kurang dari 5 persen. Mata air asin ini meski telah ada sejak jutaan tahun lampau, namun keberadaannya baru diketahui oleh masyarakat Dayak Lundayeh pada 1932 silam dan mulai diproduksi menjadi garam sejak 1978.

Kendati terdapat 33 mata air asin, namun hanya empat titik saja yang sampai hari ini digarap oleh masyarakat untuk dijadikan bahan baku pembuatan garam. Keempat titik itu berada di empat desa yaitu Long Midang (Kecamatan Krayan), Pa Kebuan (Kecamatan Krayan Timur), Pa Betung (Kecamatan Krayan Barat), dan Long Kayu (Kecamatan Krayan Selatan). "Titik paling laris ada di Long Midang," kata Camat Krayan Tengah, Marjuni seperti dikutip Antara.

Proses pembuatan garam masih dilakukan secara sangat sederhana dan tidak pernah berubah sejak pertama kali hingga sekarang. Cita rasa dari garam gunung Krayan juga tidak pernah berubah sama sekali. Air asin dari sumur mata air harus dimasak di dalam wadah seperti drum besar berbahan stainless steel yang dibelah dua bagian.

Wadah drum besar itu diletakkan di atas tungku terbuat dari batu atau tanah liat. Wadah kemudian dipanaskan selama berjam-jam memakai kayu bakar. Wadah terbuat dari stainless steel akan menghasilkan garam dengan kualitas lebih baik. Nantinya, proses perebusan air asin itu akan menghasilkan kristal-kristal putih garam basah.

Kemudian kristal putih yang masih basah dijemur di bawah sinar matahari selama beberapa jam untuk mendapatkan kristal garam berwarna putih bersih. Masyarakat Dayak Lundayeh memproduksi dua jenis garam gunung, yaitu garam bubuk dan garam batang. Untuk membuat garam batang, petani garam di Krayan biasanya menggunakan batang bambu berdiameter 5 sentimeter (cm) yang dipotong sepanjang 30 cm.

Kristal garam basah hasil perebusan kemudian dimasukkan ke dalam tabung bambu dan dipadatkan. Selanjutnya batang bambu yang berisi garam basah tersebut dibakar dalam tungku hingga tak tersisa lagi batang bambunya. Hasil pembakaran hanya menyisakan garam dalam bentuk batang. Dalam sehari, produksi garam gunung Krayan hasil evaporasi dari empat mata air asin berkisar 200-250 kilogram (kg).

Marjuni menjelaskan, garam gunung Krayan yang dihasilkan dari pedalaman hutan Kalimantan mampu menembus pasar lokal dan internasional seperti Malaysia dan Brunei Darussalam. Bahkan, Sultan Hassanal Bolkiah selaku orang nomor satu di Brunei sangat menyukai garam Krayan. "Raja Brunei juga mengonsumsi garam Krayan. Sultan Bolkiah juga mengonsumsi beras organik Krayan yaitu Beras Adan," ucap Marjuni.

Petani garam juga diberi penyuluhan agar memperbaiki cara pengemasan produk mereka agar lebih higienis. Jika dulunya produk garam hanya dibungkus dengan daun jati, maka saat ini sudah menggunakan kemasan lebih modern dan mencantumkan kandungan gizi dari garam. Perbaikan itu juga dilakukan untuk membantu meningkatkan pemasaran produk garam Krayan di pasaran.

Wakil Gubernur Kalimantan Utara Yansen Tipa Padan menerangkan bahwa garam dari Krayan berkhasiat tinggi dan telah dikonsumsi sejak lama oleh masyarakat Dayak Lundayeh. "Kami tidak menemukan kasus penyakit gondok di antara masyarakat Krayan karena mereka mengonsumsi secara rutin garam produksi sendiri. Itu artinya garam Krayan mengandung yodium yang bagus," kata Yansen.

Pria kelahiran 14 Januari 1960 itu seperti dikutip dari Antara berkisah bahwa dirinya termasuk konsumen garam Krayan sejak muda dan merasakan keunikannya dibandingkan garam olahan air laut. Garam Krayan misalnya mampu mempertahankan karakteristik warna hijau pada sayuran saat dimasak atau ketika masakan disimpan dalam beberapa saat. Sangat berbeda dengan garam pada umumnya yang akan membuat warna hijau sayur berubah menjadi cokelat. 

 

Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari