Peran satelit dalam mendukung operasional AIS juga sangat signifikan. Satelit yang dikelola oleh anak bangsa, seperti LAPAN-A2 dan LAPAN-A3, serta Nusantara Earth Observation -1 (NEO-1) dan Nusantara Equatorial IoT (NEI), memainkan peran penting dalam pemantauan perairan Indonesia.
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Ditjen Hubla Kemenhub) telah menerbitkan Surat Edaran nomor SE-DJPL 18 tahun 2024 pada tanggal 5 Juni 2024 tentang Kewajiban Mengaktifkan Sistem Identifikasi Otomatis Kapal atau Automatic Identification System (AIS) dan Aktivitas Lainnya di Perairan Indonesia.
Surat Edaran ini ditujukan kepada seluruh Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen Perhubungan Laut, termasuk Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Utama, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Khusus Batam, para Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), para Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP), Kepala Kantor Distrik Tipe B Tanjung Priok, para Kepala Kantor Distrik Navigasi Tipe A Kelas I, II dan III, para Kepala Kantor Penjagaan Laut dan Pantai, serta Pemilik Kapal, Agen Perusahaan, dan para Nakhoda Kapal.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Capt Antoni Arif Priadi, menjelaskan bahwa penerbitan surat edaran ini didasari oleh pentingnya upaya untuk meningkatkan keselamatan, keamanan pelayaran, dan perlindungan lingkungan maritim. Khususnya dalam hal pemantauan kewajiban memasang dan mengaktifkan Sistem Identifikasi Otomatis Kapal atau AIS.
Beleid ini penting mengingat Indonesia adalah negara maritim dengan wilayah laut yang sangat luas, mencakup lebih dari 5,8 juta kilometer persegi, termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), laut teritorial, dan wilayah lainnya dalam yurisdiksi Indonesia. Sebagai negara dengan laut yang luas, Indonesia menghadapi berbagai masalah kejahatan transnasional seperti illegal fishing, penyelundupan barang, narkoba, manusia, boat people, terorisme, dan bajak laut. Oleh karena itu, negara hadir untuk menjaga, mengawasi, mencegah, dan menindak pelanggaran hukum di perairan dan yurisdiksi Indonesia.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah mewajibkan setiap kapal berbendera Indonesia dan kapal asing yang berlayar di wilayah perairan Indonesia untuk memasang dan mengaktifkan AIS. Potensi sosial ekonomi di perairan Indonesia sangat besar, menjadi jalur pelayaran internasional dengan ratusan ribu kapal besar yang melewati Sabang melalui Selat Malaka setiap tahun. Nilai ekonominya bisa mencapai USD 173 miliar menurut catatan Kemenko Maritim dan Investasi.
Kewajiban tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor 7 tahun 2019 tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis Bagi Kapal yang Berlayar di Wilayah Perairan Indonesia. Aturan pelaksanaannya dituangkan dalam Surat Edaran Ditjen Hubla Kemenhub Nomor SE-DJPL 18 tahun 2024.
Periset Pusat Riset Teknologi Satelit Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muazam Nugroho, menjelaskan bahwa AIS adalah teknologi untuk memantau lalu lintas kapal di seluruh dunia. AIS beroperasi pada kanal Very High Frequency (VHF) dengan frekuensi 161.975 MHz dan 162.025 MHz untuk mengirim dan menerima informasi spesifik terkait kapal di laut secara otomatis. Data yang dikirim oleh AIS mencakup nama dan jenis kapal, Maritime Mobile Services Identities (MMSI), International Maritime Organization (IMO) Number, tanda panggilan (call sign), kebangsaan kapal, bobot kapal, spesifikasi kapal, status navigasi, titik koordinat kapal, tujuan berlayar dengan perkiraan waktu tiba, kecepatan kapal, dan haluan kapal.
Perangkat AIS menggunakan sistem time division multiple access (TDMA), yang memungkinkan pengiriman sekitar 2000 pesan per menit. Pesan ini dapat diterima oleh kapal lain, stasiun penerima AIS berbasis darat, dan stasiun penerima AIS berbasis satelit. "AIS yang dibawa ke luar angkasa memiliki keunggulan dalam radius penerimaan pesan karena ketinggiannya," ujar Muazam.
Satelit yang dikelola oleh anak bangsa turut menjadi stasiun penerima AIS. Misi satelit LAPAN-A2 dan LAPAN-A3, serta Nusantara Earth Observation -1 (NEO-1) dan Nusantara Equatorial IoT (NEI), digunakan untuk pemantauan kapal di Indonesia. Data-data AIS dari satelit ini berkontribusi dalam penjagaan dan pengawasan perairan Indonesia, digunakan oleh banyak pihak termasuk ISRO, UNODC Indonesia Office, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Keamanan Laut, Kementerian Perhubungan, Kemenko Maritim dan Investasi, serta BRIN.
Beberapa kasus yang pernah dibantu oleh data AIS ini antara lain penculikan ABK oleh perompak pada Kapal Brahma-12, penyajian data lintasan Kapal MV Lyric Poet yang kandas di Laut Natuna, Kapal Caledonian Sky yang merusak terumbu karang di Raja Ampat, Kapal MT Alex yang kandas di perairan Manggar, Belitung Timur, pelacakan Kapal MS-Yuanwang-3, Kapal MT Namse Bangzod yang dibajak perompak, pencarian Kapal Nur Allya di Halmahera, deteksi oil spill di Batam dan Muara Gembong, serta penyajian data lintasan kapal misterius di Raja Ampat.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari