Kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia dan negara-negara Asia Pasifik lainnya pada September 2024 menjadi peristiwa bersejarah dan penting dalam konteks hubungan diplomatik serta penguatan nilai-nilai perdamaian, toleransi, dan kemanusiaan. Lawatan itu membawa harapan baru bagi dialog antaragama dan kerukunan umat beragama di negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.
Paus Fransiskus sebagai pemimpin umat Katolik global akan melakukan perjalanan apostolik pertamanya ke Asia Pasifik. Indonesia dipilih sebagai negara pertama yang akan dikunjungi pada 3 hingga 6 September 2024. Setelah itu, Paus Fransiskus akan berkunjung ke Port Moresby dan Vanimo di Papua Nugini dari 6 hingga 9 September 2024, serta ke Dili (Timor Leste) pada 9 hingga 11 September 2024. Kunjungan Bapa Suci ke Singapura akan menutup perjalanan apostolik ini pada 11 hingga 13 September 2024.
Ini adalah ketiga kalinya pemimpin bagi 1,2 miliar umat Katolik melakukan perjalanan ke Indonesia setelah pertama kali dilakukan oleh Paus Paulus VI pada 1970 dan pada 1989 ketika Gereja Katolik Roma dipimpin oleh Paus Yohanes Paulus II. Pemilihan Indonesia sebagai negara pertama yang akan dikunjungi Bapa Suci pada lawatan keluar negeri untuk ke-43 kalinya itu menarik perhatian media-media internasional.
Terlebih, Indonesia merupakan negara dengan pemeluk Islam terbanyak di dunia. Melansir data Kementerian Agama pada 2022 memperlihatkan bahwa agama Islam dipeluk oleh sebanyak 242 juta penduduk dan sekitar 20,5 juta orang menganut Kristen serta 8,5 juta umat Katolik. Lawatan ke Asia Pasifik menjadi perjalanan apostolik terlama paus berusia 87 tahun itu sejak 11 tahun kepemimpinannya dimulai pada 19 Maret 2013.
Pemberian berkat dan penyampaian pesan moral dari paus adalah momen yang sangat ditunggu karena merupakan peristiwa sakral yang menguatkan iman dan penghayatan agama bagi jutaan umat Katolik di tanah air. Namun, lebih dari itu ada hal lain yang menurut Duta Besar Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan Michael Trias Kuncahyono jauh lebih penting. Mantan jurnalis tersebut dalam keterangan tertulisnya menyebutkan, perjalanan Paus ke Indonesia sarat nilai historis.
Sebab, hubungan kedua negara telah terjalin sejak 1947 silam. Takhta Suci menjadi salah satu negara pertama yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia. Vatikan sejak awal mendukung kemerdekaan, kedaulatan, dan keutuhan NKRI. Paus Pius XII saat itu tak henti memberikan dukungan dan doa untuk perjuangan Indonesia mempertahankan kemerdekaan. "Boleh dikatakan, hubungan sudah dijalin sejak zaman revolusi," ucap Trias.
Semula, Paus Fransiskus direncanakan berkunjung ke Indonesia pada 2020. Namun perjalanan itu urung dilakukan lantaran pandemi virus corona melanda dunia. Sinyal kunjungan Bapa Suci pada September 2024 juga telah disampaikan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi medio April 2024. Rencana kunjungan ke Asia Pasifik juga telah disampaikan Menteri Luar Negeri Vatikan Uskup Agung Paul Gallagher, Maret 2024 kepada majalah Jesuit America.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi membuka sedikit kisah awal mula kedatangan Paus yang turut melibatkan dirinya. Ketika menghadiri resepsi perayaan HUT X pemilihan Paus Francis Yang Kudus di Kedutaan Besar Takhta Suci, 15 November 2023, Budi Arie di hadapan Dubes Vatikan Piero Pioppo menyampaikan keinginan pemerintah dan rakyat Indonesia agar Paus bersedia menyinggahi Indonesia.
Menurut Budi Arie, Indonesia sangat menghargai hubungan bilateral dengan Vatikan karena sama-sama memegang prinsip perdamaian, kemanusiaan, inklusivitas, dan kebebasan. Kunjungan Paus Fransiskus memberikan kesempatan dalam mempromosikan dialog antaragama dan kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Juga untuk memperkuat kerja sama dalam mempromosikan perdamaian dan toleransi ketika beberapa bagian dunia tengah diwarnai oleh ketegangan, konflik, dan kekerasan.
Entitas Berdaulat
Takhta Suci merupakan yuridiksi episkopal dari Paus sebagai takhta keuskupan tertinggi dalam Gereja Katolik, selain berfungsi menjadi pusat pemerintahan Gereja Katolik. Menurut A Agus Sriyono, Dubes RI untuk Takhta Suci periode 2016—2020, seperti dikutip dari Kompas, Takhta Suci bertindak dan berbicara atas nama seluruh Gereja Katolik dan sebagai subjek hukum internasional merupakan entitas berdaulat.
Sedangkan Vatikan sebagai sebuah negara kota terbentuk melalui Traktat Lateran pada 1929 dan merupakan enklav yang dikelilingi oleh tembok di dalam Roma, ibu kota dari Italia. Vatikan menjadi negara terkecil di dunia dan diakui secara internasional serta telah menjalin hubungan diplomatik dengan 180 negara di dunia termasuk Indonesia. Meski tidak menjalankan politik praktis, Vatikan menaruh perhatian besar terhadap perdamaian dunia.
Ini sejalan dengan prinsip ensiklik fratelli tutti atau “kita semua adalah saudara”. Sebagai pemimpin Takhta Suci, Paus Fransiskus membawa pesan perdamaian global. Dalam kunjungannya, ia sering kali menyuarakan kebutuhan untuk mengakhiri konflik dan mempromosikan solusi damai di berbagai belahan dunia, termasuk krisis-krisis seperti Rusia dengan Ukraina, Israel-Palestina, dan lainnya.
Paus mendesak pihak-pihak bertikai untuk meletakkan senjata dan mencari solusi damai. Paus Fransiskus juga memberi perhatian besar pada peningkatan kerukunan antarumat beragama. Hal ini dibuktikan dengan Deklarasi Persaudaraan Umat Manusia bagi Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama atau Deklarasi Abu Dhabi yang ditandatangani antara dirinya dan Imam Besar Al-Azhar Sheikh Ahmad el-Tayeb pada 4 Februari 2019.
Selain itu, Paus Fransiskus juga dikenal sebagai pembela lingkungan hidup. Ensikliknya, laudato si’, menekankan pentingnya menjaga bumi sebagai rumah bersama dan menanggapi tantangan perubahan iklim. Indonesia, dengan kekayaan alamnya yang melimpah dan tantangan lingkungannya yang kompleks, bisa mendapat dorongan tambahan untuk lebih aktif dalam upaya perlindungan lingkungan.
Dalam kacamata politik, kunjungan ini juga menegaskan posisi Vatikan sebagai subjek hukum internasional dan entitas yang memegang peran penting dalam diplomasi global. Hubungan diplomatik yang telah terjalin lama antara Indonesia dan Takhta Suci Vatikan menjadi fondasi kuat untuk kerja sama lebih lanjut dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan, kesehatan, dan kemanusiaan.
Secara keseluruhan, kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia tidak hanya akan memberikan momen sakral bagi umat Katolik di Indonesia. Tetapi juga kesempatan untuk memperkuat nilai-nilai universal seperti perdamaian, toleransi, dan kepedulian terhadap lingkungan hidup di tengah masyarakat yang beragam agama dan budaya.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari