Indonesia.go.id - Menjaga Tradisi Budaya Suku Dayak Tomun

Menjaga Tradisi Budaya Suku Dayak Tomun

  • Administrator
  • Rabu, 4 September 2024 | 09:13 WIB
BUDAYA
  Dua orang warga Lamandau menampilkan kostum dan topeng saat pembukaan Festival Babukung melintas di jalan A Yani, kota Nanga Bulik Kabupaten Lamandau.MC KALTENG/Damar
Di balik keindahan alam Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, tersembunyi kekayaan budaya Suku Dayak Tomun yang terus hidup hingga kini. Salah satunya adalah Festival Babukung, sebuah perayaan penuh makna yang merayakan kehidupan dan kematian dalam harmoni dengan alam.

Kabupaten Lamandau, yang terletak di Provinsi Kalimantan Tengah, adalah sebuah wilayah yang kaya akan keanekaragaman budaya dan tradisi. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Kotawaringin Barat dan dikenal dengan keindahan alamnya yang dikelilingi oleh bukit-bukit dan hutan sawit.

Jalan menuju desa-desa di Lamandau seringkali terasa seperti perjalanan di pegunungan, menawarkan pemandangan yang menakjubkan. Di kabupaten itu tinggal suku Dayak, khususnya Dayak Tomun. Suku itu terkenal dengan gaya hidup berburu dan berladang yang masih dipraktikkan hingga kini.

Rumah panggung dari kayu ulin, ciri khas suku Dayak, adalah pemandangan yang umum di wilayah ini. Beberapa di antaranya, masih digunakan sebagai lumbung padi yang dikelola bersama oleh komunitas.

Selain itu, masyarakat Dayak di Lamandau juga memproduksi mandau mereka sendiri, senjata tradisional yang digunakan untuk berburu. Produk-produk pertanian seperti jahe merah dan jahe putih juga menjadi komoditas yang diminati.

Mayoritas masyarakat Dayak di Lamandau menganut agama Kaharingan, sebuah kepercayaan asli suku Dayak sebelum masuknya agama-agama besar ke Kalimantan.

Kaharingan, yang berarti "tumbuh" atau "hidup", adalah pusat dari berbagai ritual adat, termasuk upacara pengorbanan ternak seperti babi atau ayam, yang darahnya dialirkan pada pohon yang dianggap suci.

Kebiasaan menginang, yang mirip dengan tradisi nginang di Jawa, juga masih dipraktikkan oleh sebagian masyarakat Dayak. Tradisi ini menggunakan daun sirih, kapur sirih, tembakau, kencur, dan buah pinang sebagai bahan utama, dan menariknya, mereka yang menginang biasanya tidak merokok seumur hidupnya.

Meski beberapa orang masih merasa canggung untuk berinteraksi dengan orang Dayak karena perbedaan budaya. Kenyataannya, masyarakat Dayak sangat terbuka terhadap orang lain yang ingin mempelajari kebudayaan mereka.

Festival Babukung

Dalam rangka menjaga dan melestarikan warisan budaya Dayak, terutama Dayak Tomun, Pemerintah Kabupaten Lemandau pun mengadakan Festival Babukung. Tujuan mengadakan festival Babukung adalah merayakan kehidupan dan kematian dalam harmoni. Festival itu merupakan sebuah perayaan budaya yang unik, yang diadopsi dari tradisi kematian masyarakat Dayak Tomun.

Diadakan setiap tahun di Nanga Bulik, ibu kota Kabupaten Lamandau, festival ini bertujuan untuk melestarikan budaya Dayak Tomun sekaligus menghibur keluarga yang sedang berduka. Babukung, dalam tradisi Dayak Tomun, adalah upacara kematian yang menyatukan roh para leluhur dalam tarian dan doa. Namun, festival ini tidak hanya sebatas upacara kematian; ia telah berkembang menjadi ajang perayaan yang meriah, yang menghubungkan manusia dengan alam.

Festival Babukung pertama kali digelar pada 2014, dan pada 8—10 Agustus 2024 menandai perayaan yang kesepuluh kalinya. Dengan tema "Menjaga Tradisi, Merawat Bumi, Mengarungi Era Digitalisasi", festival ini tidak hanya mempertahankan tradisi lama tetapi juga mengintegrasikan elemen-elemen modern untuk menarik perhatian generasi muda. Salah satu daya tarik utama dari Festival Babukung adalah karnaval topeng tradisional, yang dikenal sebagai Luha.

Dalam karnaval ini, para penari, yang disebut Bukung, mengenakan topeng dengan karakter hewan tertentu dan menari untuk menghibur keluarga yang berduka. Tradisi ini mencerminkan rasa solidaritas dan kepedulian sosial yang kuat dalam masyarakat Dayak Tomun.

Selain karnaval Luha, festival ini juga menyelenggarakan berbagai acara menarik lainnya, seperti pagelaran tari topeng, lomba menggambar dan mewarnai topeng. Rencananya, festival Babukung juga akan menampilkan pentas musik etnik, workshop tari dan ukir topeng, adventure trail, bazar produk UMKM, serta pertunjukan ritual suku Dayak yang eksklusif dan tidak dapat ditemukan di tempat lain.

Salah satu momen puncak dalam festival tahun ini adalah pemecahan rekor MURI untuk 1.000 Tatakup, sebuah prestasi yang menunjukkan betapa antusiasnya masyarakat dalam melestarikan tradisi mereka. Festival Babukung telah menjadi magnet bagi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, yang ingin menyaksikan keunikan dan keindahan budaya Dayak Tomun.

Bagi masyarakat Nanga Bulik dan sekitarnya, festival ini bukan sekadar ajang hiburan, melainkan juga sebuah upaya untuk menjaga dan mengangkat nilai-nilai budaya yang telah diwariskan oleh leluhur mereka. Pemkab Lamandau berharap, festival ini berhasil menarik perhatian generasi muda dan memperkenalkan mereka pada kekayaan warisan nenek moyang.

Bagi masyarakat Dayak Tomun, festival ini adalah cara untuk menjaga jati diri mereka sekaligus merayakan kehidupan dalam harmoni dengan alam. Yuk, agendakan untuk berkunjung Nanga Bulik, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah.

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari