Indonesia.go.id - Festival Tabut, Rekreasi atas Peringatan Peristiwa Tragis

Festival Tabut, Rekreasi atas Peringatan Peristiwa Tragis

  • Administrator
  • Senin, 26 Agustus 2019 | 03:24 WIB
DESTINASI
  Tarian Tradisional pada Festival Tabut Bengkulu. Foto: Shutterstock

Festival Tabut Bengkulu tahun 2019 siap digelar pada 1--10 September. Kegiatan akan dipusatkan di Lapangan Merdeka , Kota Bengkulu.

Pemerintah dan Masyarakat Bengkulu kembali menggelar Festival Tabut untuk yang kesekian kalinya. Festival ini sudah masuk di TOP 100 Calendar of Event Wonderful Indonesia Kementerian Pariwisata RI. Dan festival kali ini akan diwarnai Tabut Fest Coffee Corner.

cJika dari tahun ke tahun 'Festival Tabut' terkesan seperti pasar malam, dengan adanya Tabut Fest Coffee Corner diharapkan, dapat mengubah imej lebih baik, sehingga nuansa festivalnya yang ditonjolkan benar-benar terasa.

Tabut Fest Coffee Corner dibuat dalam rangka, untuk memecah konsentrasi massa agar tidak bertumpuk di panggung utama, dan memberikan pilihan kuliner para wisatawan, agar tidak membosankan serta juga guna mempopulerkan produk unggulan kopi Bengkulu.

Area akan steril dari pedagang kaki lima terlihat lebih tertata, sehingga akan lebih enak dikunjungi dan nyaman untuk dilihat nantinya. Para wisatawan akan dimanjakan agar tidak bosan ada di Bengkulu. Mengingat penyelenggaraan tabut ini cukup panjang.

Setiap tahun, Festival ini digelar setiap tahun baru 1--10 Muharram pada tahun kalender Islam. Festival Tabot atau Festival Tabut adalah rekreasi dari peristiwa tragis yang menimpa Hasan Hussein, cucu Nabi Muhammad, dan karenanya itu diperingati sebagai penghormatan. Menurut sejarah, pada tahun 61 dalam Kalender Islam, dalam perjalanannya ke Irak, Hussein disergap oleh pasukan Ubaidillan Bin Ziyad. Pertempuran sengit terjadi di padang pasir Karbala, tempat Hussein akhirnya terbunuh.

Diyakini bahwa ritual Tabot pertama kali dipentaskan di Bengkulu pada 1685 oleh Syeh Burhanuddin, juga dikenal sebagai Imam Senggolo. Dia adalah orang pertama yang menyebarkan Islam di Bengkulu di mana dia menikahi seorang gadis lokal. Keturunannya kemudian dikenal sebagai keluarga Tabut/Tabot. Ritual itu diturunkan dari generasi ke generasi oleh, apa yang kemudian dikenal sebagai, Komunitas Keluarga Tabot.

Festival Tabut adalah cermin kekayaan budaya Bengkulu. Juga memperkaya potensi wisata religi Bengkulu. Festival ini juga ikut menggerakkan ekonomi masyarakat. Ada banyak venue yang dinikmati masyarakat. Juga ada banyak inspirasi yang diberikan Festival Tabut.

Seperti kegiatan festival tahun sebelumnya, Festival Tabut diawali dengan Pelepasan Keluarga Tabut dan Pengambilan Tanah. Tanah diambil di dua lokasi. Yaitu, Tapak Padri dan Horison. Ada makna yang terkandung di dalamnya. Yaitu, manusia berasal tanah dan akan kembali ke tanah.

Berikutnya, dilakukan ritual cuci Penja. Ini adalah tempat pusaka dan tanah. Posisinya menjadi paling dasar dari Tabut. Setelah mencuci Penja, ritual dilanjutkan dengan Menjara 1 dan 2. Menjara menjadi duplikasi perjalanan Husein menuju Karbala dan replika perang. Di situ juga akan diikuti ritual ‘kunjungan’ Tabut Bansal ke Tabut Imam. Lalu, dilanjutkan ritual Arak Jari-Jari dan Arak Sorban. Ritual ini jadi simbol bila Sorban milik Husein sudah ditemukan dan direbut kembali.

Bila Arak Sorban sudah dilakukan, ritual berikutnya adalah Gam. Inilah momen masa berkabung usai wafatnya Husein. Saat berkabung, beragam aktivitas akan dilarang. Alat musik Dhol juga tidak boleh dibunyikan. Dhol ini adalah alat serupa tambur.

Body-nya terbuat dari kayu, lalu ujungnya ditutup dari kulit sapi atau kerbau. Berikutnya, Tabut Naik Puncak (Pangkek) atau simbol masa keemasan Islam.

Puncak dari rangkaian ritual ini adalah Pelepasan Tabut Menuju Karbala. Dalam sebuah parade, kegiatan diikuti oleh 17 Tabut dengan inti Imam dan Bansal.

Dalam Wikipedia ditulis, tidak ada catatan tertulis sejak kapan upacara Tabut mulai dikenal di Bengkulu. Namun, diduga kuat tradisi yang berangkat dari upacara berkabung para penganut paham Syiah ini dibawa oleh para tukang yang membangun Benteng Marlborought (1718-1719) di Bengkulu. Para tukang bangunan tersebut, didatangkan oleh Inggris dari Madras dan Bengali di bagian selatan India yang kebetulan merupakan penganut Islam Syiah.

Para pekerja yang merasa cocok dengan tata hidup masyarakat Bengkulu, dipimpin oleh Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin, memutuskan tinggal dan mendirikan permukiman baru yang disebut Berkas, sekarang dikenal dengan nama Kelurahan Tengah Padang. Tradisi yang dibawa dari Madras dan Bengali diwariskan kepada keturunan mereka yang telah berasimilasi dengan masyarakat Bengkulu asli dan menghasilkan keturunan yang dikenal dengan sebutan orang-orang Sipai.

Tradisi berkabung yang dibawa dari negara asalnya tersebut mengalami asimilasi dan akulturasi dengan budaya setempat, dan kemudian diwariskan dan dilembagakan menjadi apa yang kemudian dikenal dengan sebutan upacara Tabut.

Upacara Tabut ini semakin meluas dari Bengkulu ke Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meuleboh, dan Singkil. Namun dalam perkembangannya, kegiatan Tabut menghilang di banyak tempat. Hingga pada akhirnya hanya terdapat di dua tempat, yaitu di Bengkulu dengan nama Tabut dan di Pariaman Sumbar (masuk sekitar tahun 1831) dengan sebutan Tabuik. Keduanya sama, tetapi cara pelaksanaannya agak berbeda.

Meski kental dengan nuansa religi, tapi ada banyak kemeriahan yang ditawarkan oleh Festival Tabut. Hal ini tentu semakin menguatkan karakter dari festival ini. Ada beragam parade seni dan budaya yang ditampilkan. Festival Tabut bahkan menggelar beragam perlombaan.

Festival Tabut emang unik. Ada pengetahuan dan experience terbaik yang diterima wisatawan bila berada di sini.

Bengkulu, merupakan kota yang tak jauh dari Jakarta. Ada 6 penernangan yang melayani Jakarta-Bengkulu. Ada Lion Air, Sriwijaya Air, Citilink, dan Garuda Indonesia. Ke Bengkulu juga bisa melalui rute darat dengan kendaraan pribadi maupun bus lintas provinsi.  (E-2)