Melalui registrasi mandiri, data setiap pendaftar akan diverifikasi silang dengan basis data kependudukan dan catatan administratif lain. Hal ini diyakini dapat mempersempit ruang manipulasi, sekaligus memberi kepastian kepada masyarakat tentang alasan ia menerima atau tidak menerima bansos.
Di sebuah Aula Minak Jinggo jingo Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi, Jawa Timur, suasana siang itu tampak berbeda. Puluhan warga duduk rapi mendengarkan penjelasan petugas Kementerian Sosial, Dewan Ekonomi Nasional (DEN), dan petugas dari Kementerian PAN RB di layar proyektor, terpampang tulisan besar: Sosialisasi Umum Pelaksanaan Pilot Project Digitalisasi Bantuan Sosial di Portal Perlinsos – Uji Coba Banyuwangi. Kamis (17/9/2025).
Bagi sebagian warga, istilah itu mungkin terdengar rumit. Namun intinya sederhana: sekarang, setiap orang yang merasa butuh bantuan sosial bisa langsung “angkat tangan” dengan mendaftarkan diri secara digital.
Selama ini, penyaluran bansos sering kali dipandang rumit. Ada warga yang sebenarnya mampu, tapi masih menerima bantuan. Ada pula yang benar-benar butuh, namun tak kunjung terdata.
Sistem uji coba di Banyuwangi mencoba membalik pola lama itu. Tidak lagi menunggu data turun dari pusat, melainkan membuka kesempatan agar masyarakat sendiri yang menyatakan kebutuhannya.
Asisten Deputi Keterpaduan Layanan Digital Nasional Kedeputian Bidang Transformasi Digital Pemerintah KemenPAN-RB, Adi Nugroho, menjelaskan bahwa digitalisasi bantuan sosial diarahkan untuk menjawab dua persoalan mendasar: salah sasaran penerima dan lambatnya proses distribusi.
“Presiden menekankan bahwa dengan teknologi digital, subsidi bisa lebih tepat sasaran, bahkan bisa mengurangi potensi korupsi secara signifikan,” ujar Adi
Uji coba di Banyuwangi dirancang agar inklusif. Warga bisa mendaftar sendiri melalui ponsel pintar, atau dibantu oleh agen pendamping PKH di tingkat desa bagi mereka yang tidak memiliki perangkat digital.
“Digitalisasi jangan dipahami sebagai penghalang. Prinsipnya no one left behind. Masyarakat tanpa gawai, lansia, atau penyandang disabilitas tetap bisa mengajukan bantuan dengan mekanisme yang disiapkan pemerintah,” tegas Adi.
Melalui registrasi mandiri, data setiap pendaftar akan diverifikasi silang dengan basis data kependudukan dan catatan administratif lain. Hal ini diyakini dapat mempersempit ruang manipulasi, sekaligus memberi kepastian kepada masyarakat tentang alasan ia menerima atau tidak menerima bansos.
“Bayangkan, setiap warga yang merasa butuh bisa langsung mengetuk pintu negara. Tidak perlu lewat banyak perantara,” ujarnya.
Prosesnya dilakukan lewat portal perlinsos. Warga cukup mendaftar dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK), foto wajah untuk face recognition, dan data dasar lainnya.
Banyuwangi sebagai pilot project Percontohan
Banyuwangi dipilih sebagai lokasi pilot project karena pemerintah daerah dinilai proaktif. Presiden pun menaruh perhatian agar uji coba ini bisa menjadi model baru penyaluran bansos yang lebih transparan.
Principal Govtech Expert DEN, Rahmat Danu Andika, menjelaskan bahwa mekanisme baru ini membuka kesempatan bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkan untuk mendaftar secara langsung, tanpa melalui perantara. Data mereka kemudian akan diverifikasi menggunakan basis data kependudukan, rekening, hingga biometrik.
“Siapapun yang merasa membutuhkan bisa datang mendaftar. Nanti datanya akan kita cek dengan berbagai sumber. Harapannya, mereka yang sebenarnya mampu akan enggan mendaftar, sementara keluarga yang selama ini tidak pernah tersentuh bantuan bisa ikut terdata,” ujarnya.
Selama bertahun-tahun, isu ketepatan bansos selalu jadi sorotan. Dengan pendekatan self-registration, diharapkan warga merasa dilibatkan penuh.
“Kalau ada yang butuh, biar mereka yang bilang sendiri. Nanti tugas negara mencocokkan datanya,” tambahnya,
Setelah pendaftaran, data warga akan dibandingkan dengan berbagai sumber: Data Terpadu Kesejahteraan Sosial Nasional (DTSN), data administrasi kependudukan, hingga catatan kepemilikan rekening bank.
Langkah ini dilakukan agar sistem benar-benar mampu menyaring siapa yang layak mendapat bantuan.
Meski begitu, pemerintah menegaskan bahwa penyaluran bansos reguler tahun 2025 tetap berjalan dengan cara lama. Uji coba ini tidak akan mengganggu pencairan PKH maupun BPNT yang sudah dijadwalkan.
Disambut Antusias Warga
Banyak warga yang hadir tampak mengangguk-angguk. Bagi mereka, sistem ini terasa lebih adil. “Kalau bisa daftar langsung begini, kan enak. Kita nggak perlu menunggu lama, dan semua jelas,” kata Halim perwakilan Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat Banyuwangi,
“Kadang kami kasihan lihat tetangga yang susah, tapi nggak pernah dapat bantuan. Kalau sistem ini jalan, mudah-mudahan nggak ada yang terlewat lagi,” ujarnya.
Bagi banyak warga, cara baru ini memberi harapan bahwa birokrasi yang rumit bisa dipangkas. Tidak perlu lagi menunggu RT, RW, atau perangkat desa membuat rekomendasi.
Harapan dari Banyuwangi
Uji coba ini memang belum bisa langsung menjawab semua persoalan. Namun pemerintah ingin belajar dari pengalaman di Banyuwangi. Apakah data bisa dipadukan? Apakah sistem seleksi bisa lebih adil?
Untuk itu, tim pakar dari bidang statistik, ekonomi, hingga kebijakan sosial akan dilibatkan. Mereka bertugas merumuskan formula seleksi agar penetapan penerima bansos bisa dipertanggungjawabkan.
Jika hasil uji coba positif, bukan tidak mungkin sistem ini diperluas ke daerah lain. Bahkan ke wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) yang selama ini kerap menghadapi masalah distribusi bansos.
Namun pemerintah menegaskan, proses ini tidak boleh tergesa-gesa. “Kita tidak mau terjebak false confidence. Uji coba ini harus benar-benar dievaluasi sebelum diterapkan luas,” kata Dika.
Dari Warga untuk Warga
Di sisi lain, warga Banyuwangi merasa bangga menjadi bagian dari uji coba. “Kalau berhasil, berarti Banyuwangi jadi contoh untuk Indonesia,” ujar Pendeta Anang Sugeng perwakilan Badan Usaha Antar Gereja.
Terobosan ini sejalan dengan visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, khususnya poin membangun sistem perlindungan sosial yang menyeluruh, serta mewujudkan pemerataan pembangunan.
Sementara Eko Berliono, perwakilan PUSKOR (Pusat Koordinasi Indonesia), berharap tidak ada lagi kecemburuan sosial. “Kadang yang dapat justru rumahnya bagus. Semoga sekarang bisa lebih adil.”
Pemkab Banyuwangi sendiri siap mendukung penuh. Sosialisasi dan pelatihan teknis telah diberikan kepada calon agen lapangan.
Sejumlah desa melaporkan bahwa warga aktif bertanya dan mencoba mendaftar. Meski masih ada kendala teknis, sebagian besar merasa terbantu dengan sistem digital ini.
Dengan integrasi biometrik dan digital ID, sistem ini juga menjadi contoh bagaimana teknologi bisa langsung menyentuh kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Lebih jauh, uji coba ini juga mengubah cara pandang. Bantuan sosial tidak lagi dilihat sebagai pemberian sepihak, tetapi sebagai hak warga yang bisa diakses secara terbuka.
Pemerintah berharap model ini bisa menutup celah ketidakadilan yang selama ini dirasakan warga.
Meski begitu, jalan menuju sistem bansos yang benar-benar ideal masih panjang. Evaluasi, pembelajaran, dan perbaikan akan terus dilakukan.
Namun satu hal jelas, optimisme kini tumbuh di Banyuwangi. Warga merasa suara mereka lebih didengar, dan negara hadir lebih dekat.
Penulis: Wandi
Redaktur: Kristantyo Wisnubroto
Berita ini sudah terbit di infopublik.id: https://infopublik.id/kategori/sorot-sosial-budaya/938242/warga-banyuwangi-angkat-tangan-cara-baru-mengakses-bansos