Di balik geliat pembangunan dan kemajuan teknologi, masih ada satu penyakit lama yang terus mencuri napas masyarakat: Tuberkulosis (TBC). Ia bukan penyakit baru, namun hingga kini masih menjadi tantangan besar bagi kesehatan bangsa.

Data Kementerian Kesehatan mencatat, Indonesia menempati posisi kedua dengan kasus TBC terbanyak di dunia setelah India, lebih dari 1 juta kasus dan 125 ribu kematian setiap tahunnya. Di balik angka yang mencemaskan itu, tersimpan kisah perjuangan, ketakutan, sekaligus harapan yang tidak pernah padam.

TBC bukan sekadar persoalan medis. Ia mencerminkan rapuhnya kesadaran kolektif terhadap pentingnya hidup sehat. Penyakit ini tumbuh di tengah kemiskinan, lingkungan padat penduduk, dan gaya hidup yang mengabaikan kesehatan. Namun, di tengah tantangan itu, semangat gotong royong kembali menyala, menjadi harapan baru untuk menjemput napas sehat bagi bangsa.

Eliminasi TBC: Janji Sehat untuk Generasi Mendatang

Pemerintah Indonesia menargetkan eliminasi TBC, dengan ambisi menurunkan angka kejadian menjadi 65 per 100 ribu penduduk dan angka kematian hanya 6 per 100 ribu penduduk. Komitmen untuk mengakhiri TBC ditegaskan dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Perpres ini menjadi tonggak hukum yang mengatur strategi nasional hingga target eliminasi pada 2030.

Namun target ini bukan sekadar angka di atas kertas. Ia merupakan komitmen moral seluruh bangsa untuk melindungi generasi mendatang dari ancaman penyakit yang sesungguhnya bisa dicegah dan diobati.

“Semua energi harus digerakkan bersama, tanpa kecuali, untuk menanggulangi Tuberkulosis,” demikian pesan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, yang menegaskan bahwa penanggulangan TBC adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah.

Komitmen itu diwujudkan melalui program Temukan, Obati, Sampai Sembuh (TOSS TBC). Melalui program ini, tenaga kesehatan dan kader masyarakat bergerak dari rumah ke rumah, melakukan deteksi dini, memastikan pengobatan berjalan tuntas, serta memberikan dukungan emosional kepada pasien.

Pendampingan menjadi bagian penting dari proses penyembuhan. Banyak penyintas TBC kini kembali turun ke lapangan, menjadi jembatan empati bagi pasien baru agar tidak merasa sendiri. Mereka hadir sebagai bukti nyata bahwa TBC bisa disembuhkan, sekaligus pembawa semangat untuk melawan rasa takut dan stigma.

Namun, perjuangan belum selesai. Stigma sosial terhadap penderita masih menjadi penghalang besar. Tak sedikit yang memilih berdiam diri karena takut dikucilkan, padahal sikap ini justru memperpanjang rantai penularan. Karena itu, melawan stigma adalah bagian dari penyembuhan bagi diri sendiri dan bagi masyarakat.

Dari Isu Kesehatan Menuju Transformasi Sosial

Upaya eliminasi TBC bukan semata isu kesehatan, tetapi juga bagian dari transformasi sosial bangsa. Kementerian Kesehatan terus mendorong perubahan perilaku hidup bersih dan sehat, baik di lingkungan masyarakat maupun instansi pemerintah.

Perubahan pola pikir menjadi kunci keberhasilan. Kesehatan bukan hanya hak individu, tetapi juga tanggung jawab sosial. Dengan semangat gotong royong dan kepedulian lintas sektor, Indonesia meneguhkan langkah menuju bangsa yang lebih sehat dan berdaya. Hanya dengan bergerak bersama, napas Indonesia akan kembali utuh bebas dari bayang-bayang Tuberkulosis.

Penulis: Juli
Redaktur: Untung S

Berita ini sudah terbit di infopublik.id: https://infopublik.id/kategori/sorot-sosial-budaya/942209/gotong-royong-eliminasi-tb-wujudkan-indonesia-sehat-untuk-generasi-mendatang