Sekitar 500 calon guru kontrak akan ditempatkan di 69 SD dan 154 TK/Paud di seluruh distrik dan kampung di Kabupaten Lanny Jaya, Papua.
Pada Senin 12 April 2021, Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Lanny Jaya, Provinsi Papua, mengumumkan hasil seleksi guru kontrak orang asli Lanny Jaya (OAL). Sekitar 500 calon guru kontrak dinyatakan lulus seleksi. Mereka akan ditempatkan di 69 SD dan 154 TK/Paud di seluruh distrik dan kampung di Kabupaten Lanny Jaya.
Kebijakan itu diambil, menurut Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Lanny Jaya Tan Wanimbo, sebagai bentuk perhatian Pemkab Lanny Jaya terhadap dunia pendidikan dan mengatasi pengangguran bagi anak asli Lanny Jaya.
Kabupaten Lanny Jaya adalah sebuah kabupaten di Provinsi Papua, yang dibentuk pada 4 Januari 2008, bersamaan dengan pembentukan beberapa kabupaten lainnya di Papua, yakni Mamberamo Tengah, Yalimo, dan Nduga. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari kabupaten induk, Jayawijaya.
Menurut Wanimbo, kebijakan mengontrak anak asli Lanny Jaya sebagai tenaga guru merupakan gagasan dari Bupati Lanny Jaya Befa Yigibalom, yang menginginkan ada peningkatan mutu di dunia pendidikan. Mereka akan ditempatkan di kampung atau distrik asal para sarjana ini. Mereka berasal dari 39 distrik, 353 kampung dan satu kelurahan yang ada di Lanny Jaya.
Wanimbo mengakui, kondisi di lapangan memang semua sekolah tingkat SD dan TK/Paud mengalami kekurangan guru. Namun mereka menyadari, para sarjana ini bukan dari pendidikan guru, maka dinas akan bekerja sama dengan pihak yang kompeten untuk melakukan pelatihan kepada guru kontrak asli Lanny Jaya yang telah diterima.
Isu kekurangan guru di Papua, khususnya di Pegunungan Tengah, sudah lama terdengar. Untuk mengatasinya, sejumlah bupati berinisiatif bekerja sama dengan lembaga-lembaga dari luar Papua. Misalnya, Bupati Jayapura Mathius Awoitauw melakukan kerja sama dengan Yayasan Indonesia Cerdas dengan mengontrak sekitar 400 guru kontrak. Bahkan di sejumlah tempat, dinas pendidikan bekerja sama dengan TNI dan Polri untuk ikut mengajar di kelas-kelas.
Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan, dan Arsip Daerah Provinsi Papua Christian Sohilait mengatakan, Pemerintah Provinsi Papua telah mengusulkan 1.400 formasi untuk perekrutan guru dengan skema PPPK pada tahun ini. Mereka juga meminta pemerintah melakukan perekrutan untuk guru honorer murni sebanyak 3.527 orang.
Guru Afirmatif
Sementara itu dalam kesimpulan diskusi di sebuah grup WA, “Pendidikan di Pegunungan Tengah (Papua)” yang disebarkan Agus Sumule, Dosen Universitas Negeri Papua, terungkap bahwa penduduk kawasan Pegunungan Tengah Papua berjumlah 49,28% dari total penduduk Papua.
Namun kondisi pendidikannya berbanding terbalik dengan prosentase itu. Pada 2018, SD di sana hanya 874 (34,83%) dari total 2.509 SD di Provinsi Papua. Untuk SMP hanya 229 (34,13%), SMA hanya 66 (28,82%), dan SMK hanya 25 (18,25%).
Tidak hanya jumlah satuan pendidikan (PAUD sampai SMA/SMK) yang jauh lebih sedikit, jumlah guru pun jauh dari memadai. Pada 2019, diperkirakan di Pegunungan Tengah kekurangan 6.007 orang guru--termasuk mereka yang akan pensiun dalam lima tahun berikut, terhitung sejak tahun itu.
Jumlah guru yang kurang itu akan menjadi lebih banyak lagi, atau kurang lebih 9.000 orang guru, kalau sekitar 120.000 orang penduduk usia sekolah yang tidak bersekolah di KPT, diberikan kesempatan mengenyam pendidikan.
Topik ini dibahas dalam grup whatsapp pendidikan di Pegunungan Tengah, sejak 24 Maret 2021. Ada 154 orang partisipan dalam grup ini. Mereka datang dari berbagai latar belakang: praktisi/guru, pionir, pejabat pemerintah, pemerhati, akademisi, guru besar ilmu pendidikan, mahasiswa, pengusaha, politisi, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan banyak yang lain.
“Selain bertukar data dan informasi serta gagasan di dalam grup, dilakukan pula dua kali diskusi virtual,” kata Agus Sumule.
Kesimpulan dari pembahasan di grup ini adalah cara paling cepat untuk memenuhi kekurangan guru di Pegunungan Tengah Papua adalah dengan menyelenggarakan Pendidikan Profesi Guru (PPG) pra-jabatan, sebagaimana yang telah diatur dalam Permendikbud nomor 87 tahun 2013. Para lulusan program studi S1/D4 berbagai bidang ilmu, khususnya para sarjana/lulusan program diploma D4 yang berasal dari KPT, dapat dididik untuk menjadi guru profesional melalui program PPG prajabatan ini.
Perguruan tinggi yang memiliki program keguruan dan ilmu pendidikan di tanah Papua, baik swasta atau negeri, termasuk keagamaan, dapat diberikan tanggung jawab sebagai penyelenggaran PPG. Beberapa di antaranya, selama ini sudah menjadi penyelenggara PPG.
Memang tidak mudah untuk memperoleh lisensi sebagai penyelenggara PPG. Ada sejumlah persyaratan ketat yang harus dipenuhi oleh perguruan tinggi yang berminat. Tidak hanya itu, para lulusan S1/D4 yang berminat menjadi guru profesional melalui PPG pun harus melewati seleksi yang ketat untuk memungkinkan seseorang memiliki sejumlah kompetensi dan kualifikasi yang berlaku secara nasional.
Dalam kaitan dengan hal tersebut, maka perlu diperjuangkan semacam program PPG afirmasi untuk tanah Papua ke direktorat jenderal terkait di Kemendikbud. PPG afirmasi ini bisa saja dilaksanakan lebih dari dua semester, supaya para lulusannya benar-benar memenuhi kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan bagi setiap guru profesional.
Untuk itu, dinas pendidikan pada pemerintah kabupaten di Pegunungan Tengah dan Pemerintah Provinsi Papua, dengan didukung oleh perguruan tinggi terkait, perlu menyusun naskah akademik pendirian PPG afirmasi untuk diperjuangkan dan memperoleh izin dari Kemendikbud.
Sedangkan guru yang berdedikasi, `tahan banting’, mampu menyelami budaya masyarakat, dan berkarakter pelayan bisa dihasilkan dengan melibatkan lembaga-lembaga keagamaan dalam proses rekrutmen dan pembinaan selama para calon guru profesional tersebut dididik di PPG Afirmasi.
Dana untuk keperluan merekrut dan melatih para guru tersedia di APBD setiap kabupaten di Pegunungan Tengah. Bahkan seharusnya, tersedia pula dana untuk membangun fasilitas perumahan serta sistem dukungan bagi mereka agar mereka bisa hidup baik dan layak di kampung-kampung terpencil.
Hampir semua kabupaten di Pegunungan Tengah memiliki APBD di atas Rp1 triliun per tahunnya. Bahkan ada yang lebih dari Rp1,5 triliun. Hanya dua kabupaten dari 14 kabupaten di Pegunungan Tengah yang memiliki APBD kurang dari Rp900 miliar.
“Kalau ke-14 pemerintah kabupaten di Pegunungan Tengah bersedia membayar biaya kuliah para calon guru dan tunjangan bulanan selama masa kuliah di PPG afirmasi, dan kebutuhan itu disebar selama lima tahun, hanya satu kabupaten yang perlu mengeluarkan pembiayaan lebih dari 0,5% APBD-nya. Tiga belas kabupaten lainnya hanya perlu mengalokasikan kurang dari 0,5% APBD,” kata Agus Sumule.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari