Indonesia.go.id - Dana Perbaikan Lingkungan Mulai Mengucur

Dana Perbaikan Lingkungan Mulai Mengucur

  • Administrator
  • Senin, 14 Juni 2021 | 07:52 WIB
LINGKUNGAN
  Ilustrasi. Sejumlah aktivis dan warga menanam bibit bakau sumbangan se lembaga yang peduli lingkungan di perairan pantai Pulau Harapan, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Sabtu (22/5/2021). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Tahun ini Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) atau IEF direncanakan mulai menerima serta mengelola berbagai dana dari lembaga internasional untuk tujuan perbaikan lingkungan hidup.

Dunia internasional bersama-sama berusaha menangani berbagai krisis lingkungan di sejumlah negara. Pertemuan negara-negara G7 pada Mei lalu, yang beranggotakan negara maju yang memiliki pengaruh cukup kuat terhadap perekonomian global, menghasilkan joint commitment untuk menuju zero net emission.

Merujuk mandat Paris Agreement disebutkan, untuk menahan kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2°C di atas suhu di masa praindustrialisasi dan melanjutkan upaya untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5°C di atas suhu di masa praindustrialisasi, para negara anggota Paris Agreement diminta menetapkan target penurunan emisi yang dituangkan dalam nationally determined contributions (NDCs).

Indonesia sendiri sebagai negara yang telah meratifikasi Paris Agreement melalui undang-undang nomor16/2016 telah menyampaikan komitmennya melalui NDCs, yaitu pengurangan emisi sebesar 29% dengan usaha sendiri dan sampai dengan 41% dengan dukungan Internasional.

Berdasarkan estimasi kebutuhan pendanaan untuk implementasi NDCs, Indonesia membutuhkan pendanaan sebesar USD247 miliar (≈3.461 triliun) untuk periode 2018-2030 sesuai dengan dokumen Second Biennial Update Report 2018. Lebih rinci, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengestimasi kebutuhan Indonesia untuk mencapai target NDCs setiap tahun adalah sebesar Rp343,32 triliun.

Merujuk pada pendanaan APBN yang disediakan untuk perubahan iklim berdasarkan data budget tagging 2019 dan 2020, serta merujuk pada kebutuhan per tahun dan data budget tagging tersebut, maka masih terdapat gap yang cukup besar, yaitu sekitar 60-70% dari total kebutuhan dananya.

Seperti diketahui, salah satu upaya konkret pemerintah untuk mendukung pendanaan NDCs atau pendanaan lingkungan hidup secara umum adalah pembentukan Indonesian Environment Fund (IEF) atau yang disebut Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) pada 2019. Badan ini merupakan Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kementerian Keuangan yang pengelolaannya menerapkan prinsip transparansi, akuntabilitas, prudent, dan profesionalisme. Selain itu, IEF didesain dengan menerapkan standar tata kelola internasional.

Sesuai dengan dasar pembentukannya, IEF dibangun untuk mendukung program-program pengelolaan lingkungan hidup strategis yang berada di kementerian/lembaga. IEF berperan sebagai trustee bagi pemilik dana/program. IEF bekerja berdasarkan pada mandat yang diberikan oleh K/L selaku pemilik program dan juga mandat yang diberikan pemilik dana.

Kewenangan teknis dan pelaksanaan program tetap berada pada kementerian/lembaga teknis sebagai pemilik program. Pengelolaan dana lingkungan hidup oleh IEF dilaksanakan berdasarkan kontrak antara IEF dan pemiliki dana/program. Pengeluaran dana oleh bank trustee/custodian dilakukan berdasarkan perintah IEF.

IEF memegang aspek legalitas dari pemilik dana yang diletakkan pada bank custodian dan atau bank trustee, dan menyalurkan manfaat kepada penerima manfaat/beneficiaries sesuai mandat.

“IEF dapat digunakan sebagai vehicle untuk mobilisasi berbagai sumber pendanaan guna mengatasi gap pendanaan iklim yang ada. IEF dapat menerapkan blended scheme dengan berbagai sumber pendanaan untuk mendukung program-porgram kementerian/lembaga secara berkelanjutan,” kata Direktur Utama BPDLH Djoko Hendratto, seusai acara kick off meeting pengelolaan dana lingkungan hidup yang ditujukan untuk mendukung program prioritas kementerian/lembaga, pada 27 Mei 2021. 

Selain mengelola dana reboisasi yang disalurkan dengan skema dana bergulir, IEF juga dimandatkan untuk mengelola dana hibah dari kerja sama bilateral dan multilateral. Inovatif financing juga perlu dieksplorasi oleh EIF untuk menciptakan income stream bagi IEF, seperti inovatif financing berbasis sumber daya alam/karbon.

Income stream tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai insentif untuk menarik pihak swasta berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, termasuk pengendalian perubahan iklim. Sebagai informasi, pada tahun ini BPDLH direncanakan mulai menerima serta mengelola berbagai dana dari lembaga internasional untuk tujuan perbaikan lingkungan hidup.

Pertama, adalah Green Climate Fund (GCF) yang melalui mekanisme performance based payment dengan total 103 juta dolar AS yang rencana penyaluran awalnya pada 2021. Kedua, REDD+ dari Norwegia dengan jumlah 560 juta dolar AS dengan skema result based payment. Dalam program ini, sebanyak 56 juta dolar AS telah diberikan melalui rekening bank kustodian di BNI yang telah ditunjuk pada Desember 2020.

Tiga, Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) dengan jumlah 110 juta dolar AS yang diberikan bertahap dalam empat tahun hingga 2025. Rencananya, program ini ditujukan khusus untuk wilayah Kalimantan Timur dengan rincian gelontoran dana 2019 sebesar 25 juta dolar AS. Lalu, 2021 hingga 2022 sebesar 40 juta dolar AS, dan 2023 hingga 2024 sebesar 45 juta dolar AS. Perlu diketahui bahwa kucuran dana akan tetap mengalir jika pemerintah dan pelaksana proyek mampu mencapai target pengurangan emisi karbon yang diharapkan.

Keempat, dari BioCarbon Fund (BCF) sebesar 60 juta dolar AS untuk peningkatan kualitas lingkungan hidup di Jambi hingga 2025. Lima, Bank Dunia (World Bank) dengan anggaran 2 juta dolar AS, serta yang terakhir adalah Ford Foundation sebesar 1 juta dolar AS.

Jika ditotal, maka potensi dana kelolaan yang ditangani oleh BPDLH mencapai nilai 876 juta dolar AS atau setara dengan Rp12,5 triliun (kurs Rp14.289).

Sebagai informasi, BPDLH adalah perwujudan amanat Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup dan Peraturan Presiden nomor 77 tahun 2018 tentang Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup.

“BPDLH diharapkan dapat menjadi trusted institution yang mengelola dana lingkungan hidup untuk mendukung implementasi program-program prioritas, termasuk pengendalian perubahan iklim, dengan merujuk pada kontrak yang dibangun oleh penyedia dana,” tutup Djoko.



Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari