Pemerintah berterima kasih kepada para pelaku industri di tanah air yang masih agresif menjalankan usahanya di tengah dampak pandemi Covid-19 saat ini.
Roda perekonomian tanah air kini tengah bergerak ke arah lebih positif. Hal tersebut tecermin dari optimisme sektor manufaktur yang kian ekspansif, yang akan mendorong laju produksi menjadi kian kuat dan solid.
IHS Markit sebelumnya telah merilis data PMI Manufaktur Indonesia pada Mei 2021 sebesar 55,3. Angka tersebut meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 54,6. Adapun, PMI manufaktur pada April merupakan yang tertinggi sejak pandemi melanda.
Pergerakan PMI Manufaktur Indonesia mirip dengan PMI Manufaktur global yang juga menguat ke level 56 pada Mei 2021, dan merupakan yang tertinggi sejak April 2010. Lantas apa saja yang mendorong pertumbuhan itu?
Kenaikan ke level baru itu lebih didorong oleh pertumbuhan yang solid dari permintaan baru, ekspor baru. Selain itu, sektor produksi mulai merambat naik akibat mulai pulihnya perekonomian dunia terutama di bagian barat yang memiliki tingkat vaksinasi lebih tinggi dibandingkan Asia.
Dalam konteks Indonesia, kenaikan PMI manufaktur Indonesia sejalan dengan hasil inflasi per Mei 2021 naik di atas ekspektasi sebesar 0,28 persen secara bulanan dan 1,64 persen secara tahunan menjadi 0,32 persen secara bulanan, dan 1,68 persen secara tahunan, seperti dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS), belum lama ini.
Tentu saja, dari data HIS Markit dan BPS itu memberikan harapan ke depan yang lebih menjanjikan. Artinya, kedua data tersebut dapat menjadi indikasi yang cukup baik mengingat konsumsi merupakan komponen utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Apabila konsumsi semakin meningkat, tentu indikator ekonomi Indonesia sudah mengalami perbaikan.
Khusus Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang menembus level 55,3 pada Mei, sesuai yang dirilis IHS Markit mengindikasikan kenaikan yang signifikan dibandingkan dengan posisi April yang berada di posisi 54,6. Angka PMI di atas angka 50 mencerminkan sektor industri sedang ekspansif.
Berkaitan dengan tingkat ekspansi di sektor manufaktur Indonesia mencapai rekor baru pada Mei 2021, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengucapkan syukur terhadap kinerja manufaktur Indonesia.
“Alhamdulillah, kami sangat bersyukur dan berterima kasih banyak kepada para pelaku industri di tanah air yang masih agresif menjalankan usahanya di tengah dampak pandemi Covid-19 saat ini. Pemerintah bertekad untuk terus menciptakan iklim bisnis yang kondusif melalui berbagai kebijakan strategis,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Rabu (2/6/2021).
Menurut data HIS Markit, kinerja PMI manufaktur Indonesia pada bulan kelima tahun ini di atas PMI manufaktur ASEAN yang berada di level 51,8. Di tingkat regional ini, PMI manufaktur Indonesia mengungguli PMI manufaktur Vietnam (53,1), Malaysia (51,3), Singapura (51,7), Filipina (49,9), dan Thailand (47,8).
Bahkan, PMI manufaktur Indonesia juga memimpin dibanding PMI manufaktur Korea Selatan (53,7), Jepang (53,0), Tiongkok (52,0), dan India (50,8).
Mulai Bangkit
Menperin menyatakan, terjadinya peningkatan PMI manufaktur Indonesia menandakan bahwa sektor industri sudah mulai bangkit, yang akan mendorong laju roda ekonomi nasional dalam kondisi pulih.
“Tidak hanya kembali memecahkan rekor, kami optimistis bahwa kenaikan PMI manufaktur Indonesia ini juga menunjukkan pertumbuhan industri pada triwulan II-2021 akan kembali positif,” ujarnya.
Agus menegaskan, capaian kinerja gemilang dari sektor industri tersebut merupakan buah dari kebijakan yang sudah berada di jalur yang benar (on the right track). “Pemerintah terus menyelaraskan instrumen-instrumen kebijakan agar dapat mendukung para pelaku industri dalam berusaha secara optimal,” tandasnya.
Selain itu, kebijakan insentif yang telah digulirkan pemerintah tidak hanya memberikan fasilitas kepada pelaku usaha, melainkan juga mampu membentuk demand dari masyarakat, sehingga penggunaan produk industri nasional kembali mendapatkan pasar.
Contohnya adalah pemberian insentif fiskal berupa penurunan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP), yang telah berhasil meningkatkan penjualan kendaraan bermotor roda empat (KBM-R4) hingga 150 persen.
“Pemerintah terus menjaga momentum baik ini agar PMI manufaktur Indonesia tetap di atas 50 yang menunjukkan bahwa industri manufaktur kita sedang ekspansif. Oleh karena itu, kami akan terus menyelaraskan dan memperkuat kebijakan terutama terkait dengan masalah lama waktu pengiriman bahan baku dan penolong industri sebagaimana yang diindikasi oleh IHS Markit,” papar Agus.
Menanggapi hasil survei PMI manufaktur Indonesia pada Mei, Jingyi Pan selaku Direktur Asosiasi Ekonomi IHS Markit mengatakan, secara keseluruhan, perusahaan tetap optimistis mengenai output pada masa mendatang, dengan harapan kondisi Covid-19 membaik.
“Sangat penting bahwa situasi pandemi terus terkendali, khususnya dengan wabah yang meluas di wilayah Asia dan pascaliburan Idulfitri, agar tidak menggagalkan pemulihan yang sedang berlangsung,” tuturnya.
Menurut IHS Markit, PMI Manufaktur Indonesia di posisi 55,3 pada Mei 2021 adalah tertinggi selama tiga bulan berturut-turut. Hal ini juga menandakan kondisi bisnis telah menguat dalam tujuh bulan belakangan. Dua komponen terbesar indeks headline, yaitu output dan permintaan baru, merupakan kontributor utama dalam peningkatan rekor PMI manufaktur Indonesia pada bulan Mei.
Di samping itu, IHS Markit juga melaporkan, waktu pengiriman dari pemasok diperpanjang selama enam belas bulan berturut-turut karena kendala pasokan berlanjut di tengah-tengah kondisi cuaca yang buruk, kurangnya bahan baku, dan masalah pengiriman seputar pandemi Covid-19.
Dengan adanya kesulitan bahan pokok yang berlanjut, stok pembelian dan barang jadi terus menipis guna memenuhi kenaikan permintaan yang dialami produsen Indonesia.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari