Situasi pandemi tidak menimbulkan gejolak pada upaya konsolidasi bank umum. Peraturan OJK tentang modal inti minimum perbankan terus dijalankan. Sejumlah bank siap IPO.
Modal perbankan bank itu mau tidak mau adalah uang. Agar bank bisa kompetitif, modal inti yang ditempatkan harus memadai. Maka, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun kini mewajibkan agar bank memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp3 triliun pada 2022. Hal itu yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum.
Ketentuan peningkatan modal inti minimum (MIM) itu dirilis agar lebih relevan untuk peningkatan skala, daya saing perbankan, dan mutu pelayanan. Pada aturan lama, yang sudah berjalan 10 tahun, modal inti minimum hanya Rp100 miliar. Dalam pelaksanaannya, OJK meminta supaya pada akhir 2021, modal inti perbankan sudah mencapai Rp2 triliun, dan memenuhi ketentuan Rp3 triliun pada akhir 2022.
Meski situasi pandemi sedang mengalami arus pasang sepanjang Juni, dinamika pada komunitas perbankan kelas buku 1 (bank-bank kecil) sangat aktif. Maklum, hanya tersisa waktu enam bulan untuk mereka memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp2 triliun di akhir tahun, dengan catatan ada kewajiban untuk menambah modal lagi agar mencapai Rp3 triliun di akhir 2022.
Isu-isu tentang merger ramai dibicarakan. Sejumlah bank lainnya siap-siap mencari tambahan modal melalui initial public offering (IPO), menjual saham ke publik untuk mengantungi dana segar. Namun, ada pula yang mencari mitra strategis, ada yang dari group sendiri, untuk menyuntikkan modal agar bisa memenuhi peraturan OJK.
Jauh hari sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengingatkan agar kalangan perbankan mempersiapkan diri demi dapat memenuhi modal tersebut. Jika tidak bisa memenuhinya, perbankan disarankan menggaet investor. "Kita minta plan dari awal. Apabila plan-nya tidak memungkinkan, kita preemptif untuk mengundang investor agar mencari partner," kata Wimboh dalam diskusi publik Akselerasi Pemulihan Ekonomi secara virtual, awal 2021.
Lebih jauh, Wimboh mengatakan, langkah mengundang investor bertujuan agar bank tak kesulitan mencari modal tambahan. Di sisi lain, penguatan modal diperlukan mengingat kompetisi di industri perbankan makin ketat, seiring dengan hadirnya teknologi mutakhir yang menumbuhkan beragam jasa layanan keuangan baru.
Perbankan dituntut kompetitif dan menciptakan berbagai servis bagi konsumer secara digital dan bisa diakses melalui telepon genggam.Perbankan yang tak inovatif akan ditinggalkan oleh nasabah. Bukan hanya produk deposito dan tabungan, permintaan kredit di bank itu berpotensi berkurang. . "Ini semua dinamis yang tidak bisa kita elakkan. Kita akan selalu mengingatkan dan membantu agar semua bisa menyelesaikan masalah ini," Wimboh menambahkan
Secara umum, OJK mewajibkan bank memenuhi modal inti minimum paling lambat 31 Desember 2022. Ketentuan itu berlaku baik untuk bank umum, bank syariah, dan bank asing yang membuka cabang di Indonesia. Khusus Bank Pembangunan Daerah (BPD), tenggat waktunya dua tahun lebih lama, 31 Desember 2024.
Pemenuhan modal inti minimum dapat dilakukan bertahap. Tahap pertama, bank harus memenuhi Rp1 triliun hingga akhir 2020, lalu naik menjadi Rp2 triliun pada akhir 2021, dan Rp3 triliun di akhir tahun 2022. Aturan tersebut berlaku sejak peraturan diundangkan, yakni 17 Maret 2020.
Bank-bank kecil tinggal punya waktu enam bulan lagi untuk memenuhi tahapan ketentuan modal Rp2 triliun di akhir 2021. Sejumlah bank mencari investor terus, dan sejumlah lainnya tenang-tenang karena pemilik saham pengendali berkomitmen berikan suntikan modal.
PT Bank Sahabat Sampoerna dan PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA) merupakan contoh bank kecil yang pengendalinya tetap berkomitmen lakukan injeksi modal sembari juga tetap mengajak investor baru untuk masuk.
PT Bank Sahabat Sampoerna saat ini masih melakukan penjajakan dengan beberapa calon investor strategis, untuk masuk mendukung pertumbuhan bisnis perseroan ke depan. Salah satu mekanisme yang dijajaki ialah lewat listing atau IPO di Bursa Efek Indonesia. Jika langkah tersebut tidak berhasil, konglomerat keluarga Sampoerna sebagai pengendali saham bank ini telah berkomitmen memenuhi aturan modal inti hingga Rp2 triliun pada akhir 2021.
"Pemegang saham pengendali telah menyatakan komitmennya untuk Bank Sampoerna memenuhi ketentuan modal minimum di akhir 2021, dengan atau tanpa investor baru,’’ kata Henky Suryaputra, Direktur Bank Sampoerna, seperti dikutip Kontan.co.id, Senin (28/6/2021). Pada Maret 2021, modal inti Bank Sampoerna baru mencapai Rp1,47 triliun. Perseroan masih perlu tambahan modal paling sedikit Rp530 miliar sampai ujung tahun ini.
PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA) akan melakukan penambahan modal lewat rights issue pada tahun ini, dengan membidik dana segar sekitar Rp1 triliun. Perseroan akan menerbitkan saham sebanyak-banyaknya 2 miliar lembar. Salim Group sebagai pengendali saham Bank Ina akan melakukan injeksi modal dengan melaksanakan haknya dalam penerbitan rights issue. “Untuk sementara ini, existing shareholders yang akan menyerap rights issue," ungkap Direktur Utama Bank Ina Daniel Budirahayu. Per kuartal I tahun ini, modal inti Bank Ina baru mencapai Rp1,1 triliun.
Ada pun PT Bank Mutiara Sentosa (Bank Mas), milik Wings Group, telah ancang-ancang melakukan IPO. Bank ini akan menawarkan 186.176.500 saham ke publik dengan nilai nominal saham Rp1.000 dengan harga Rp3.360. Perseroan menargetkan bisa manarik dana Rp625,55 modal inti per Maret 2021 tercatat sebesar Rp 1,81 triliun. Lebih dari itu, perseroan siap menerbitkan waran 186.176.500 waran seri I atau sebesar 17,65% dari total jumlah saham ditempatkan dan disetor penuh.
PT Bank Bisnis Indonesia Tbk (BBSI) memilih akan melakukan rights issue pada kuartal IV nanti untuk memenuhi modal inti minimal Rp2 triliun. PT Bank Fama Internasional masih melakukan penjajakan dengan investor strategis. Emil Ismain Sekretaris Perusahaan Bank Fama bilang, mekanisme sebagai pintu masuknya calon investor juga belum diputuskan apakah lewat IPO atau akuisisi.
Tak ada kepanikan oleh pandemi. Semua berlangsung normal. Pandemi bergejolak seperti fluktuasi bisnis, dengan risiko tertentu. Namun, setelah itu semua akan kembali normal.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari