Penerimaan provinsi-provinsi di Papua, dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus, setara dengan 2,25% dari plafon dana alokasi umum (DAU) nasional. Angka itu naik dari ketentuan UU 21/2001 yang jumlahnya 2%.
RUU Perubahan UU Otonomi Khusus Papua sudah disahkan DPR RI. Pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas UU nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (RUU Otsus Papua) tersebut dilakukan dalam Paripurna DPR RI ke-23, Masa Persidangan V, Tahun Sidang 2020-2021, pada Kamis, 15 Juli 2021.
Dalam perubahan tersebut, RUU Otsus Papua mengakomodir perlunya pengaturan kekhususan bagi orang asli Papua (OAP) dalam bidang politik, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan dan perekonomian serta memberikan dukungan bagi pembinaan masyarakat adat.
Ada beberapa pasal yang mengalami perubahan tata kelola keuangan daerah, misalnya ketentuan Pasal 34 UU nomor 21 tahun 2001 tentang Otsus Papua. Pada Pasal 34 Ayat (1) disebutkan, ‘Sumber-sumber penerimaan provinsi dan kabupaten/kota meliputi: a. pendapatan asli provinsi dan kabupaten/kota; b. dana perimbangan; c. penerimaan provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka otonomi khusus; d. pinjaman daerah; dan e. lain-lain penerimaan yang sah.
Pada Ayat (2) disebutkan, ‘Sumber pendapatan asli provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) Huruf a terdiri atas: a. pajak daerah; b. retribusi daerah; c. hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan; dan d. lain-lain pendapatan daerah yang sah’.
Perubahan paling esensial pada Pasal 34 tersebut justru ada pada Ayat (3) yang berbunyi, ‘Dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) Huruf b dan penerimaan provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka otonomi khusus sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) Huruf c berlaku ketentuan pembagian sebagai berikut: bagian a. Bagi hasil pajak: 1. Pajak bumi dan bangunan sebesar 90%; dan 2. Pajak penghasilan orang pribadi sebesar 20%’;
Di bagian b berbunyi, ‘Bagi hasil sumber daya alam: 1. Kehutanan sebesar 80%; 2. Perikanan sebesar 80%; 3. Pertambangan umum sebesar 80%; 4. Pertambangan minyak bumi sebesar 70%; dan 5. Pertambangan gas alam sebesar 70%’;
“Pembagian lebih lanjut penerimaan sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) Huruf b Angka 4 dan Angka 5 antara provinsi dan kabupaten/kota diatur secara adil, transparan, dan berimbang dengan perdasus dengan memberikan perhatian khusus pada daerah-daerah yang tertinggal dan orang asli Papua”, bunyi Ayat 7 RUU Perubahan UU nomor 21 tahun 2001.
Sementara di bagian c Ayat (3) berbunyi, ‘Dana alokasi umum yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan’; dan bagian d. ‘Dana alokasi khusus yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan memberikan prioritas kepada Provinsi Papua’;
Di bagian e disebutkan, ‘Penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus yang besarnya setara dengan 2,25% dari plafon dana alokasi umum nasional terdiri atas: 1. penerimaan yang bersifat umum setara dengan 1% dari plafon dana alokasi umum nasional yang ditujukan untuk: a) pembangunan, pemeliharaan, dan pelaksanaan pelayanan publik; b) peningkatan kesejahteraan orang asli Papua dan penguatan lembaga adat; dan c) hal lain berdasarkan kebutuhan dan prioritas daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 2. penerimaan yang telah ditentukan penggunaannya dengan berbasis kinerja pelaksanaan sebesar 1,25% dari plafon dana alokasi umum nasional yang ditujukan untuk pendanaan pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, dengan besaran paling sedikit: a) 30% untuk belanja pendidikan; dan b) 20% untuk belanja kesehatan’;
Bagian f disebutkan, ‘Dana tambahan dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus yang besarnya ditetapkan antara pemerintah dan dewan perwakilan rakyat dilakukan berdasarkan usulan provinsi pada setiap tahun anggaran yang ditujukan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur perhubungan, energi listrik, air bersih, telekomunikasi, dan sanitasi lingkungan’.
Namun ketentuan penerimaan otsus dari plafon DAU nasional ini selanjutnya diatur pada Ayat (4), yaitu ‘Penerimaan dalam rangka otonomi khusus sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) Huruf b Angka 4 dan Angka 5 berlaku sampai dengan tahun 2026’. Dan Pasal 5, disebutkan, ‘Setelah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada Ayat (4),
penerimaan dalam rangka otonomi khusus sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) Huruf b Angka 4 dan Angka 5 diperpanjang sampai dengan tahun 2041’.
Dan, pada Ayat (6) juga diatur, ‘Mulai tahun 2042 penerimaan dalam rangka otonomi khusus sebagaimana dimaksud pada Ayat (5) menjadi 50% untuk pertambangan minyak bumi dan sebesar 50% untuk pertambangan gas alam’.
Pada Ayat (8), ada ketentuan, ‘Penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) Huruf e ditujukan untuk seluruh provinsi dan kabupaten/kota di wilayah Papua dan berlaku sampai dengan tahun 2041’.
Dan Ayat (9), ‘Pembagian penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) Huruf e antarprovinsi dan antarkabupaten/kota di wilayah Papua dengan memperhatikan: a. jumlah orang asli Papua; b. jumlah penduduk; c. luas wilayah; d. jumlah kabupaten/kota, distrik dan kampung/desa/kelurahan; e. tingkat kesulitan geografis; f. indeks kemahalan konstruksi; g. tingkat capaian pembangunan; dan h. indikator lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta menjunjung prinsip keadilan, transparan, akuntabel, dan tepat sasaran’.
Adapun Ayat (10) mengatur, ‘Pembagian penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) Huruf e dan dana tambahan dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) Huruf f dilakukan sebagai berikut: a. pembagian antarprovinsi dilakukan oleh pemerintah; b. pembagian antara provinsi dan kabupaten/kota dalam 1 wilayah provinsi dilakukan oleh pemerintah atas usulan Pemerintah Daerah Provinsi Papua; dan c. pembagian antarkabupaten/kota dalam 1 wilayah provinsi dilakukan oleh pemerintah atas usulan Pemerintah Daerah Provinsi Papua. Dan Ayat (11), dalam hal Pemerintah Daerah Provinsi Papua tidak menyampaikan usulan sebagaimana dimaksud pada Ayat (10) Huruf b dan Huruf c dalam batas waktu yang telah ditetapkan, pemerintah melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (10) tanpa usulan Pemerintah Daerah Provinsi Papua.
Dalam UU ini ada perintah kepada kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan Pemerintah Daerah Provinsi Papua secara terkoordinasi melakukan pembinaan
terhadap pengelolaan penerimaan dalam rangka otonomi khusus (Ayat 13). Dan Pengawasan terhadap pengelolaan penerimaan dalam rangka otonomi
khusus dilakukan secara koordinatif sesuai kewenangannya oleh kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah daerah, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan, dan perguruan tinggi negeri (Ayat 14).
Perubahan signifikan juga terjadi di Pasal 36 UU nomor 21 tahun 2021. Dalam RUU yang baru disebutkan bahwa Ayat (1), ‘Perubahan dan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi Papua ditetapkan dengan perdasi’. Dan Ayat (2) ‘Penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Ayat (3) Huruf b Angka 4 dan Angka 5 dialokasikan sebesar: a. 35% untuk belanja pendidikan; b. 25% untuk belanja kesehatan dan perbaikan gizi; c. 30% untuk belanja infrastruktur; dan d. 10% untuk belanja bantuan pemberdayaan masyarakat adat’.
Selain itu Pasal 38 menekankan pentingnya mengutamakan orang asli Papua dalam usaha perekonomian. Pada Ayat (1), disebutkan ‘Perekonomian Provinsi Papua yang merupakan bagian dari perekonomian nasional dan global diarahkan dan diupayakan untuk menciptakan sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat Papua, dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan dan pemerataan’.
Dan Ayat (2) ‘Usaha-usaha perekonomian di Provinsi Papua yang memanfaatkan sumber daya alam dilakukan dengan tetap menghormati hak-hak masyarakat adat, memberikan jaminan kepastian hukum bagi pengusaha, serta prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, dan pembangunan yang berkelanjutan yang pengaturannya ditetapkan dengan perdasus’. Ayat (3) ditekankan ‘Dalam melakukan usaha-usaha perekonomian di Provinsi Papua sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) wajib memperhatikan sumber daya manusia setempat dengan mengutamakan orang asli Papua’.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari