Sepekan terakhir tahun 2021 akan diwarnai cuaca mendung dan hujan sedang atau lebat. Bahaya banjir, petir, dan longsor mengintai. Siklon tropis datang dan pergi. Semua harus waspada.
Hari-hari di sepanjang pekan terakhir 2021 akan diwarnai oleh derai hujan. Hampir semuanya, dari 342 zona musim di Indonesia, telah memasuki puncak musim hujan. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, 96,8 persen wilayah Indonesia sudah berada dalam kondisi musim hujan. Kemungkinan, momen pergantian tahun harus dirayakan di tengah suasana mendung dan hujan.
Secara umum, hujan berpeluang datang pada hari apapun. ‘’Untuk wilayah Sumatra Utara biasanya hujan terjadi menjelang sore atau di malam hari,’’ ujar Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto, di sela-sela acara menginspeksi kesiapan Posko Terpadu Natal dan Tahun Baru 2021/2022 di Stasiun Meteorologi Maritim Belawan, Medan.
Dengan luasnya wilayah Indonesia, yang terbagi dalam 342 zona musim, awal musim hujan terjadi tidak secara serentak. Zona musim di bagian barat menerima musim hujan lebih awal ketimbang yang berada di timur. Maka, puncak musim hujan 2021/2022 di Provinsi Sumatra Utara terjadi di bulan November-Desember, sedangkan di Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Timur berlangsung pada Januari-Februari.
Kondisi cuaca musim hujan 2020/2021 ini juga diwarnai oleh dinamika atmosfir lokal yang bisa menambah potensi curah hujan. Gangguan cuaca seperti munculnya sirkulasi siklonik, pertemuan angin, telah terpantau muncul di Semenanjung Malaysia serta di perairan sebelah barat Bengkulu dan Sumatra Barat. Fenomena itu menghasilkan olakan arus udara basah yang tumbuh menjadi awan hujan yang besar dan tebal.
Hujan besar pun terjadi selama beberapa hari, dan sempat menimbulkan banjir serta genangan di sejumlah wilayah di Semenanjung Malaysia pada pekan keempat Desember 2021 ini. Di Sumatra Utara terjadi hujan deras disertai petir. ‘’Itu yang muncul di Mandailing Natal dan Tapanuli Selatan. Di Nias terjadi banjir,’’ Guswanto menambahkan.
Pada hari yang sama, Kepala BMKG Profesor Dwikorita Karnawati berkunjung ke Pelabuhan Merak di Cilegon, Banten. Selain memeriksa perangkat stasiun cuaca di Pelabuhan Merak, termasuk radar maritim yang mendeteksi tinggi gelombang laut, Profesor Dwikorita pun menemui pemangku layanan penyeberangan feri Merak-Bakauhuni pp, selat selebar 37 km yang sering kali mendatangkan arus dan gelombang laut yang cukup kuat.
Di samping variabel cuaca lokal yang dinamis, Profesor Dwikorita juga memperingatkan ada pengaruh La Nina yang ikut aktif bermain. Indeks Osilasi Pasifik Selatan yang menjadi indikator La Nina masih menunjuk angka -0,8, dengan pengaruh ringan. Tapi, di tengah musim hujan reguler, dengan angin monsunal yang basah, dan bibit siklon tropis yang datang dan pergi, ditambah lagi faktor dinamika atmosfir akibat perubahan iklim, pengaruh La Nina semakin kuat.
"Potensi cuaca ekstrem akibat La Nina sangat besar kemungkinan terjadi. Kami mohon untuk tetap waspada, dan tak memaksakan mengangkut penumpang jika cuaca tidak memungkinkan," ungkap Dwikorita di Pelabuhan Merak, Cilegon, Kamis (23/12/2021). Peringatan itu dikeluarkan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kapal akibat cuaca buruk dan gelombang tinggi. Dwikorita juga berharap agar Syahbandar menunda Surat Persetujuan Berlayar (SPB) jika cuaca sedang buruk.
Terkait prediksi curah hujan, menurut Dwikorita, pada Desember 2021 dan Januari 2022, termasuk di periode Natal dan Tahun Baru (Nataru), menunjukkan kecenderungan curah hujan pada kategori menengah hingga tinggi, yakni antara 100--500 mm per bulan. Pada sejumlah daerah ada kenaikan 70 persen dari rata-rata normal.
"Untuk Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Bengkulu, dan Jambi, puncak musim hujannya diperkirakan terjadi pada Desember. Sementara itu, puncak musim hujan di wilayah Sumatra Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan, Bali, NTB, dan NTT, diperkirakan terjadi pada Januari hingga Februari 2022," Dwikorita menambahkan.
Ancaman bencana hidrometeorologi selalu mengintai di musim hujan ini. Di laut maupun di darat. ‘’Dimohon masyarakat terus waspada, dengan adanya kemungkinan bahaya banjir, banjir bandang, petir, topan, banjir rob, longsor," ujar Profesor Dwikorita seperti dilansir siaran pers BMKG. Di laut ada potensi angin badai, petir, dan gelombang tinggi.
Siklon Tropis
Kehadiran siklon tropis di Pasifik barat maupun di Samudra Hindia secara langsung berpengaruh pada cuaca di wilayah Indonesia. Profesor Dwikorita mencatat bahwa frekuensi siklon tropis itu makin tinggi pada 10 tahun terakhir. Siklon Seroja menerjang kawasan Nusa Tenggara Timur, terutama di Pulau Timor (termasuk sebagian Timor Leste), bagian Timur Flores, dan pulau-pulau sekitarnya, 4 April 2021.
Dengan pusaran anginnya yang berkecepatan 85 km per jam di dekat pusat pusaran badai, topan Seroja itu menimbulkan kerusakan parah. Bangunan-bangunan di tepian pantai roboh dan hanyut oleh terjangan gelombang laut. Sebagian lainnya diterjang banjir lumpur akibat tanah longsor dari lereng-lereng bukit. Hujan deras datang bersama angin, dan 176 orang tewas atau hilang.
Pada akhir November lalu, dalam waktu yang bersamaan ada dua bibit siklon tumbuh bersamaan. Yang lahir di Pasifik barat, di utara Pulau Biak, Papua, tumbuh menjadi siklon Nyatoh dan bergerak ke arah barat. Meski tak sampai tumbuh besar, siklon itu sempat menimbulkan hujan besar dan gelombang laut di Maluku Utara, Sulawesi Utara, dan kepulauan di sekitarnya.
Yang di barat ada bibit siklon 92S, persisnya di laut sebelah barat Lampung. Bibit siklon itu tumbuh dan mempengaruhi curah hujan dan meninbulkan olakan gelombang sampai Selat Sunda. Tapi, tak lama kemudian bibit topan yang diberi nama siklon Teratai itu melemah dan menghilang. Hal yang serupa terjadi pada siklon 94W yang tumbuh di Laut Andaman di barat laut Provinsi Aceh. Ia cepat lunglai sebelum tumbuh besar dan ganas.
Di utara Biak kemudian tumbuh siklon baru. Rai namanya. Ia tumbuh besar bergerak ke laut barat, menerjang Pantai Timur Filipina pada Kamis, 16 Desember 2021. Timbul kerusakan berat, dan tidak kurang 250 orang menjadi korban, tewas atau hilang. Beberapa hari sebelumnya, dalam perjalanan ke Filipina, topan ini sempat menimbulkan hujan badai dan ombak besar yang menerjang Sulawesi Utara. Tak ada korban jiwa. Siklon Rai menghilang setelah menerjang Filipina.
Namun, menjelang hari Natal BMKG menemukan bibit siklon baru di Laut Arafura, di antara Papua dan Timor Leste, tidak jauh dari Kepulauan Tanimbar. BMKG menandainya sebagai bibit siklon S97. ‘’Dalam 48 jam, bibit siklon S97 ini dapat menimbulkan dampak langsung pada cuaca di Indonesia,’’ kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto, dalam siaran persnya pada Jumat, 24 Desember petang.
Dampak yang timbul adalah hujan lebat di sekitar Tanimbang, Pulau Timor, Flores, Maluku, bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara, disertai angin kencang. Bibit siklon ini bergerak ke arah selatan, dan sedikit serong ke arah barat daya, menuju perairan Australia. Dampak lainnya, menurut prakiraan BMKG, adalah ombak besar sampai 4 meter di sekitar Tanimbar, dan 1,5–2,5 meter di Laut Flores dan sekitarnya.
BMKG sendiri akan terus memonitor kondisi cuaca, dan memberikan peringatan pada masyarakat. "Untuk update informasi cuaca bisa diakses melalui website di www.bmkg.go.id, atau lewat mobile application InfoBMKG yang bisa diunduh dari Google Play Store maupun Apple Store,” ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.
Penulis: Putut Trihusodo
Redaksi: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari