Indonesia.go.id - Menuju Indonesia Pusat Ekonomi Syariah di 2024

Menuju Indonesia Pusat Ekonomi Syariah di 2024

  • Administrator
  • Rabu, 5 Januari 2022 | 16:35 WIB
EKONOMI SYARIAH
  Presiden saat memberikan sambutan pada peresmian pembukaan Kongres Ekonomi Umat Ke-2 Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tahun 2021 di Jakarta, Jumat (10/12/2021)
Presiden menegaskan komitmen Indonesia untuk menjadi pusat ekonomi syariah di 2024. Kini Indonesia berada di peringkat keempat di dunia.

Presiden Joko Widodo ketika memberikan sambutan pada peresmian pembukaan Kongres Ekonomi Umat ke-2 Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2021 yang digelar di Jakarta, pada Jumat, 10 Desember 2021, menegaskan ihwal komitmen untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah pada 2024. Mengingat, Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dengan jumlah 207 juta jiwa atau 87 persen dari total penduduknya.

“Kita telah berkomitmen untuk menjadi pusat ekonomi syariah di tahun 2024 dan kita akan berusaha keras untuk itu,” ujar Presiden Jokowi. Oleh sebab itu pemerintah akan berupaya keras untuk terus mengembangkan sejumlah sektor, yaitu industri halal, sektor keuangan syariah, sektor keuangan sosial syariah, hingga kewirausahaan syariah.

Ekonomi syariah Indonesia sendiri saat ini berada di peringkat keempat di dunia, meningkat dari posisi ke-9 pada 2014. Jika pertumbuhannya bisa seperti yang saat ini terjadi, Presiden Jokowi memperkirakan bahwa dalam tiga hingga empat tahun ke depan, ekonomi syariah Indonesia akan berada pada posisi dua besar.

Kepala Negara menambahkan, sejak 1 Desember 2021 Indonesia telah memegang keketuaan atau Presidensi G20. Artinya, Indonesia memimpin kelompok negara-negara maju dengan pendapatan domestik bruto (PDB) yang masuk dalam 20 besar dunia. Saat ini, PDB Indonesia sendiri berada pada posisi 16 di dunia. Namun sejumlah lembaga seperti McKinsey, Bank Dunia, hingga IMF memprediksi Indonesia akan menjadi empat besar di 2040--2045.

“Tapi itu halangannya juga tidak kecil. Tantangannya juga bukan tantangan yang mudah. Ada syarat-syarat kita untuk bisa ke sana, sehingga perkiraan PDB kita pada 2040-2045 kurang lebih 23.000 sampai 27.000 income per kapita masyarakat kita. Sebuah angka yang sangat besar sekali tentu saja, tapi itu butuh kerja keras kita semuanya,” tandasnya.

Terkait dengan hal tersebut, Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas dalam keterangannya selepas acara, menyambut baik dan mendukung prediksi McKinsey tersebut. Menurutnya, pemerintah dan masyarakat harus bersama-sama dan bersatu untuk mendukung dan mengakselerasi Indonesia Emas agar bisa tercapai lebih cepat, tidak pada 2040--205, tetapi di 2030--2035.

Sebelumnya, Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin, saat membuka Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) ke-8 tahun 2021 di Istana Wapres, di Jakarta Pusat, pada 27 November 2021, menyatakan bahwa dalam tataran global, ekonomi dan keuangan syariah, khususnya sektor keuangan syariah, telah mengalami pertumbuhan lebih cepat melampaui keuangan konvensional dan diproyeksikan akan terus meningkat.

Wapres menyebutkan, State of Global Islamic Economy Report (SGIE) yang dilakukan Dinar Standard menyebutkan, pada 2019 jumlah masyarakat muslim dunia mencapai sekitar 1,9 miliar orang, dengan total spending untuk produk halal mencapai 2,02 triliun dolar AS. Angka tersebut diproyeksikan akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah masyarakat muslim dunia, dan diperkirakan mencapai 2,4 triliun dolar AS pada 2024.

Ma’ruf Amin menilai, potensi itu merupakan peluang yang harus dimanfaatkan oleh Indonesia dengan mengambil peran sebagai produsen produk halal dunia. Salah satu cara konkret untuk memanfaatkan potensi ini adalah melalui peningkatan ekspor produk halal, guna memenuhi permintaan dari pasar global. “Posisi ekonomi dan keuangan syariah Indonesia di tataran global saat ini cukup menggembirakan dan mendapatkan apresiasi dunia,” tambahnya.

Di sisi lain, Data State Gobal Islamic Economy Report 2020/2021 juga mencatat bahwa indikator ekonomi syariah Indonesia terus membaik, dan pada 2020 berhasil menduduki peringkat ke-4 dunia, di bawah Malaysia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.

Wapres pun menguraikan, indikator yang menjadi penilaian lembaga tersebut antara lain keuangan syariah, pariwisata ramah muslim, industri fesyen muslim, obat-obatan halal, kosmetik halal, dan produk makanan halal.

“Dari indikator-indikator ekonomi syariah tersebut, posisi ekonomi dan syariah Indonesia rata-rata masuk dalam peringkat 10 besar, dan dua di antaranya berhasil masuk dalam peringkat 5 besar dunia yaitu sektor makanan dan minuman halal dan sektor fesyen atau pakaian muslim,” urai Wapres.

Melihat capaian prestasi tersebut, Wapres menilai, Indonesia memiliki peluang yang besar dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, dan menjadi lead pada sektor industri halal, di masa yang akan datang. Kementerian Keuangan pada Agustus lalu mengeluarkan siaran pers yang menyebutkan, antara lain, dalam dekade terakhir, keuangan Islam telah menjadi salah satu sektor dengan pertumbuhan tercepat di industri keuangan global, melampaui pasar keuangan konvensional.

Global Islamic Economic Report (2020) memperkirakan nilai aset keuangan syariah meningkat 13,9 persen pada 2019, dari 2,52 triliun dolar menjadi 2,88 triliun dolar. Selanjutnya, pada 2021, sejalan dengan tren global yang meningkat, keuangan syariah di Indonesia tumbuh positif di tengah pandemi. Dari sisi perbankan pada Mei 2021, aset perbankan syariah tumbuh 15,6 persen (year-on-year) atau mencapai Rp598,2 triliun.

Khusus keuangan syariah, pemerintah menilai bahwa terdapat potensi pengembangan yang sangat besar dalam sektor tersebut karena menekankan prinsip atau nilai-nilai Islam seperti keadilan, pada praktik keuangan syariah terutama melalui skema risk-sharing (berbagi risiko).

“Keuangan syariah merupakan, cara, kerangka, yang mengatur aset dan transaksi berdasarkan prinsip keadilan dan kerelaan. Saya harap interpretasi dari prinsip-prinsip tersebut akan terimplementasi ke dalam proses pengembangan keuangan syariah, terutama dalam mendesain skema berbagi risiko yang semakin baik,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu, Febrio Kacaribu, saat itu.

Selain dari prinsip keadilannya, potensi keuangan syariah juga terlihat dari pasar modal syariah, dengan jumlah investornya yang meningkat 9,3 persen selama tiga bulan pertama tahun 2021. Per Juli 2021 sendiri, outstanding sukuk negara Indonesia tercatat sebesar 1.076,01 triliun rupiah, atau tumbuh sebesar 10,75 persen (year-to-date) dan diperkirakan akan terus tumbuh di masa mendatang.

Di pasar internasional, Indonesia berada di antara para kontributor utama penerbitan sukuk global. Sebagai tambahan, sukuk (negara) terbukti sebagai salah satu sumber pembiayaan yang dapat diandalkan di mana dalam periode 2013-2021, terdapat 3.447 proyek yang dibiayai melalui sukuk. Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk mengoptimalkan pasar keuangan syariah dengan mengembangkan lebih banyak varian pembiayaan melalui sukuk atau blended finance, seperti Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) dan Green Sukuk.

Di sektor keuangan syariah lainnya, seiring dengan berkembangnya ekosistem financial technology (fintech), aset fintech syariah di Indonesia tumbuh mencapai 134 miliar rupiah pada Juni 2021 yang mewakili 3 persen dari total aset fintech di Indonesia. Meski kontribusi terhadap keseluruhan aset fintech relatif kecil, aset fintech syariah telah meningkat lebih dari 50 kali lipat dalam 2,5 tahun terakhir.

Global Islamic Fintech Report (2021) menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara terbesar dalam hal market size transaksi fintech syariah yang mencapai USD2,9 miliar selama 2020. Indonesia berada di posisi 5 besar, di belakang Arab Saudi (USD17,9 miliar), Iran (USD9,2 miliar), Uni Emirat Arab (USD3,7 miliar), dan Malaysia (USD3 miliar).

Arah strategis pengembangan keuangan syariah di Indonesia mengacu pada Rencana Induk Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI). Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, selaku Ketua Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), meluncurkan Rencana Induk (MEKSI) pada 2019, sebagai peta jalan pertama negara untuk mengembangkan ekonomi syariah, yang bertujuan untuk memperkuat ekonomi nasional. Visi dari masterplan ini adalah untuk mewujudkan “Indonesia yang mandiri, sejahtera, dan beradab dengan menjadi pusat ekonomi syariah terkemuka dunia”.

Pada 2020, masterplan tersebut diturunkan menjadi Rencana Pelaksanaan dan Rencana Kerja 2020-2024 berdasarkan koordinasi yang kuat antara pemangku kepentingan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dari pemerintah, akademisi, pelaku industri, LSM, dan masyarakat. Rencana tersebut terdiri dari 30 program strategis dengan fokus pada pengembangan dan penguatan: (i) industri halal, (ii) keuangan syariah, (iii) keuangan sosial syariah, dan (iv) bisnis dan kewirausahaan syariah.

 

Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari

Berita Populer