Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi meyakini, Indonesia bakal mengukir rekor ekspor baru senilai USD230 miliar atau sekitar Rp3.275,71 triliun pada 2021.
Sejumlah indikator ekonomi di awal tahun yang baru 2022 menunjukkan gambaran yang menggembirakan. Pemerintah dan pelaku usaha memang sempat was-was dengan kinerja ekonomi yang melambat di kuartal III-2021 akibat adanya varian Delta.
Namun, senyum sumringah pun merekah ketika pertumbuhan kembali menguat di kuartal IV-2021. Hal ini ditunjukkan oleh PMI Manufaktur Global pada November 2021 yang tercatat ekspansif di tingkat 54,2, menandai 17 bulan ekspansi.
Pelonggaran restriksi juga berdampak pada berlanjutnya ekspansi manufaktur di seluruh negara Asean seperti Indonesia (53,9) dan Malaysia (52,3) mencatat ekspansi tertinggi pada November 2021.
Kendala logistik beberapa waktu berupa biaya shipping yang tinggi akibat kelangkaan konteiner mulai membaik. Rantai pasok mulai lancar lagi sehingga perdagangan internasional kembali menggeliat.
Kondisi itulah yang mendorong permintaan impor mitra dagang Indonesia terpantau mulai menguat dan diharapkan dapat mendorong kinerja ekspor Indonesia.
Gambaran potret di atas itulah yang memberikan optimisme bagi Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi yang meyakini Indonesia bakal mengukir rekor ekspor baru senilai USD230 miliar atau sekitar Rp3.275,71 triliun pada 2021.
Selain beberapa indikator yang di atas yang mendukung terus membaiknya kinerja neraca perdagangan, capaian ekspor hingga akhir November 2021 telah menembus USD209 miliar juga membuat pemangku kepentingan sektor itu sumringah.
Bayangkan, kinerja ekspor periode itu merupakan nilai ekspor tertinggi setelah pada 2011 Indonesia mencetak rekor sebesar USD203,5 miliar. “Saya harapkan kinerja ekspor pada Desember, konsisten seperti 11 bulan pertama. Artinya ekspor Indonesia akan menembus USD230 miliar,” kata Mendag, usai memimpin acara pelepasan ekspor di akhir tahun di Jakarta, Kamis (23/12/2021).
Pandangan Mendag Muhammad Lutfi soal angka tersebut menunjukkan, Indonesia akan mencetak rekor dan menandakan ekspor RI kini berevolusi dari ekspor komoditas primer, menjadi komoditas industri pengolahan.
Pengamatan dari Lutfi itu sesuai laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang berkesimpulan bahwa ekonomi nasional sudah mulai pulih, sektor industri mulai terus bergerak menuju perbaikan. Indikator itu menunjukkan arah itu berupa peningkatan nilai impor barang konsumsi dan bahan baku atau penolong.
Menurut Kepala BPS Margo Yuwono, kenaikan nilai impor terjadi di seluruh golongan barang yang menjadi indikasi berlanjutnya perbaikan ekonomi domestik. “Peningkatan impor November baik secara bulanan maupun tahunan untuk kelompok barang konsumsi dan bahan baku atau penolong menunjukkan ekonomi domestik makin baik,” katanya dalam konferensi pers, Rabu (15/12/2021).
Dia menjelaskan, impor bulanan Indonesia terus menunjukkan kenaikan dalam dua tahun terakhir. Pada periode hingga November 2021, impor bulanan selalu lebih tinggi daripada 2020 kecuali pada Januari 2021.
Masih dari data BPS, berdasarkan penggunaan barang, impor pada November juga memperlihatkan kenaikan baik secara bulanan maupun tahunan. Kenaikan tertinggi terlihat pada impor barang konsumsi yang naik 25,89 persen dibandingkan dengan Oktober 2021, atau naik 53,84 persen secara yoy menjadi USD2,00 miliar.
Demikian pula dengan impor bahan baku/penolong tercatat naik 16, 41 persen dibandingkan dengan Oktober 2021 atau tumbuh 60,49 persen dibandingkan dengan November tahun lalu. Nilai impor bahan baku/penolong mencapai USD14,33 miliar. “[Ini] mengindikasikan sektor-sektor industri sudah mulai meningkat dan ada perbaikan,” ujar Margo.
Bila merujuk di masa lalu, tepatnya pada 2011 itu, Lutfi menjelaskan, ada tiga dari lima produk ekspor unggulan ketika itu, yakni komoditas primer atau barang-barang tambang, seperti batu bara, karet, dan bijih logam. “Tahun ini, pertumbuhannya sudah berevolusi menjadi bahan industri,” tuturnya.
Bahkan, Mendag Lutfi tak menyangka bahwa besi baja menjadi salah satu primadona ekspor saat ini. Artinya, bila mengacu ke masa lalu, hal tersebut tidak pernah terbayang pada 10 tahun yang lalu. “Produk lain yaitu elektronik, dan yang selalu menjadi pujaan saya adalah otomotif. Jadi ini adalah evolusi yang luar biasa dari Indonesia,” ujar Lutfi.
Mendag memproyeksikan, surplus neraca perdagangan hingga akhir 2021 akan mencapai minimal USD37 miliar. Hingga November 2021 surplus neraca perdagangan sebesar USD34,32 miliar. “Kalau kita lihat tahun ini, defisit migas kita akan mencapai USD12 miliar. Tapi, surplus nonmigas kita akan lebih dari USD45 miliar. Saya berkeyakinan bahwa surplus kita tahun ini setidaknya akan mencapai USD37 miliar,” kata Mendag.
Dari proyeksi itu, wajar saja pemerintah akan terus fokus pada peningkatan kinerja ekspor dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekspor yang signifikan juga akan menciptakan inovasi dan peningkatan kualitas industri dalam negeri.
Menurut Lutfi, Kementerian Perdagangan (Kemendag) sering bertemu dan berdiskusi dengan eksportir. “Kami selalu motivasi para pelaku usaha untuk berani mengeksplorasi peluang pasar baru di kawasan emerging markets dan pasar nontradisional,” ujarnya.
Dalam konteks itu, adanya ketidakpastian di negara-negara pesaing menyusul adanya kekhawatiran merebaknya varian baru, Omicron, tentu menjadi peluang bagi Indonesia untuk dapat memanfaatkan potensi ekspor yang selama ini belum dioptimalkan seperti Afrika, Asia Selatan, Asia Barat, Eropa Timur, dan negara-negara di kawasan Ocenia. Harapannya, kinerja sektor perdagangan Indonesia semakin baik pada 2022.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari