Indeks Pembangunan Manusia (IPM) perempuan sejak 2010 hingga 2020 terus mengalami kenaikan. Pemerintah mendorong sektor swasta dan komunitas bisnis melakukan bagian dalam usaha mempromosikan kesetaraan gender.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengeluarkan siaran pers pada 19 Desember 2021. Perihal siaran pers tersebut adalah peluncuran Publikasi Data Gender dan Anak 2021 untuk meningkatkan pemanfaatan data sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi program dan kegiatan agar responsif gender dan peduli anak.
Kementerian PPPA menerbitkan empat publikasi setiap tahunnya, yaitu (1) Pembangunan Manusia Berbasis Gender, (2) Profil Perempuan Indonesia, (3) Profil Anak Indonesia, dan (4) Indeks Perlindungan Anak.
Sekretaris Kementerian PPPA Pribudiarta Nur Sitepu dalam acara Seminar Publikasi Data Gender dan Anak Tahun 2021, yang berlangsung 17 Desember 2021, mengatakan bahwa data terkait perempuan dan anak itu sangat penting untuk diketahui masyarakat. Selain dapat menjadi bahan evaluasi terhadap berbagai upaya yang telah dilakukan, ketersediaan data juga menjadi bahan perencanaan bagi para pemangku kepentingan untuk menyusun kebijakan, program, maupun kegiatan.
“Agar benar-benar memberikan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang sama antara laki-laki dan perempuan, serta memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak-anak kita,” kata Pribudiarta Nur Sitepu, seperti yang ditulis dalam siaran pers Kementerian PPA, 19 Desember 2021.
Menurutnya, kondisi perempuan dan anak yang tercantum dalam publikasi ini menjadi gambaran atas tuntutan terhadap peningkatan kinerja pemerintah yang semakin tinggi untuk dapat menyelesaikan permasalahan perempuan dan anak di Indonesia. Pribudiarta menyebutkan, isu gender yang masih jadi perhatian di antaranya dalam bidang ekonomi dan ketenagakerjaan.
Dia mengungkapkan, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan masih lebih rendah dibanding laki-laki, yaitu 53,13 persen dibandingkan 82,41 persen. Rata-rata upah perempuan, menurut data BPS pada 2020, masih terdapat selisih kurang lebih Rp625.958,-dibandingkan laki-laki.
Isu yang tak kalah penting terkait kekerasan terhadap perempuan, berdasarkan data SIMFONI PPA, pada 2020. “Disebutkan ada sebanyak 8.686 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 11.278 kasus kekerasan terhadap anak,” ungkap Pribudiarta.
Dari sisi anak, kata Pribudiarta berdasarkan data dari UNICEF pada 2020, Indonesia menempati urutan ketujuh dalam sepuluh besar dunia dengan jumlah absolut tertinggi dari perkawinan anak. Meskipun pada 2020 telah mengalami penurunan menjadi 10,35 persen.
Sedangkan berkenaan dengan data stunting, hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) terintegrasi Susenas tahun 2019, menunjukkan bahwa sebesar 27.67 persen anak balita Indonesia mengalami stunting. “Capaian pembangunan perlindungan anak dapat diukur dengan indeks perlindungan anak (IPA), indeks pemenuhan hak anak (IPHA), dan indeks perlindungan khusus anak (IPKA). Sejak 2019, KemenPPPA bekerja sama dengan BPS telah mengembangkan IPA, IPHA, dan IPKA yang terdiri dari indikator yang menggambarkan capaian pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak sesuai amanat Konvensi Hak Anak (KHA),” tutur Pribudiarta.
Pribudiarto menegaskan, klaster penyusun IPA, di antaranya, terdiri dari hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga, dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan dan pemanfaatan waktu luang dan perlindungan khusus. Dari total kelima klaster tersebut, capaian IPA mencapai 66,89 dan telah melampaui target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebesar 66,34.
Sementara itu IPHA 2020 juga telah melampaui target nasional dengan capaian 65,56. Dengan provinsi yang menempati posisi tertinggi secara konsisten, sama dengan tahun sebelumnya, yakni Yogyakarta, Bali, dan DKI Jakarta. Sedangkan untuk IPKA 2020 belum mencapai target nasional dengan capaian 73,11 dari target 74,46.
Sedangkan dari perspektif gender, Kepala Biro Data dan Informasi Lies Rosdianty menyampaikan bahwa indeks pembangunan manusia (IPM) perempuan sejak 2010 hingga 2020 terus mengalami kenaikan. Tapi, kenaikan IPM perempuan masih lebih lambat dibandingkan dengan laki-laki.
Sementara itu, menurut data gender inequality index (GII) yang dipublikasikan oleh United Nations Development Programme (UNDP), skor GII Indonesia masih di atas rata-rata global dengan nilai 0,436. Hal itu menempatkan Indonesia sebagai negara di ASEAN yang masih memiliki ketimpangan gender paling tinggi.
Lies Rosdianty menyampaikan, saat ini Kemen PPPA dibantu oleh Badan Pusat Statistik (BPS) akan terus melakukan pengembangan dalam penyediaan data. Diharapkan ke depannya pemerintah akan terus dapat meningkatkan penyajian data sesuai dengan perubahan-perubahan yang dibutuhkan.
“Gunakanlah data-data yang sudah ada ini untuk melihat progres perempuan dan anak, terutama yang ada di daerah. Walaupun progres kenaikan datanya masih rendah, data ini menjadi potret dasar kita dalam melangkah ke depan. Kita ada di posisi ini sekarang, siapkan target ke depan, tentukan program, kebijakan, dan kegiatan yang akan dilakukan melalui data-data yang kami sajikan,” tutup Lies.
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam pada acara G20 Women’s Empowerment Kick-Off Meeting yang diselenggarakan secara virtual pada 22 Desember 2021 mengatakan, pemberdayaan perekonomian perempuan sangat penting dan fundamental dalam pemulihan dan sejalan dengan tema Presidensi G20 Indonesia, yaitu ‘Recover Together, Recover Stronger’.
“Partisipasi perempuan sangat penting untuk kekuatan dan ketahanan ekonomi yang berkelanjutan. Kami juga melihat peran Woman20 dan G20 untuk memajukan pemberdayaan ekonomi perempuan menjadi sangat penting untuk dapat menggerakkan semua sumber pertumbuhan agar kita mampu bersama-sama pulih lebih kuat,” terang Menkeu.
Menkeu menekankan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk memastikan perempuan dan anak perempuan dapat mengembangkan potensinya secara maksimal serta berkontribusi dalam masyarakat dan perekonomian.
Namun, Menkeu optimistis, hal itu telah secara tepat menjadi prioritas bagi Indonesia serta mendapatkan dukungan kebijakan untuk perempuan dan anak perempuan yang kuat di setiap level pemerintahan, baik di pusat maupun daerah. Menkeu juga berharap agar sektor swasta dan komunitas bisnis juga akan terus melakukan bagian dalam usaha mempromosikan kesetaraan gender.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari