Indonesia.go.id - Konsistensi Penegakan Hukum Kejahatan Lingkungan dan Hutan

Konsistensi Penegakan Hukum Kejahatan Lingkungan dan Hutan

  • Administrator
  • Sabtu, 8 Januari 2022 | 08:25 WIB
LINGKUNGAN HIDUP
  Ilustrasi: Polisi memperlihatkan satwa dilindungi yang hendak diperdagangkan di Medan, Sumatra Utara. ANTARA FOTO/ Septianda Pradana
Penegakan hukum LHK tidak hanya bertujuan menimbulkan efek jera bagi pelaku. Melainkan juga memulihkan atau mengembalikan kerugian lingkungan, ekosistem, masyarakat, dan negara.

Di tengah pandemi Covid-19 yang melanda negeri, upaya penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan tidak pernah berhenti. Tim Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) terus bekerja untuk memastikan bahwa lingkungan yang baik dan sehat serta lestari bisa terwujudkan.

Sejak dikukuhkan pada 2015, Ditjen Gakkum KLHK merupakan satu-satunya unit kerja di kementerian dan lembaga yang memiliki kewewangan untuk menindak pelanggaran hukum di sektor lingkungan hidup dan kehutanan.

Namun demikian, seiring perkembangan proses penegakan hukum di Indonesia, penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan juga diarahkan untuk memberikan keadilan restoratif. Dengan tidak mengabaikan aspek pidana, penegakan hukum LHK tidak hanya bertujuan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku, tapi juga untuk memulihkan atau mengembalikan kerugian terhadap lingkungan, ekosistem, masyarakat, dan negara.

"Kita tengah bertransformasi bagaimana mewujudkan penegakan hukum LHK tidak hanya mampu memberikan rasa keadilan, dan kepastian hukum, tetapi juga mampu memberikan asas manfaat yang restoratif. Dengan begitu, dampak-dampak dari kejahatan lingkungan itu dapat segera kita pulihkan. Karena kejahatan lingkungan itu memberikan dampak terhadap lingkungan atau ekosistem itu sendiri, masyarakat, dan negara yang dirugikan," ujar Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani, pada acara Refleksi Akhir Tahun 2021 KLHK di Jakarta, Senin (27/12/2021).

Untuk mewujudkan hal tersebut, Rasio Ridho Sani mengungkapkan, pihaknya menyiapkan elemen-elemen penguatan penegakan hukum restoratif. Pertama, penguatan pencegahan melalui pengamanan dalam satu kesatuan komando. Kedua, penerapan sanksi administratif paksaan pemerintah, berupa perintah pemulihan lingkungan, beserta penerapan dendanya. Ketiga, penyelesaian sengketa berupa ganti rugi dan tindakan tertentu atas perusakan dan/atau pencemaran. Keempat, penegakan hukum pidana tambahan melakukan tindakan tertentu perbaikan kualitas lingkungan. Kelima, penegakan hukum multidoor dan tindak pidana pencucian uang untuk penguatan efek jera dan pengembalian kerugian negara.

Selain itu, berbagai inovasi dan inisiatif yang telah dilakukan oleh KLHK dalam penguatan penegakan hukum. Antara lain, penerapan artificial intelligence dan big data, pendekatan berbasis sains, denda administratif, gizelling (upaya paksa badan), penguatan kapasitas penyidikan multidoor (melibatkan instansi terkait), dan tindak pidana pencucian uang.

Bagi KLHK, kejahatan lingkungan tidak sekadar menangkap pelaku di lapangan, melainkan juga menyasar sampai ke hulunya. Menurut Dirjen Gakkum, orientasi dari tindak kejahatan lingkungan maupun kehutanan adalah menggeruk keuntungan. Tak pandang bulu, sejumlah kasus pidana LHK juga telah menindak kalangan internal KLHK dan aparat penegak hukum.

Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi RI nomor 15/PUU-XIX/2021, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) termasuk PPNS KLHK berwenang melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang. Dengan begitu, KLHK bisa bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Apa saja yang menjadi catatan Gakkum LHK sepanjang 2021? Mereka sudah menangani 941 pengaduan. Dari jumlah tersebut memberikan 518 sanksi administratif. Kemudian, kasus pidana lingkungan yang sudah statusnya P21 atau siap diproses di pengadilan ada 182. Tim gakkum LHK juga melakukan 179 operasi yaitu 60 operasi pembalakan liar, 64 operasi pemulihan lingkungan hidup, serta 55 operasi perburuan dan perdagangan tananam dan satwa liar (TSL) yang dilindungi.

"Khusus terkait kejahatan TSL, modus operandinya begitu dinamis, orang jualan satwa dilindungi tidak lagi hanya di pasar tradisional. Mereka menggunakan jalur online. Hal ini terus kami pantau, cek dan juga laporkan ke Kemenkominfo untuk dilakukan take down akun yang terindikasi melanggar," tutur Rasio Ridho Sani.

Satu hal, pada 2021, KLHK semakin memperkuat eksistensi dari Kepolisian Kehutanan dan Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) dalam mengatasi kasus-kasus kejahatan lingkungan dan kehutanan. Di samping pidana, gugatan perdata juga masih terus berjalan. Bentuknya beragam, tidak hanya terkait dengan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), juga terkait dengan perusakan lingkungan, dan pencemaran lingkungan.

Ditjen Gakkum LHK terus mengembangkan instrumen-instrumen yang ada di KLHK termasuk melalui pendekatan di luar pengadilan. Kementerian LHK menegaskan bahwa penegakan hukum yang tegas dan konsisten perlu terus dilakukan saat ini.

Kebijakan itu, di samping untuk mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta hutan yang lestari, juga sebagai instrumen untuk mengendalikan emisi karbon dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya atau Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink di 2030. FOLU Net Sink 2030 merupakan agenda dan komitmen pemerintah untuk berkontribusi menurunkan emisi global. Dengan demikian, semua instrumen hukum akan dikerahkan untuk mewujudkannya.

"Sekali lagi tidak ada toleransi untuk pelanggaran, harus ditindak tegas apalagi menghambat pencapai FOLU Net Sink 2030. Kami sedang menyiapkan operasi penindakan untuk mewujudkan Agenda FOLU Net Sink 2030," ujar Dirjen Gakkum.

Berbicara capaian kinerja penegakan hukum LHK, hal ini tidak bisa lepas dari sejarah pembentukan Ditjen Gakkum LHK pada 2015. Kinerja penegakan hukum LHK, merupakan satu mata rantai panjang karena proses penegakan hukum itu seringkali memakan waktu bertahun-tahun.

Pada periode 2015-2021, Ditjen Gakkum LHK telah menangani 6.143 pengaduan, memberikan 2.185 sanksi administratif, dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebanyak 214 kasus. Sementara itu, gugatan perdata yang dilayangkan Ditjen Gakkum sebanyak 31 gugatan, sebanyak 14 kasus di antaranya sudah inkracht dengan ganti rugi pemulihan LHK senilai Rp20,7 triliun.

Di samping itu, gugatan kasus pidana LHK yang sudah P21 sebanyak 1.156. Ditjen Gakkum LHK juga telah melakukan 417 operasi penindakan TSL, 671 operasi pembalakan liar, dan 653 operasi perambahan hutan.

Untuk lebih menguatkan upaya penegakan hukum dalam kasus tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi, pada 15 Desember 2021, Ditjen Gakkum LHK telah menjalin Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian. 

 

Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari